
DENPASAR, kanalbali.id – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memperpanjang batas waktu pengajuan kompensasi korban hingga 22 Juni 2028. Sampaia saat ini, sejak diberikan pada 2016, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sudah mengeluarkan dana hingga Rp 113 Miliar.
“Diberikan kepada 785 orang korban tindak pidana terorisme masa lalu. Baik itu, melalui putusan pengadilan sebanyak 312 orang, maupun melalui mekanisme non putusan pengadilan bagi korban terorisme masa lalu sebanyak 572 orang,” kata Ketua LPSK Brigjen Purn Achmadi saat menghadiri acara,”Sosialisasi Penanganan Korban Terorisme Masa Lalu,” di Denpasar, Bali, Kamis (17/7).
“Namun demikian, kami menyadari, masih banyak korban yang belum sempat mengakses hak tersebut. Karena adanya batas waktu pengajuan selama tiga tahun yang diatur dalam Undang-undang,” kata dia.
Perpanjangan melalui keputusan MK, nomor 103/PUU-XXI/2023 atas pengujian materiil Pasal 43L, Ayat (4) Undang-undang tahun 2018, tentang
pemberantasan tindak pidana terorisme yang memperpanjang batas waktu pengajuan kompensasi dan bantuan bagi korban hingga 22 Juni 2028.
“Putusan ini tentu menjadi momentum penting. Tidak hanya membuka ruang keadilan, tetapi juga menjadi bentuk nyata bahwa negara memperhatikan dan peduli
terhadap hak-hak korban yang belum terpenuhi,” ujarnya.
Perlunya Netiket di Ruang Digital
“Oleh karena itu, kegiatan sosialisasi ini merupakan bagian dari upaya kita bersama untuk menyampaikan informasi, mendorong untuk pengajuan permohonan, serta untuk
memastikan terpenuhinya hak-hak korban termasuk pemulihan,” lanjutnya.
Ia menerangkan, bahwa untuk korban tindak pidana terorisme masa lalu yang belum mendapatkan kompensasi masih di data. Selain itu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) masih on going atau sedang berlangsung untuk proses dan itu perlu sebuah klarifikasi, perlu pendalaman.
“Nanti, kalau sudah ada surat keterangannya yang kita peroleh dari yang berwenang dalam hal ini adalah BNPT. Seperti yang diatur dalam Undang-undang, maka akan kita tindak lanjuti bagaimana tingkat atau akibat dampak yang dialami korban. Apakah itu masuk berat, ringan, dan sebagainya,” ujarnya.
Ia menerangkan, untuk kompensasi korban korban tindak pidana terorisme masa lalu itu berbeda-beda dan itu sudah ada aturannya sendiri.
“Ada aturannya sendiri. Kalau yang meninggal dunia kan Rp 250 juta. Kalau yang luka berat itu Rp 215 juta. Kemudian luka ringan, luka sedang, dan sebagainya ada aturannya sendiri,” jelasnya.
Ia menyebutkan, bahwa korban tindak pidana terorisme masa lalu yang telah dilayani untuk kompensasi itu ada sebanyak 785 orang. Kemudian, yang belum mendapatkan kompensasi masih di data dan tenggat waktu pengajuan kompensasi korban hingga tanggal 22 Juni 2028 karena dilakukan klarifikasi.
“Nanti kita datanya. Saya tidak bisa fix begitu yah. Kita harus klarifikasi dan itu sangat tergantung kepada hasil verifikasi, hasil pendalaman dari BNPT khususnya. Itu yang paling penting. Meskipun ada beberapa data juga sudah kita punyai, termasuk korban tindak pedana terorisme pasca adanya Undang-Undang 5/2016 itu juga sudah ada akan kita informasikan lebih lanjut,” ujarnya. ( kanalbali/KAD )