DENPASAR, kanalbali.id – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bali mendorong Satpol PP Denpasar agar menutup tempat prostitusi di Jalan Danau Tempe, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali.
Kepala Satpol PP Bali, I Dewa Nyoman Rai Darmadi mengatakan, untuk dilakukan penutupan pihaknya akan melihat nanti dan itu memang wilayah Satpol PP Kota Denpasar. Tetapi, ia menilai bahwa tempat prostitusi seharusnya ditutup karena tidak ada satupun aturan yang memperbolehkan ada kegiatan prostitusi dan pihaknya bersama Satpol PP di kabupaten Bali siap memback-up.
“Menurutnya saya seharusnya ditutup. Jangan pernah diizinkan itu berlangsung di daerah Bali. Karena dalam satu aturan tidak ada yang membenarkan adanya kegiatan prostitusi,” kata Darmadi, Selasa (28/11).
BACA JUGA: Duh, Masih Ada Upaya Penyelundupan Penyu di Jembrana
Kemudian, soal penutupan prostitusi di Danau Tempe kapan akan dilakukan pihaknya menyebutkan untuk soal itu nantinya wewenangnya Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar dan yang menindaklanjuti adalah Satpol PP Kota Denpasar. Namun, pihaknya masih fokus agar kasus penyerangan ke Kantor Satpol PP Kota Denpasar diselesaikan secara tuntas.
“Itu urusannya Denpasar. Saya (mendorong kasus penyerangan Satpol PP Kota Denpasar) akan sampai tuntas, bagaimana proses hukumnya dan lainnya setelah itu baru ditindaklanjuti. Tadi kami minta juga dituntaskan tugas itu dengan adanya masalah seperti ini jangan tidak dilanjutkan,” ujarnya.
Ia kembali mengatakan, bahwa soal penutupan nantinya adalah wawenang dari Pemkot Denpasar dan akan ditindaklanjuti oleh Satpol PP Kota Denpasar.
“Iya (Pemkot Denpasar) tapi power hand-nya kan ada di Satpol PP untuk ditindaklanjuti. Itu bagian dari pada resiko yang dihadapi kita, untuk melakukan penertiban dan tempat seperti itu memang rentan sekali pada Satpol PP, itu resiko memang,” ujarnya.
Sementara, Kepala Bidang (Kabid) Penertiban Satpol PP Kota Denpasar I Nyoman Sudarsana mengatakan, bahwa penutupan prostitusi di Danau Tempe akan dilakukan tetapi tentu harus ada prosedur yang dilakukan terlebih dahulu.
“Nanti arah kita tetap melakukan itu (penutupan). Tapi biar tidak seolah-olah arogan jadi kita lembaga tidak boleh ujug-ujug pasang segel tapi kan tahapan prosesnya harus dijalani,” ujarnya.
Sementara, untuk prosedur yang harus dilakukan tentu harus melalukan ceks izin usaha tempat tersebut dan nantinya diproses administrasi.
“Kalau dia usaha tentu kita ceks izin usahanya. Legalitas usaha sudah ada tidak, sesuai dengan apa yang mereka kerjakan. Dan apabila tidak, nah itu kita proses administrasi,” ujarnya.
Ia juga menyebutkan, bahwa tempat prostitusi memang dilarang Undang-undang tetapi pihaknya juga harus memiliki bukti apakah tempat tersebut saat dilakukan razia melakukan kegiatan prostitusi dan saat di sana tidak menemukan bukti tersebut hanya diamankan puluhan perempuan yang diduga Pekerja Seks Komersial (PSK) yang tidak memiliki identitas.
“Kalau prostitusi kan dilarang Undang-undang. Kita belum secara fakta yang di sana kan kita tidak menemukan bukti bahwa di sana ada prostitusi, kalau kita bertemu pada saat mereka melakukan (hubungan badan) itu baru kita bisa. Harus ada bukti,” ujarnya.
“Makannya pertama dari legalitas usaha, kemudian setelah itu kita dalami, setelah nanti kita dalami baru nanti (ditutup). Tapi tetap arah kita proses administrasinya tetap harus legal dia. Agar tidak nanti kita di Satpol PP selaku penegak Perda biar tidak arogan dengan pasca kejadian ini,” ujarnya.
Ia juga menyatakan, soal penyegelan atau penutupan tempat prostitusi harus sesuai proses yang ada. Kalau nanti misalnya ada tindakan pidana ringan (tipiring) biarkan pengadilan yang memutuskan apakah tempat tersebut disegel atau dilakukan penutupan permanen.
“Tapi tetap kita proses berjalan dulu. Kalau sudah finalisasi proses, kalau misalnya dia harus tipiring dan pengadilan memutuskan untuk disegel, misalnya ditutup kita tutup, pasang segel. Kita tetap menunggu setelah proses ini, apakah tipiring dan nanti menjadi keputusan hakim seperti apa misalnya, cukup disegel saja, kita segel, kalau langsung ditutup misalnya. Artinya mencemari nama baik daerah pariwisata misalnya ditutup itu memang harus ditutup,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan, bahwa pihak Satpol PP Kota Denpasar melalukan razia di Danau Tempe karena pengaduan masyarakat 1,5 bulan yang lalu. Namun, baru dilakukan pada Sabtu (25/11) karena saat itu petugas Satpol PP masih memiliki banyak tugas terutama soal darurat sampah yang harus mengimbau masyarakat agar tidak membuang sampah tidak pada jamnya karena saat itu adanya kebakaran TPA Suwung, di Denpasar Selatan.
“Ada pengaduan 1,5 bulan yang lalu. Kenapa baru sekarang karena kemarin kita darurat sampah jadi Satpol PP waktu itu banyak kerjaannya. Kita menghimbau masyarakat yang buang sampah tidak pada jamnya apalagi di TPA Suwung. Dan sudah mulai agak mereda dan bisa jalan dan pimpinan memerintahkan sabtu malam (menggelar razia),” ujarnya.
Sebelumnya, Kantor Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol) PP Kota Denpasar, Bali, diserang oleh sekelompok orang tak dikenal dan melakukan penganiayaan dan pengerusakan di Kantor Satpol PP Kota Denpasar, Bali.
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol. Jansen Avitus Panjaitan membenarkan, bahwa pada Minggu (26/11) kemarin sekitar pukul 04.30 WITA bertempat di Kantor Satpol PP Kota Denpasar, di Jalan Kecubung I Nomor 4 Denpasar Timur, telah terjadi aksi pengerusakan dan penganiayaan terhadap petugas Satpol PP oleh sekelompok orang tidak dikenal yang mengakibatkan adanya korban luka-luka. (kanalbali/KAD)
Be the first to comment