Keunikan Identitas Islam Pegayaman Perkaya Keberagaman Bali

Prof. Dr. I Nyoman Yoga Segara, S.Ag., M.Hum. dan Dr. Purwadi, M.Hum. hadir sebagai pembicara. dalam diskusi mengenai identitas Bali yang diselnggarakan alumni FIB Unud - IST
Prof. Dr. I Nyoman Yoga Segara, S.Ag., M.Hum. dan Dr. Purwadi, M.Hum. hadir sebagai pembicara. dalam diskusi mengenai identitas Bali - IST

DENPASAR, kanalbali.id – Alumni Fakultas Sastra (Kini menjadi Fakultas Ilmu Budaya- Red) Unud  yang tergabung dalam Komunitas Nuturang  menggelar diskusi publik dan bedah buku bertajuk “Budaya Bali, Siapa yang Berhak?” pada Sabtu, 31 Mei 2025 lalu.

Acara yang merupakan bagian dari program “Melihat Bali dari Berbagai Sisi” ini berlangsung di Dalam Rumah Community Hub, Denpasar. Tujuannya, menumbuhkan kesadaran kolektif tentang pentingnya melestarikan keberagaman narasi dan identitas budaya di Bali.

Diskusi ini mengupas tuntas buku “Air Wudhu di Tengah Samudra Tirtha: Kebudayaan Masyarakat Islam Pegayaman Bali” karya Gede Budarsa, antropolog dan dosen Antropologi Budaya FIB Unud.

Buku ini menjadi jembatan untuk memahami hubungan dinamis komunitas Muslim Pegayaman dengan budaya Bali yang lebih luas, di tengah dominasi narasi Hindu-Bali.

Dua akademisi, Prof. Dr. I Nyoman Yoga Segara, S.Ag., M.Hum. dan Dr. Purwadi, M.Hum. hadir sebagai pembicara.

Mereka menyoroti bagaimana citra “Pulau Hindu” terbentuk secara sistematis oleh wacana kolonial.

“Narasi ini menciptakan batasan identitas budaya eksklusif, di mana budaya Bali dianggap tak terpisahkan dari simbolisme Hindu,” ungkap Dr. Purwadi.

Hal ini memicu kampanye seperti “Ajeg Bali” yang, meskipun menjadi respons terhadap globalisasi dan tragedi Bom Bali, juga memperkuat sekat simbolis yang berpotensi meminggirkan kelompok non-Hindu.

Prof. Dr. I Nyoman Yoga Segara menambahkan, Muslim Pegayaman membuktikan bahwa mereka tidak hanya beradaptasi, tetapi juga memperkaya budaya Bali dengan tradisi sosial, bahasa, dan praktik budaya unik mereka.

“Apa yang orang Bali kini sering lupakan, terutama tentang budaya dan tradisi Bali, oleh komunitas seperti Muslim Pegayaman dan kantong-kantong masyarakat Muslim yang sudah ada sejak ratusan tahun lalu di Karangasem, Klungkung, Buleleng, Jembrana, bahkan di Denpasar sendiri, mereka yang justru menjaga dan melestarikan budaya Bali,” jelas Guru Besar Antropologi UHN I Gusti Sugriwa ini.

Acara diskusi ini diharapkan dapat memperluas ruang budaya, menjadikannya rumah bersama bagi semua penghuni Pulau Dewata. ( kanalbali/AWJ)

Apa Komentar Anda?