
DENPASAR, kanalbali.id- Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Bali IGW Samsi Gunarta melakukan audiensi dan diskusi dengan para massa sopir pariwisata Bali yang berdemonstrasi ke Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali, pada Selasa (25/2).
Audiensi itu, dilakukan di Wantilan DPRD Bali, dan dari perwakilan dari Forum Perjuangan Driver Bali merasa belum mendapatkan jawaban dari aksi pertama terkait janji pembentukan satuan tugas untuk mengurus sopir pariwisata ini.
Kepala Dinas Provinsi Bali IGW Samsi Gunarta mengatakan, sebagaimana sudah disampaikan bahwa DPRD Bali sudah memberikan rekomendasi kepada Gubernur Bali apa yang harus dilakukan.
“Dan rekomendasi itu sudah ditindaklanjuti oleh OPD (Organisasi Perangkat Daerah) Pemprov Bali secara bersama-sama,” kata Samsi.
Ia menerangkan, pertama yang telah dilakukan Pemprov Bali sudah mengirimkan surat ke Polda Bali terkait data aplikasi yang resmi. Kedua, Pj Gubernur Bali sudah mengumpulkan seluruh pihak yang berkaitan dengan aplikasi driver online ini.
Yuk Saksikan Kemeriahan Lebaran di kumparan 2022, Ada Ridwan Kamil dan Sederet Artis Ibukota
Selain itu, ketentuan Dinas Perhubungan pada Permenhub RI Nomor 118 Tahun 2018 tentang penyelenggaraan angkutan sewa khusus dan Pergub Bali Nomor 40 tahun 2019 tentang layanan angkutan sewa khusus berbasis aplikasi sedang disesuaikan lebih lanjut.
“Dan memastikan untuk seluruh aplikator mengikuti aturan Pergub 40 dan PM 118
yaitu memasukkan. Jadi mengaitkan, mengkoneksikan aplikasi dia dengan dashboard. Itu sudah dilakukan oleh Dinas Kominfo,” ujarnya.
“Jadi aplikasi resmi itu sudah melakukan komunikasi secara software dengan kominfo. Jadi pertengahan Bulan Februari (2025), Kominfo sudah bisa memberikan data kepada kami, berapa jumlah online yang beroperasi. Sehingga kita bisa mulai menghitung berapa kuota yang bisa disiapkan untuk Bali,” lanjutnya.
Ia menyebutkan, proses tersebut tidak bisa cepat karena harus melihat masyarakat yang membutuhkan layanan tersebut dan tidak hanya turis tapi masyarakat umum juga membutuhkan layanan tersebut.
“Dengan proses ini maka, komunikasi untuk penertiban bisa dilakukan. Karena aplikasi ini, sebetulnya hanya bisa ditertibkan pertama melalui laporan masyarakat, kemudian ditertibkan berdasarkan laporan dari aplikasi yang ada. Jadi proses ini akan tersambung dengan baik,” jelasnya.
Kemudian, berkaitan dengan tarif harga itu harus dihitung dengan sangat baik agar mendapatkan harga yang tepat. Karena kalau tidak itu akan kemahalan dan orang akan lari.
“Kita harus dengarkan juga ibu-ibu di rumah, nanti kita bahas secara khusus. Jadi harus mendapatkan harga yang wajar,” ujarnya.
Kemudian terkait tuntutan lainnya seperti sopir dengan KTP non Bali dan tanpa pangkalan, juga sedang dibahas dan dilakukan verifikasi.
“Kemudian yang ketiga masalah yang berkaitan non-Bali, KTP yang bukan Bali. Ini sudah dilakukan verifikasi, itu yang melaksanakan itu vendor. Jadi siapa pun yang punya pengemudi dia harus memastikan KTP pengemudinya itu KTP yang tinggal di Bali,” ujarnya.
“Jadi saya akan kembali kepada badan hukum masing-masing. Dan Ini kita sudah minta, agar badan hukum melakukan verifikasi terhadap pengemudinya harus tinggal di Bali,” jelasnya.
Sementara, untuk melindungi budaya dan adat di Bali pihaknya mengusulkan bersama-sama dengan OPD lainnya agar nantinya dibuat slot khusus Pariwisata untuk standar pengemudi dan kendaraan.
“Bagaimana kalau kita bikin slot khusus pariwisata. Jadi slot khusus pariwisata ini akan memastikan standardisasi pengemudi, standardisasi kendaraan, termasuk standarisasi pengupahan. Supaya kita yang hidup di pariwisata ini bisa bekerja dengan baik dan memastikan bisa berkontribusi kepada masyarakat,” ujarnya.
