
GIANYAR, kanalbali.id – Akademisi Fakultas Pertanian, Sains dan Teknologi (FPST), Universitas Warmadewa (Unwar) I Nengah Muliarta, menyatakan talas togog (Colocasia esculenta) merupakan varietas talas yang kaya akan karbohidrat, serat, dan berbagai vitamin penting.
Kemampuannya tumbuh di berbagai jenis tanah, termasuk tanah yang kurang subur, serta ketahanannya terhadap kondisi cuaca ekstrem menjadikannya pilihan ideal untuk daerah yang rawan pangan.
“Dengan memperkenalkan talas togog sebagai bahan pangan, masyarakat dapat mengurangi ketergantungan pada sumber pangan konvensional yang lebih rentan terhadap fluktuasi cuaca” kata Muliarta yang juga merupakan Ketua Tim Pengabdian saat memberikan pelatihan kepada PKK Desa Batuan di Batuan Gianyar pada Kamis (7/8/2025).
Pelatihan diberikan serangkaian pelaksanaan program pengabdian kepada masyarakat yang didanai oleh Dikti.
Menurut Muliarta, berdasarkan data BPS tahun 2021 konsumsi beras per kapita di Indonesia mencapai 114,7 kg per orang per tahun. Konsumsi kemudian menurun pada saat ini hingga mencapai 90,6 kg per orang per tahun.
Yuk Kenali Ragam Penipuan di Dunia DIgital
Sementara berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional 2022, konsumsi umbi-umbian yang kaya karbohidrat justru sangat rendah hanya 3,26 kg per kapita per tahun. Hal ini menunjukkan potensi untuk mengoptimalkan pemanfaatan ubi atau talas sebagai pangan diversifikasi menjadi sangat menjanjikan.
“Permasalahannya sekarang bagaimana caranya mudah dikonsumsi atau digunakan dan daya simpan Panjang. Salah satunya dapat dengan mengubahnya menjadi tepung, seperti yang kami lakukan saat ini” tegas Muliarta.
Muliarta menegaskan mengolah talas togog menjadi tepung merupakan strategi yang menjanjikan. Tepung talas dapat digunakan sebagai bahan baku untuk membuat berbagai makanan seperti kue, roti, dan mie. Tepung talas juga dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu bagi penderita alergi gluten.
Ia memaparkan bahwa talas togog tidak hanya enak dan mudah diolah. Berbagai manfaat kesehatan juga ditawarkan. Kandungan antioksidan dalam talas togog dapat membantu mengurangi risiko penyakit jantung dan diabetes.
Serat yang tinggi membantu menjaga kesehatan pencernaan dan mengontrol berat badan, sehingga menjadikannya pilihan yang baik untuk diet seimbang.
“Bahkan beberapa penelitian menyatakan indeks glikemik talas tergolong sedang hingga rendah, dan dapat diturunkan lebih lanjut dengan pengolahan tertentu, sehingga baik untuk pengelolaan gula darah” ungkapnya
Muliarta menambahkan talas togog merupakan jawaban dari diversifikasi pangan, agar tidak selalu terpatok pada beras. Pemanfaatan talas juga menjadi jawaban dalam upaya menuju ketahanan pangan dari sisi keberagaman jenis pangan. Pemanfaatan talas togog juga menjadi jawaban dari permasalahan food loss atau bahan pangan yang terbuang selama proses pengolahant.
“Selama ini kan cenderung tidak termanfaatkan dan diabaikan, sehingga dia masuk sebagai food lose. Pemanfaatanya merupakan upaya juga mengurangi food lose” jelas Muliarta.
Sedangkan Ketua PKK Desa Batuan, Kadek Dewi Sunastrini, Amd.Keb berharap dengan pelatihan dan pendampingan yang berkelanjutan dapat dikembangkan menjadi suatu produk yang baru. Produk baru tersebut dapat menjadi awal mulai bagi pengembangan UMKM di Desa Batuan.
“Ini bisa menjadi upaya dalam pengembangan produk baru dan menjadi bagian dari pengembangan usaha bidang kuliner” kata Sunastrini.
Sunastrini menyampaikan pelatihan yang didapatkan memberikan pilihan dalam upaya penyediaan jenis panganan dan bahan baku dalam pembuatan makanan di rumah tangga. Pastinya makanan yang dihasilkan juga memberikan manfaat dari sisi kesehatan.
Ia juga mengaku sangat senang karena diberikan bantuan bibit talas togog. “Kami juga sangat gembira karena juga ada bantuan bibit, sehingga bibit ini bisa dibudidayakan dan disebarluaskan agar tidak punah” ungkapnya. (kanalbali/Mul)