
DENPASAR,kanalbali-Puluhan model yang mengenakan karya desain terkini, sukses ‘menghipnotis’ pengunjung Festival Seni Bali Jani (FSBJ) 2019, di Panggung Ksirarnawa , Taman Budaya Bali, Minggu (27/10) malam. Kali ini Program Studi (Prodi) Desain Mode, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Seni Indonesia ISI Denpasar , menyajikan karya – karya spektakulernya.
Nemu Gelang, demikian tema yang diangkat dalam peragaan adi busana yang menyajikan karya – karya tekstil wastra Bali dari yang sudah lama hingga kekinian. ” Bicara identitas Bali, kita konsen tekstil tradisional Bali, kita melihat desain -desain yang ditampilkan berupa kain wastra Bali, sangat lama hingga kekinian,” kata Dr. Tjok Istri Ratna Cora Sudharsana, S.Sn selaku desainer yang juga Ketua Jurusan Fashion .
Pesannya, kata Cok Cora demikian disapa, melalui peragaan ini sebagai langkah nyata , pelestarian tesktil tradisional Bali, dalam karya adi busana, dapat menjadi jembatan budaya bangsa Indonesia khususnya bali.
Proses kreatif yang dihadirkan serangkaian mengisi ruang Festival Seni Bali Jani ini adalah pagelaran Nemu Gelang . Tema ini menggambarkan sebuah proses kreatif dalam penciptaan karya busana yang berujung pada kesadaran akan pentingnya penggunaan dan pemaknaan Wastra Bali sebagai bagian dalam identitas karya.
Melibatkan 30-40 model dari mahasiswa prodi desain mode, menampilkan karya – karya terbaru, termasuk karya ujian terakhir mahasiswa. Sedangkan para desainer yang terlibat selain dirinya ada Dr. Tjokorda Abinanda Sukawati ( Cok Abi) , Kadek Wira Dika Saskara, I Gusti Ngurah Krisna Adi, Ni Kadek Yuni Diantari dan Putu Darmara Pradnya Paramita.
Lebih lanjut diungkapkan, konten karya yang mengangkat Wastra Bali ibarat Kaja Kangin, bagi para desainer fashion, yakni diartikan kiblat utama dan sumber energi dalam sebuah proses kreatif acuannya dalam menemukan ruang ekplorasi dan pemantik dalam menentukan alur diri. “Sementara karya adibusana berbasis pada Wastra Bali merupakan muara dari proses kreatif seorang desainer,” bebernya.
Sejauh ini, pesan yang ingin disampaikan dalam pagelaran busana Bali Jani , sejalan dengan peraturan gubernur tentang pemakaian busana adat. ” Dunia fashion identik glamor, lihat saja tren penggunaan busana di masyarakat belakangan ini apa yang lagi viral , corak busana , style begitu cepat meluas dan kompak digunakan, sayangnya penggunaanya melanggar secara etika, ini yang harus diberikan pemahaman secara konsisten kepada masyarakat, bagaimana berbusana yang baik dan benar sesuai norma yang berlaku,” tandasnya.
Untuk itu pihaknya mengajak masyarakat agar menumbuhkan pengetahuan berbusana yang beretika , seperti apa busana yang benar dan baik sehingga cocok dikenakan untuk ke Pura, atau kegiatan lainya tanpa menimbulkan efek negatif.
Dalam karya yang akan dipersembahkan malam itu ada pengenalan bahan kain tenun khas Bali Timur , yang sejauh ini banyak orang tidak mengenalnya. ” Jadi ada Wastra Bebali namanya Saudan dan Tuu Batu dalam karya adibusana , umurnya ratusan tahun, kami perkenalkan corak langka kain khas kita Bali yang punya , nanti kita kenalkan ke publik ,” tuturnya.
Kain bebali itu , ia menyebut masih pola primitif , ketika digunakan dalam karya – karya kekinian jelas hasilnya luar biasa. ” Jadi orang Bali dalam menjalankan upacara Panca Yadnya , melalui nafas doa dan harapan masyarakat kita tempo dulu , bisa dilihat dari jenis wastranya, sangat disakralkan, nah ini yang kita coba sedang gali, dimana pengetahuan leluhur kita maha hebat itu mewarisi karya busana yang kita masih bisa lihat hari ini,” ucapnya.
Cok Istri Cora mengapresiasi kegiatan ajang Festival Seni Bali Jani sebagai wahana anak muda berkarya dan memberikan harapan untuk tumbuh generasi yang produktif dan menghasilkan di masa mendatang.” Kami sangat bersyukur dan mengapresiasi kegiatan seni Bali Jani ini sebagai wadah kreatifitas anak muda , para pelajar, mahasiswa menunjukan kemampuannya dalam menggali karya – karya utamanya di dunia mode atau fashion,” pungkasnya.
Untuk diketahui, ajang Seni Bali Jani 2019 akan menampilkan kegiatan diantaranya Pawimba (Lomba), Adilango (Pergelaran), Aguron-guron (Workshop), Kandarupa (Pameran), Tenten (Pasar Malam Seni), Timbang Rasa (Sarasehan).(*)