
DENPASAR, kanalbali.id – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar, Bali, menerangkan fenomena angin puting beliung yang terjadi di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali, yang memporak-porandakan rumah warga.
I Gusti Ayu Putu Putri Astiduari selaku Prakirawan Cuaca BMKG Wilayah III Denpasar mengatakan, puting beliung merupakan dampak ikutan awan cumulonimbus (Cb) yang biasa tumbuh selama periode masuk puncak musim penghujan dan Pulau Bali sedang dalam puncak musim penghujan dan memasuki peralihan musim.
“Jadi untuk puting beliung itu sumbernya terjadi ketika memang ada awan cumulonimbus. Karena, sekarang sudah memasuki puncak musim hujan berarti dari segi ketersediaan bahan bakarnya itu dari awan terpenuhi,” kata Putri, saat dikonfirmasi Jumat (9/2) sore.
“Jadi memang potensi-potensi terjadi hujan lebat dan dapat disertai petir, karena berasal dari awan cumulonimbus juga termasuk puting beliung bisa lebih besar kemungkinan terjadinya,” imbuhnya.
“Menyala Wiii” Getarkan Denpasar Selatan, Koster-Giri dan Jaya-Wibawa Kawal Program Pro Rakyat
BACA JUGA: Ajik Krisna Dukung Upaya AMSI Tingkatkan Profesionalisme Wartawan
Ia menyebutkan, bahwa fenomena angin puting beliung itu terjadi di darat dan untuk di laut disebut water sport,”Penamaannya saja berbeda, tapi sebenarnya sama saja karena berasal dari awan cumulonimbus juga,” imbuhnya.
Ia menerangkan, terjadinya awan cumulonimbus berawal dari bentuk awan cumulus yang tercipta akibat dari udara yang naik dan mengembun di langit. Awan ini, berkembang melalui proses kondensasi dan ketika masa udara labil karena musim puncak penghujan atau memasuki peralihan musim akan membentuk awan cumulonimbus yang lebih besar.
“Ketika masa udara itu labil. Jadi masa udara yang bisa naik ke atas itu akan membentuk awan yang besar juga. Dari masa angkatnya yang besar bisa terbentuk awan yang besar. Kemungkinan terjadinya awan cumulonimbus juga lebih besar dibandingkan pada saat musim kering walaupun musim kering tetap bisa saja ada hujan. Tapi, kemungkinan terjadi awan yang lebih besar lagi pada saat musim hujan itu lebih cenderung bisa terjadi,” terangnya.
Ia menyatakan, bahwa potensi fenomena angin puting beliung di Bali bisa banyak terjadi sampai peralihan musim puncak penghujan ke musim kemarau.
“Iya lebih besar sampai di peralihan musim juga. Bisa karena kelabilan dari atmosfer itu juga lebih besar di peralihan musim. Misalnya musim kemarau ke musim hujan atau musim hujan ke musim kemarau atau musim pancaroba,” ujarnya.
Ia juga mengatakan, bahwa angin puting beliung secara geografis akan terjadi di tanah lapang atau tempat luas terbuka yang bisa menyerap suhu udara yang tinggi.
“Secara geografis lebih ke daerah yang cenderung lapang dan bisa menyerap tanah lebih dalam, karena daerah itu lebih panas dan suhunya lebih tinggi. Nah itu, jadinya tekanan udara itu lebih rendah di daerah itu. Sehingga, masa udara dari atas itu ketarik juga ke bawah dan menyebabkan awan (cumulonimbus), itu nanti akan muncul belalai jadi membentuk puting beliung,” ujarnya.
“Jadi, dia cenderung di tanah lapang daerah lapangan, misalnya kayak ladang itu rawan (puting beliung). Untuk pesisir itu, masa udara itu karena di kelilingi oleh laut jadi penguapan itu lebih intens di situ. Apalagi, dengan suhu pesisir yang cenderung panas dan juda ada masa udara yang cukup banyak membentuk awan itu juga ada potensi untuk terjadinya puting beliung,” lanjutnya.
Hal yang sama juga yang terjadi di daerah Nusa Penida karena kepulauan yang dikelilingi oleh lautan potensi untuk terjadi fenomena puting beliung itu pun ada.
“Iya tetap ada. Itu juga di kelilingi sama laut juga. Pernah juga terjadi di Canggu juga beberapa tahun yang lalu,” ujarnya.
Sementara, untuk kecepatan angin saat ini dari catatan BMKG Denpasar, masih normal dengan rata-rata 5 hingga 15 knot.
“Untuk saat ini masih termasuk normal untuk angin. Secara rata-rata sampai 30 kilo meter per jam atau sekitar 15 knot termasuk normal. Kalau kecendrungan kita memberikan peringatan kalau di atas 25 knot itu sekitar 50 kilo meter per jam. Untuk saat ini masih termasuk normal 5 sampai 15 knot,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan, untuk potensi fenomena puting beliung maupun angin kencang di musim puncak penghujan ataupun masuk peralihan musim itu cenderung lebih besar terjadi. Sementara, untuk musim puncak penghujan diprediksi akan berakhir di Bulan Februari 2024.
“Untuk Bali itu di sekitaran Januari-Februari. Nanti setelah Februari akan berangsur-angsur menurun intesitas hujan.
Himbaunya, mohon tetap waspada kepada masyarakat, khususnya pada saat musim-musim hujan yang dapat menyebabkan bencana sehingga tetap untuk mengupdate informasi BMKG untuk informasi cuaca. Dan mungkin bisa menghindari dulu berkegiatan yang terkait dengan wisata bahari,” ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah bangunan rumah warga di Banjar Gelagah, Desa Kutampi, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali, rusak akibat angin puting beliung, pada Jumat (9/2).
Angin puting beliung tersebut, menerbangkan genteng pada atap rumah warga,”Akibat kejadian tersebut menyebabkan kerugian materi yang dialami warga sekitar dan tidak terdapat korban jiwa maupun luka-luka,” kata Kapolsek Nusa Penida, Kompol Ida Bagus Putra Sumerta, saat dikonfirmasi Jumat (9/2) sore.
Ia menerangkan, peristiwa angin puting beliung itu disertai hujan lebat terjadi sekitar pukul 11.00 WITA dan menyebabkan beberapa bangunan milik warga sekitar mengalami kerusakan dan juga ada garasi yang roboh.
Sementara, pemilik bangunan yang mengalami kerusakan akibat peristiwa tersebut bernama Ni Wayan Sudani (33) I Made Latah (58) dan IWayan Selamet Aryadi (36) yang rumahnya masing-masing mengalami kerusakan pada atap rumah dan untuk warga bernama I Nengah Purna (46) mengalami kerusakan pada gudang dan garasinya roboh. (kanalbali/KAD)
Be the first to comment