
Ember warna biru dengan kran air siap digunakan setiap saat. Siapapun yang akan masuk ke dalam warung harus bersedia untuk mencuci tangannya dengan sabun. Diatas tempat cuci tangan juga ditempel tulisan ‘Wajib Cuci Tangan’. Yakni, sebelum masuk dan setelah keluar warung makan.
Warung makan di kawasan Banjar Tegak Gede itu juga melarang pengunjung masuk jika tidak mengenakan masker. Di warung yang lain, ada yang menyiapkan masker gratis bagi pengunjung tanpa maseker. “Kami para karyawan juga wajib mengunakan masker saat melayani pengujung. Kalau ngak mau pakai masker tidak boleh kerja. Ini perintah bos kami,” ujar Diah, salah seorang karyawan warung makan asal Banyuwangi, Senin (22/6).
Adapun penataan meja serta kursi bagi pengnjung. Pengelola sengaja menempatkan meja dan kursi dengan jarak sekitar 1 meter, sehingga pengunjung tidak duduk berdekatan. Warung-warung tersebut juga menugaskan satu orang, selain menata parkir juga untuk mengingatkan pengunjung agar mengenakan masker dan cuci tangan sebelum masuk.
Desa yang dihuni banyak perantau untuk mengais rejeki dan menjadi pesinggahan sementara pelaku perjalanan antar pulau memang super waspada. “Kami memang sangat inten mengedukasi warga lokal dan perantau agar selalu patuh dengan himbauan pemerintah karena kami ingin di wilayah kami bersih dari penularan covid 19,” terang Perbekel (Kepala Desa), Yehembang Kangin Gede Suardika.
Semua komponen desa dilibatkan. Diantaranya, para kelian banjar, kelian adat, Pecalang, unsur muda mudi dan tokoh-tokoh masyarakat serta relawan. Mereka memberikan edukasi terhadap warga lokal dan perantau pada setiap kesempatan bertemu. Seperti kebiasaanmenggunakan masker jika bepergian, menyiapkan tempat cuci tangan di masing-masing rumah dan tempat usaha serta selalu menjaga jarak satu sama yang lainnya.
“Di wilayah kami banyak berdiri warung-warung makan, lokasinya dipinggir jalan raya utama dan pemiliknya semua warga perantau. Kami juga sering mendatangi rumah-rumah makan itu untuk memberikan himbauan untuk mematuhi himbauan pemerintah,” ujar Suardika. Meja kursi ditata sesuai dengan ketentuan jarak yang diisyararatkan pemerintah. Jam buka juga dibatasi dan dipastikan semua mematuhi ketentuan tersebut.
Gerakan edukasi dengan masif yang dilakukan Desa Yehembang Kangin terbukti anpuh dan efektif menekan penularan covid 19 di wilayahnya. Terbukti hingga saat ini belum ada dari warganya yang dinyatakan vositif covid 19. Padahal di desa ini banyak dihuni perantau yang membuka usaha warung makan serta menjadi pesinggahan sementara pelaku perjalanan antar pulau atau antar provinsi.
Keberhasilan Desa Yehembang Kangin ini rupanya diketuk tularkan kepada desa-desa lain di wilayah Jembrana, khususnya di Kecamatan Mendoyo. Pola yang diterapkan desa ini diadopsi oleh desa-desa lain melalui gerakan sambang desa yang dilakukan oleh Camat Mendoyo.
Camat Mendoyo I Putu Nova Noviana gencar melakukan sambang desa di wilayahnya meminta perbekel masing-masing desa untuk berperan aktif melibatkan komponen desa memberikan edukasi kepada warga terkait penanggulangan covid 19 seperti yang dilakukan Desa Yehembang Kangin.
“Saya rasa jika semua komponen yang ada di desa-desa berperan aktif secara sukarela saling mengedukasi atau menghimbau agar mematuhi himbauan pemerintah dan membiasakan hidup sehat, wabah corona ini cepat berlalu,” tegasnya.Tidak sebatas desa-desa yang ada di wilayahnya, melainkan semua yang ada di Bali atau di Indonesia melakukan hal yang sama, covid 19 tidak lagi menjadi momok yang menakutkan karena cepat berlalu.”Kuncinya adalah disiplin dan disiplin itu haruslah dimulai dari diri sendiri kemudian ditukarkan kepada orang lain. Langkah ini sangat diperlukan dalam menghadapi new normal,” tutupnya. ( kanalbali/KR11 )