 
Di tengah kesunyian yang sering menyelimuti isu kesehatan mental, sekelompok orang di Bali memilih mendaki, bukan hanya gunung, tetapi juga stigma yang selama ini membuat banyak orang diam dalam penderitaan.
Penulis: Angga Wijaya
Mereka adalah bagian dari Freedom Summit IV, sebuah ekspedisi pendakian yang akan berlangsung pada 17–20 Oktober 2025. Dalam empat hari, para peserta akan menaklukkan tiga gunung ikonik di Bali, yakni Gunung Agung, Gunung Abang, dan Gunung Batur.
Namun lebih dari sekadar tantangan fisik, tujuan mereka adalah menjaga agar layanan kesehatan mental gratis tetap menyala—khususnya layanan yang diberikan oleh Yayasan Bali Bersama Bisa.
“Freedom Summit bukan soal puncak, tapi tentang siapa yang ingin kita bantu di bawah sana,” ujar I Wayan Bimbim, Ketua Yayasan Bali Bersama Bisa, saat ditemui usai konferensi pers peluncuran acara di Dalung, Badung, Bali, Senin (8/7/2025).
Perjuangan Sunyi
Yayasan Bali Bersama Bisa (BBB) mungkin satu-satunya yayasan dengan layanan kesehatan mental gratis di Bali. Sejak berdiri pada 2021, mereka melayani lebih dari seribu orang setiap bulan. Layanan mereka meliputi konseling individu, terapi kelompok, lokakarya, hingga program rehabilitasi berbasis komunitas.
Indonesia saat ini hanya memiliki sekitar 600 hingga 800 psikiater untuk melayani lebih dari 270 juta penduduk. Itu artinya, satu psikiater harus menangani rata-rata 300.000 hingga 400.000 orang.
Di tengah keterbatasan itu, keberadaan BBB menjadi sangat penting, terutama bagi masyarakat yang tidak mampu mengakses layanan kesehatan mental berbayar.
“Kami melihat lonjakan kebutuhan sejak pandemi, dan terus meningkat sampai sekarang. Banyak orang datang dalam kondisi krisis,” kata Agus Endrawan, Manajer Operasional BBB.
Agus menyebut bahwa stigma masih menjadi tembok besar. Banyak yang datang diam-diam, karena takut dinilai “gila” oleh keluarga atau lingkungan. Tapi begitu mereka merasa diterima, proses pemulihan bisa berjalan perlahan.

Tiga Jalur Pendakian
Freedom Summit IV membuka tiga divisi pendakian, agar semua orang dari berbagai latar belakang bisa terlibat. Pertama, Mountain Heroes Division—jalur ekstrem untuk menaklukkan tiga gunung dalam tiga hari. Kedua, Mountain Explorers Division—perjalanan dua malam yang menggabungkan pendakian malam dan kebersamaan komunitas. Ketiga, Base Camp Heroes Division—untuk mereka yang ingin menikmati sesi lokakarya, musik, dan pendakian ringan bersama penerima manfaat BBB.
BEM FH Unud Gelar Diskusi Soal Revisi KUHAP
Setiap peserta wajib membuat halaman penggalangan dana pribadi, dengan target minimal sumbangan antara Rp1,25 juta hingga Rp5 juta tergantung divisi. Dana yang terkumpul seluruhnya akan digunakan untuk keberlangsungan layanan BBB.
“Semua orang bisa jadi pahlawan, tidak harus naik sampai puncak. Yang penting kita ikut menjaga agar layanan ini tetap ada,” kata Bimbim.
Mendunia ‘berbekal’ Uang Kepeng . Kok Bisa?
Freedom Summit pertama kali digelar pada 2021, saat BBB baru berdiri. Saat itu, seluruh dana dari pendakian digunakan untuk membangun fasilitas pertama mereka di Denpasar.
Tahun berikutnya, summit kedua digunakan untuk membiayai peluncuran program penyelamatan jiwa. Summit ketiga tahun lalu fokus menjaga keberlanjutan operasional.
Tahun ini, fokusnya adalah menjawab lonjakan permintaan layanan, yang terus memecahkan rekor. Dengan ratusan bahkan ribuan orang datang setiap bulan, BBB butuh dukungan nyata dari komunitas.
“Kita tidak bisa menunggu kebijakan saja. Kita harus bergerak bersama. Ini bukan soal yayasan, tapi soal kemanusiaan,” kata Agus.
Rute pendakian dimulai dari Desa Ban, salah satu wilayah termiskin di Bali. Jalur menuju Gunung Agung dibangun melalui lebih dari 500 jam kerja relawan. Di balik jalur terjal itu, tersimpan semangat solidaritas—bahwa tidak ada yang benar-benar sendirian.
Harapan Bersama
Salah satu alasan kuat di balik gerakan ini adalah kenyataan bahwa kasus bunuh diri masih tinggi di Bali, tapi jarang dibicarakan. BBB mencoba memecah keheningan itu dengan menjadi tempat aman bagi siapa pun yang membutuhkan bantuan, tanpa biaya dan tanpa syarat.
“Puluhan orang bunuh diri tiap bulan, tapi jarang kita dengar. Karena semua tertutup stigma. Freedom Summit ingin mengangkat suara mereka yang selama ini tak terdengar,” ujar Bimbim.
Melalui acara ini, masyarakat diajak untuk tidak hanya ikut mendaki, tetapi juga berdonasi, menyebarkan informasi, atau sekadar menghapus stigma lewat percakapan sehari-hari. Semua bentuk dukungan, kata Bimbim, sangat berarti.
Pendaftaran peserta sudah dibuka. Panitia juga membuka peluang donasi langsung dan sponsorship dari komunitas maupun korporasi. Tak kalah penting, setiap orang bisa ikut menyebarkan pesan kampanye ini.
“Kami tidak butuh pahlawan yang sempurna, kami butuh orang-orang yang peduli,” ujar Agus.
Freedom Summit IV bukan sekadar petualangan, tetapi gerakan kolektif untuk memastikan kesehatan mental bukan lagi hak istimewa bagi segelintir orang, tapi hak setiap manusia.
“Kalau kita bisa naik gunung demi foto, kenapa tidak naik gunung demi menyelamatkan hidup orang?” tutup Bimbim sambil tersenyum. ( kanalbali/AGW )
Untuk informasi dan pendaftaran Freedom Summit IV 2025, silakan buka: https://www.rightreasons.net/freedomsummit4



 
		 
		