
Ada pemandangan unik di Pasar Badung, Denpasar , Sabtu (9/11) sore. Jika kita sering melihat penampilan puisi di gedung teater, ruang-ruang diskusi atau kerumunan komunitas tertentu, penyair Wayan Jengki Sunarta menampilkan puisi-puisinya di tengah hiruk pikuk pasar itu.
“Saya merasakan berada ditengah atmosfer kehidupan manusia yang tak pernah tidur,” katanya ketika diwawancarai.
Ia mengatakan dalam penampilanya, dia membawakan puisi yang relevan dengan situasi ada pula yang tidak relevan dengan situasi pasar. “Saya membawakn sebuah puisi seperti Ibu Pasar Kumbasari, dan Derita Jelata yang memang penggambaranya kadang sesuai dengan situasi kehidupan di pasar,” jelasnya.
Jengki juga membawakan sebuah puisi dengan judul Teluk Benoa. Sebuah puisi yang merepresentasikan alam dan kehidupan Bali yang kini tengah berada dalam ancaman pihak-pihak yang berusaha mengeruk keuntungan tanpa mengindahkan nilai-nilai.
Secara kesluruhan acara ini bertajuk “Festival Pasar Rakyat”. Even ini digelar dua hari yaitu Sabtu hingga Minggu (9-10 November).”Pasar yang biasa menjadi tempat transaksi ekonomi pada acara ini kita inovasikan sebagai salah satu tempat ekpresi seni dan kebudayaan” kata Putu Arjana, salah satu penyelenggara.
“Dipilihnya pasar Badung ini karena secara tata ruang dan bangunan, pasar ini lebih modern dibandingkan pasar lain di Bali. Selain itu kami melaksanakan kegiatan semacam ini di setiap kota di Indonesia” ujarnya.
Lebih lanjut, Putu Arjana mengemukakan ini adalah program interaktif yang bertujuan untuk menjadikan pasar ruang baru berekpresi. “Secara notabene, pasar adalah kawasan yang hanya berkutat dalam interaksi ekonomi namun dalam hal ini kami ingin menjadikan pasar juga menjadi ruang belajar dan berekpresi” paparnya.
Selain Jengky, ada pula Anggita, penyanyi muda berbakat yang (maaf) disabilitas yang juga turut berekpresi menunjukan suaranya bersama anak-anak penjual di pasar Badung.