“Nah, karena itu dalam rancangan perubahan pergub sudah kami coba masukkan. Iya nanti pergub ini menjadi cikal bakalnya Perda. Kenapa demikian, karena kita perlu melihat satu per satu apa yang menjadi inventarisasi dari masalah temen-temen supaya bisa selesai. Karena kalau nanti kami salah tangkap, terlalu banyak suara-suara yang kita tidak bisa tangkap dengan baik, nanti masalahnya tidak terjawab,” ujarnya.
Ia juga meminta tolong agar menyiapkan perwakilan dari driver pariwisata Bali untuk membicarakan isi dari pergub yang nantinya jadi perda dan nantinya berbicara dengan DPRD Bali.
“Termasuk berapa sebetulnya inginnya kita mendapatkan upah per bulan. Nah, ini akan menjadi dasar tarif. Jadi nanti akan diperhitungkan, apa yang namanya CapEx (capital expenditure) dan OpEx (operating expenditure). Karena yang ingin dibawa pulang itu berapa. Sehingga nanti turunnya itu akan menjadi jarak berapa per kilometer yang nanti kita bisa tetapkan,” ujarnya.
“Jadi kalau keinginan itu tidak clear, kita juga tidak bisa menentukan berapa sebetulnya kita akan menghitung rupiah per kilometer. Dan ini, menjadi kewajiban kita bersama untuk memastikan ini. Gubernur akan mengaminkan, istilah mengaminkan itu artinya persetujuan kepada gubernur karena angkutan sewa itu tidak ada intervensi pemerintah,” ungkapnya.
Karena menurutnya, terkait angkutan sewa
itu murni antara penyedia jasa dan pengguna jasa dan pemerintah akan memberikan batasan berapa minimum dan berapa maksimum harga tarifnya.
“Ketika nanti anda mendapatkan di bawah minimum, itu silakan melapor. Kita akan cari siapa vendor yang bertanggung jawab untuk ini. Artinya, dia tidak melindungi pengemudinya karena kalau kita tidak sejahtera, kita juga tidak bisa memberikan kontribusi kepada masyarakat,” ujarnya.
Selain itu pihaknya meminta agar bersabar karena ini dikerjakan secara bersama-sama atau secara tim dan meminta secepatnya dari perwakilan driver pariwisata Bali menyampaikan kepada DPRD Bali.
“Kalau bekerja bersama-sama maka kecepatan pekerjaan itu kecepatan tim. Karena itu, semakin cepat bapak dan ibu menunjuk perwakilan, disampaikan kepada dewan, itu juga nanti perintahnya akan semakin cepat kepada saya,” ujarnya.
“Saya janjikan bersama rekan-rekan OPD, begitu kebijakan ada, perintahnya ada, perda-nya turun, kita kerjakan dan ini harga mati. Nanti saya minta Kepala Satpol PP Bali untuk membantu, karena beliau yang ada di depan,” ujarnya.
Sebelumnya, Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali menggelar aksi damai di depan Gedung DPRD Provinsi Bali, pada Senin (6/1).
Massa aksi menyampaikan enam tuntutan kepada wakil rakyat, salah satunya meminta pembatasan kuota taksi online di Pulau Bali.
Ketua Forum Perjuangan Driver Pariwisata Bali, I Made Darmayasa mengatakan anggota DPRD Bali telah menerima sejumlah tuntutan dari massa aksi. Poin-poin tuntutan itu akan dibahas lagi oleh anggota dewan.
“Jadi ada enam tuntutan yang kami sampaikan dan sudah diterima, sekarang kami menghadap untuk pemantapan,” kata Darmayasa.
Mereka menuntut pembatasan kuota taksi online di Bali. Kemudian, membuat standardisasi driver pariwisata dari Bali dan harus bernopol atau pelat Bali dan ber-KTP Bali. Selain itu, pihaknya juga meminta agar menata ulang vendor-vendor yang bekerjasama dengan aplikasi taksi online, karena banyak sekali melanggar aturan, dan membuat standarisasi tarif untuk angkutan sewa khusus.
“Dan melakukan standardisasi karena banyak driver luar tidak bisa berbahasa Inggris tapi menjadi sopir pariwisata,” imbuhnya.
Ia menyebutkan, bahwa hal tersebut jelas merugikan para driver pariwisata Bali. “Jelas merugikan sekali kami di sini di Bali hanya menjalankan kewajiban tapi hak kita dirampok, pariwisata Bali tidak baik-baik saja,” ujarnya. ( kabalbali/id)