Anak Agung Gde Agung: Tinggalkan Kontestasi Politik, Kembali ke Jalan Budaya  

Tokoh Puri Mengwi yang sempat menjadi Anggota DPD RI Dapil Bali AA Gde Agung - IST
Tokoh Puri Mengwi yang sempat menjadi Anggota DPD RI Dapil Bali AA Gde Agung - IST

BADUNG, kanalbali.id – Selalu tampak awet muda sudah menjadi trade mark Anak Agung Gde Agung. Senyumannya pun kian mantap setelah pria kelahiran 25 Mei 1949 itu membuat kejutan dengan menyatakan tak meneruskan proses pendaftarannya sebagai bakal calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dapil Bali di Pemilu 2024

Mundur. Begitu istilah yang populer di masyarakat. Kontan sejumlah pertanyaan menyeruak. Langkah politik apa lagi sejatinya yang sedang direncanakan mantan Bupati Badung dua periode pada 2005-2015 ini.

Ditemui Selasa (7/2/2023), anggota DPD RI itu membantah berbagai dugaan. “Alasan saya, semata-mata karena ingin kembali melayani warga karena sudah mendapat warisan dari leluhur saya untuk melestarikan adat dan budaya,” katanya.

BACA JUGA: Teka-teki di Balik Hengkangnya Ketut Mandia dari Kandang Banteng

Selama 4 tahun menjabat sebagai anggota DPD RI, dia mengaku jarang bisa secara langsung memenuhi tugas sebagai pewaris budaya di Puri Mengwi.  Ketidakhadiran dalam berbagai upacara adat menjadi beban pikiran dan perasaan yang sulit diabaikan.

Meski, selama duduk di DPD, kiprah alumni Universitas Gadjah Mada ini pun sejatinya masih berada dalam koridor kebudayaan. Misalnya dengan memperjuangkan agar Bahasa Bali dan bahasa daerah lainnya diatur dalam satu UU tersendiri untuk pelestariannya.

AA Gde Agung saat berbincang dengan wartawan – IST

“Itu hasil penyerapan aspirasi dari bawah. Guru bahasa Bali tak pernah mendapat pengangkatan tersendiri dan akibatnya hanya menjadi kerja tambahan dari guru mata pelajaran yang lain,” ujarnya.

Lalu bagaimana dengan kemungkinan tawaran untuk maju dalam Pilgub Bali 2024?. “Ndaklah, saya tak pernah membayangkan itu,” katanya.

Kiprah di dunia politik, menurutnya, sudah cukup dengan pengalaman selama ini. Ia merasa sudah merasakan asam dan garam dari saat pertama menjadi Bupati Badung dimana ia berada dalam kesulitan yang luar biasa karena terjadinya bom Bali dua.

Pariwisata yang sudah mulai bangkit kembali terhempas. Namun dengan perjuangan keras, akhirnya Badung kembali bangkit. Bahkan saat meninggalkan jabatan di periode kedua, ia berhasil menciptakan ‘legacy’ berupa Pusat Pemerintahan (Puspem) Badung.

Ihwal kesan bahwa dia dijauhi oleh elit politik di Badung saat ini, Gde Agung enggan bicara banyak.

Hanya, di akhir perbincangan, dia mengajukan pertanyaan kepada wartawan, apa bedanya politisi dan negarawan?.

“Politisi memikirkan kemenangannya sendiri, negawaran memikirkan masa depan generasi mendatang,” jawabnya sendiri atas pertanyaan itu. (kanalbali/RFH)

 

 

 

 

Apa Komentar Anda?

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.