‘Diam & Dengarkan’, Ajakan Merenungi Lingkungan Lewat Film

Aktivis Greenpeace Roberto Hutabarat saat menjadi pembicara dalam diskusi - WIB

Tempat parkir Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Jumat malam (30/7) itu nampak riuh. Meski tengah situasi belajar daring, sejumlah mahasiswa berkumpul dan berdiskusi dan menonton film dokumenter besutan Anatman Pictures, “Diam & Dengarkan”. Agaknya, ini menjadi momentum kembali merefleksikan kebiasaan akademik yang telah lama ‘berjarak’.

Sebagai penghangat suasana, aktivis kawakan, Roberto Hutabarat mematik gelaran dialektis itu. ‘Diam & Dengarkan’, adalah film yang berfokus pada isu kesadaran lingkungan. Ceritanya dimulai saat Bumi mulai terbentuk hingga hari ini, dan bagaimana bumi menyikapi setiap kondisi yang terjadi.

Penonton diajak merenung malam itu. Tentang segala drama kehancuran yang kini tengah melanda. Tentang kerusakan lingkungan, keberlanjutan keberadaban dan ironi lainya.”Sepatutnya kita sadar, salah satu hal yabg kini tengah mengancam lingkungan disekitar kita, adalah Omnibuslaw,” kata Roberto.

Memang, rancangan undang-undang yang juga disebut sapu jagat itu kini masih saja menjadi kontroversi. Dari sejumlah kajian ataupun penolakan, RUU itu menjadi salah satu kebijakan pemerintah yang berpotensi besar merusak lingkungan.

“Omnibuslaw mengancam keberlanjutan lingkungan. Investor dikasih karpet merah untuk berinvestasi di Indonesia, mulai dari kebun sawit tambang yang tentu mengancam kelestarian,”timpalnya.

“Pengetahuan adalah sumber masalah, pun ilmu pengetahuan yang menyelesaikannya,” agaknya ungkapan itu sesuai setelah menyaksikan fim ‘Diam & Dengarkan’.Betapa kita diajak kembali merenungi atas siklus waktu serta berbagai hal yang telah terjadi sedari awal fase kehidupan manusia, hingga hari ini.

Film garapan rumah produksi ini dirilis pada 27 Juni lalu, pun bisa ditonton secara gratis di YouTube. Film berdurasi hampir sejam setengah itu, terbagi kedalam enam segmen. Tiap segmennya diceritakan oleh para narator yang merupakan seleb, mulai dari Christine Hakim, Dennis Adhiswara, Arifin Putra, Eva Celia, Nadine Alexandra, dan Andien Aisyah.

Pada segmen pertama, berjudul “Kiamat yang Tak Terhindarkan” dengan narator aktris Christine Hakim. Pada bagian ini diceritakan perjalanan kehidupan di Bumi sejak 4.5 miliar tahun yang lalu. Yang menjadi fokus pada bagian ini adalah keberadaan manusia yang seolah menjadi pemilik Bumi, mengalahkan makhluk hidup lain yang sebenarnya jauh lebih dulu menghuni planet ini.

Segmen kedua berjudul “Mens Sana In Corpore Sano” dan dinaratori Dennis Adhiswara. Bagian kedua menjelaskan korelasi antara kesehatan jiwa dan kesehatan raga yang sesungguhnya sangat erat kaitannya. Sayangnya, kita jarang menyadarinya.

Segmen ketiga berjudul “Kerajaan Plastik”, dinaratori Arifin Putra. Pada bagian ini, narator mengajak kita untuk memikirkan kembali tentang inovasi-inovasi yang dibuat oleh manusia.

Inovasi-inovasi yang semula tujuannya baik bisa menjadi bumerang kalau kita gak bisa mengontrol diri dalam menyikapinya.Misalnya, pembuatan plastik yang awalnya bertujuan untuk mengurangi penebangan hutan, sekarang justru menjadi bencana lingkungan untuk dunia.

Bagian keempat berjudul “Air, Sumber (Gaya) Hidup” dan dinaratori oleh Eva Celia. Pada bagian ini, diceritakan tentang air yang identik dengan sumber kehidupan yang kini makin bergeser menjadi sumber gaya hidup.Pada bagian ini, kita disajikan banyak data yang menunjukkan bahwa air yang kita kira gak terbatas, justru sangat terbatas.

Selain itu, juga ada data tentang konsumsi air yang dipakai untuk memproduksi produk-produk yang kita gunakan untuk memenuhi gaya hidup kita. Manusia serba stres karena semua harus pasti (kapan korona usai) harus belajar menerima ketidakpastian. ( kanalbali/WIB )