
UBUD, kanalbali.id – Di pengujung Desember 2024, mendung dan hujan gerimis datang silih berganti. Robi tiba dengan wajah semringah di sebuah café di Ubud, Gianyar, Bali, tempat kami mengatur pertemuan.
Dia bukan sekedar seorang musisi. Bersama bandnya Navicula, Robi mengembangkan misi aktivisme dengan menyoroti masalah lingkungan, hukum, sosial hingga kesehatan mental.
“Kami mengajak teman-teman musisi yang peduli pada isu sosial dan lingkungan. Termasuk kasus korupsi yang berkaitan dengan bidang sumber daya alam,” kata pemilik nama lengkap Gede Robi Supriyanto ini.
Menjadi harapannya, agar semakin banyak orang yang mau mendengarkan.
“Sepuluh persen saja misalnya dari seluruh penduduk Indonesia, itu akan bisa mempengaruhi politisi dan pemerintah dalam mengambil kebijakan,” sebut Robi.
Dunia aktivisme digeluti Robi sejak tahun 1997 saat ia menjadi mahasiswa salah satu universitas pariwisata di Badung, Bali.
Minat utamanya sebenarnya pada Antropologi, hanya saja karena keterbatasan biaya keluarganya menyarankan ia belajar pariwisata dengan harapan setelah tamat bisa langsung bekerja.
Pergaulan dengan para intelektual dan aktivis di Bali membuatnya makin yakin bahwa selain musik, aktivisme juga menjadi pilihan hidupnya.
Robby malang melintang di dunia NGO (Non-Govermental Organization).

“Karena saya juga seorang petani dan menggeluti pertanian, saya mendapat kesempatan belajar pertanian di India, saat Vandana Shiva berkunjung ke Indonesia dan menawarkan beasiswa bagi pemuda yang tertarik mendalami pertanian organik,” tukas Robi.
Dari kesempatan belajar di luar negeri itulah, ia mendapat sertifikat internasional yang membuatnya selain bermusik, menjadi aktivis, juga menjadi pengajar di sebuah perguruan tinggi di Bali.
Dia juga belajar memahami bahwa kerusakan lingkungan berimbas langsung pada manusia. Misalnya saja soal mikroplastik di laut, tentu berdampak pada mereka yang menyukai makanan sea food.
“Ikan yang yang saya makan jadinya berbahaya karena ada unsur plastik pada ikan tersebut,” jelas Robi.
Ia menyebut kerusakan lingkungan di Bali saat ini sudah sejak belasan bahkan puluhan tahu mereka suarakan.
Pada lagu ‘Pantai Mimpi’ atau Dreamland misalnya, dia bercerita tentang pantai yang di Badung yang dikuasai investor. Saat itu dia melihat kemungkinan terjadinya pengerukan bukit yang benar-benar menjadi kenyataan pada saat ini.
Banyak masalah yang dihadapi Bali dari dulu yang berlanjut sekarang. Robi menyayangkan apabila itu hanya menjadi konsumsi berita di media sosial tanpa ada campur tangan dan solusi dari pemerintah.
“Kegaduhan di media sosial sifatnya reaktif, hanya gaduh saja. Hal ini kemudian hanya menjadi alat bagi beberapa politisi untuk mendulang suara saat pemilihan kepala daerah, bukan dengan solusi misalnya kebijakan pemerintah yang tepat,” ucapnya.
Perubahan iklim pun menjadi salah-satu isu yang terpenting yang ditekuninya. Sejak 2022, Robi bersama beberapa musisi di Indonesia membuat project bersama bernama IKLIM Fest untuk bersama-sama menyuarakan perlunya perhatian terhadap masalah itu.
Menariknya, sejak pandemi pada 2019-2022, ia mencoba menjajaki dunia wirausaha dengan membuka café di dekat rumahnya di Ubud, Gianyar.
Begitulah profil Robi Navicula, musisi yang selalu bicara dengan lugas, terstruktur dan ‘berisi’ karena apa yang ia sampaikan selalu disertai dengan data-data faktual, khas seorang aktivis. ( kanalbali/IST )
Be the first to comment