Monyet Ekor Panjang Tak Baik Dipelihara, Simak Alasannnya

Monyet Ekor Panjang - IST
Monyet Ekor Panjang - IST

DENPASAR, kanalablai.id -Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bali, menyampaikan telah diterbitkannya Surat Edaran (SE) Gubernur Bali, tentang himbauan kepada masyarakat untuk tidak memelihara Monyet Ekor Panjang (MEP).

Hal itu dilakukan, sebagai salah satu upaya untuk mencegah terjadinya konflik satwa liar khususnya monyet ekor panjang dan penyebaran penyakit rabies dan risiko zoonosis, yaitu penularan penyakit dari hewan ke manusia atau sebaliknya,

Kepala BKSDA Provinsi Bali, Ratna Hendratmoko mengatakan, bapak Gubernur Bali, Wayan Koster telah berkenan menandatangani SE Gubernur Bali, Nomor 19, tahun 2025 tentang himbauan untuk tidak memelihara monyet ekor panjang, dan telah ditetapkan pada tanggal 20 Oktober 2025.

“Dengan terbitnya surat edaran Gubernur Bali ini, merupakan langkah nyata dukungan Pemerintah Daerah dalam perlindungan satwa liar di Provinsi Bali,” kata Ratna, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/11).

Ratna mengaku telah menghadap langsung kepada Gubernur Bali, dan menyampaikan perlunya himbauan untuk tidak memelihara monyet ekor panjang. Selanjutnya, bapak gubernur menyampaikan dukungannya untuk penanganan MEP di Bali.

Pemerintah Provinsi Bali mendukung upaya perlindungan satwa liar khususnya monyet ekor panjang melalui penerbitan SE Gubernur Bali tentang himbauan untuk tidak memelihara monyet ekor panjang.

“Pada tahun 2025 tercatat sebanyak 30 ekor MEP telah diserahkan dari masyarakat kepada BKSDA Bali. Kepada masyarakat Bali dihimbau untuk tidak memelihara MEP, karena MEP bukan merupakan satwa yang lazim dipelihara dan membahayakan pemiliknya, juga dapat menyebarkan penyakit rabies dan penularan penyakit,” imbuhnya.

Ia juga menyebutkan, apabila warga yang masih memelihara MEP ingin menyerahkan MEP ke BKSDA Bali dapat menghubungi call center BKSDA Bali, dengan nomor 081246966767. MEP yang diserahkan masyarakat akan direhabilitasi dan dilepasliarkan kembali ke habitatnya, setelah dinyatakan sehat oleh dokter hewan.

“Balai KSDA Bali telah bekerjasama dengan Yayasan Jaringan Satwa Indonesia dan Yayasan Pecinta Alam dan Kemanusiaan, untuk melakukan rehabilitasi terhadap MEP yang diserahkan oleh masyarakat,” jelasnya.

Ratna juga menyebutkan, sebelum diterbitkannya surat edaran ini, telah dilakukan pembahasan dengan instansi terkait, antara lain: Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali, Biro Hukum Setda Provinsi Bali, Universitas Udayana, Balai KSDA Bali, Pemerhati Satwa, Yayasan Peduli Satwa dan perwakilan Lembaga Konservasi umum dan khusus yang ada di Bali.

“Untuk memperkuat perlindungan satwa liar khususnya monyet ekor panjang, pada tanggal 26 November 2025,” sebutnya.

Selain itu, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, mendukung upaya pelestarian satwa liar khususnya MEP, dan menghimbau agar masyarakat tidak memelihara MEP di rumah warga karena dapat membahayakan pemilik maupun warga lainnya, MEP bisa agresif dan menyerang manusia serta dapat menularkan penyakit rabies.

“Dengan adanya surat edaran Gubernur Bali Nomor 19, Tahun 2025 ini, dihimbau kepada masyarakat Bali untuk tidak memelihara Monyet ekor panjang karena dapat membahayakan manusia dan berpotensi menyebarkan penyakit rabies,” kata I Wayan Sunada Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali.

Pada usulan BKSDA Bali sebelumnya, telah disampaikan beberapa pertimbangan perlu diterbitkannya SE Gubernur Bali, diantara lainnya:

1. MEP adalah satwa liar yang tidak dilindungi di Indonesia, namun masuk dalam Appendix II CITES, yang artinya perdagangan dan pemanfaatannya harus diawasi secara ketat karena dapat mengarah pada kepunahan jika tidak dikendalikan.

2. MEP merupakan Hewan Penular Rabies (HPR) dan memiliki risiko zoonosis, yaitu penularan penyakit dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Oleh karena itu, tidak
direkomendasikan sebagai hewan peliharaan.

3. Saat ini, terdapat sejumlah MEP yang dipelihara masyarakat di beberapa wilayah Bali yang berpotensi menimbulkan konflik dan risiko kesehatan serta kesejahteraan manusia dan satwa, dan kesehatan lingkungan.

4. Bahwa Provinsi Bali sebagai destinasi wisata nasional dan internasional, harus mampu menunjukkan citra sebagai bangsa dan masyarakat yang mempunyai kepedulian terhadap kesejahteraan satwa, terutama adanya potensi pemberitaan media sosial terkait pemeliharaan MEP yang tidak layak.

5. Beberapa objek wisata yang menjadikan MEP sebagai daya tarik wisata seperti Monkey Forest, Alas Kedaton, Uluwatu dan tempat lainnya, dipandang perlu melakukan pengaturan terhadap populasi MEP dan interaksi MEP dengan pengunjung, sehingga tidak ada gangguan keselamatan kepada pengunjung. (kanalbali/KAD)

Apa Komentar Anda?