BADUNG, kanalbali.id – Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan, untuk anggaran lima proyek break water di Pantai Kuta atau pemecah ombak mencapai Rp 260 miliar.
Proyek tersebut, untuk mencegah abrasi yang terjadi di Pantai Kuta, di Kabupaten Badung, Bali, dan rencananya break water akan dipasang juga di Pantai Legian hingga Pantai Seminyak.
“Anggaran yang dikeluarkan kurang lebih Rp 260 miliar rupiah. Ini merupakan bagian dari kerjasama loan dari JICA. Dan terus dikerjakan bersama-sama dengan para dari Adhi Karya dan juga semua elemen yang telah bekerja selama ini,” kata dia, saat meninjau proyek breakwater itu di Pantai Kuta, Badung, Senin (13/10).
“Jadi saya menyambut dan sekaligus mendorong kepada semua untuk bisa menuntaskan proyek ini, sesuai dengan timeline telah ditentukan. Termasuk tadi tantangan yang saya tanya adalah karena ada pasang surut, maka alat berat yang sedang digelar saat ini di-deploy itu ada
masa kerjanya yang paling efektif dari jam 6 sampai jam 9 pagi,” imbuhnya.
Kemudian, dari pukul 18:00 WITA sampai 21:00 WITA, karena ada pengaruh pasang surut, dan kalau sudah naik airnya maka harus diungsikan atau dipinggirkan dulu alat beratnya agar tidak tenggelam.
“Jadi saya rasa proyek-proyek infrastruktur semacam ini akan sekali lagi melindungi lingkungan kita, alam kita, dan juga ada aspek ekonomi dan pariwisata yang bisakita semakin majukan,” ujarnya.
Breakwater di Lokasi Lain
Kemudian, untuk wilayah rentan abrasi lainnya di Pulau Bali tentu pihaknya akan terus memonitor dan juga kita mendapatkan masukan-masukan, termasuk laporan dari Pemerintah di Provinsi Bali, termasuk juga di kabupaten-kota yang daerahnya mengalami abrasi.
“Nanti akan dipetakan secara lebih detail lagi. Iya memang ini bertahap, kita petakan dengan lengkap dengan itu. Tentu kita tuntaskan apa yang sudah dikerjakan terlebih dahulu sambil terus memastikan daerah-daerah lain yang juga memiliki kerentanan yang sama juga mendapatkan atensi dan perhatian, termasuk juga untuk anggaran,” ujarnya.
“Anggaran juga harus dipersiapkan, karena proyek-proyek semacam ini juga tidak murah. Kita harus siapkan dengan baik. Tetapi saya sudah cukup sering berkoordinasi dan juga mendorong
kementerian pekerjaan umum dan semua stakeholders yang terkait,” lanjutnya.
Menteri AHY juga menyampaikan, membangun infrastruktur itu tidak hanya untuk mengejar pertumbuhan ekonominya, tetapi menjaga betul kelestarian lingkungan alam Bali karena itu segala-galanya.
“Karena Bali merupakan andalan kita semua., andalan Indonesia, terutama dalam sektor
pariwisata. Bali harus terus terjaga, karena kalau terjadi bencana, terjadi abrasi yang kemudian juga membuat terganggunya aktivitas masyarakat dan juga bahkan punya daya rusak terhadap sektor ekonomi pariwisata, termasuk UMKM, kita semua yang akan menanggung konsekuensinya,” ujarnya.
“Masyarakat yang akan terdampak secara langsung. Dan ini juga sekali lagi berpengaruh pada aspek pariwisata secara nasional. Jadi kalau kita punya perhatian yang serius terhadap Bali, saya rasa itu sangat-sangat dapat dipahami. Dan inilah mengapa kementerian ataupun pemerintah pusat ingin terus hadir di Bali, bekerjasama dengan pemerintah provinsi dan juga kota yang ada di sini,” jelasnya.
Capai 18 Persen
Kemudian, untuk saat ini proyek break water baru mencapai 18 persen dan saat ini terus bergerak, karena kendalanya adalah pasang surut air.
“Tadi 18 persen. Artinya ini terus bergerak, tadi yang saya sampaikan ada tantangan alam. Jadi kita mau mengejar pun begitu karena ada pasang dan surut, sehingga tetap harus dia pastikan pekerjaannya aman, termasuk buat personil dan juga alat-alat yang kita gelar di sini,” ujarnya.
Kemudian, untuk alasan pemilihan metode break water dipilih untuk menanggulangi abrasi di Pantai Kuta, sudah dilakukan penelitian di beberapa tempat, tapi memang kondisi kombinasi antara break water dan sand nourishment ini yang paling cocok untuk kondisi di Kuta ini. Karena memang abrasi yang terjadi cukup besar, sampai 15 hingga 20 meter selama 10 tahun lebih.
“Artinya selalu kita perlu tahu metodologinya seperti apa. Tapi saya senang karena selalu dikembalikan kepada hasil riset juga. Bahkan tadi saya tanya, ini mengisi pasir dari mana, karena pasir, bisa saja pasir kan dari berbagai lokasi,” ujarnya.
“Ternyata dari daerah Jimbaran yang memang setelah diteliti sangat-sangat mirip karakternya dengan pasir yang ada di sepanjang Kuta ini. Jadi tidak boleh kita hanya melihat satu sektor, tetapi juga berdasarkan penelitian, kemudian juga pengalaman sebetulnya, best practice diintegrasikan dengan roadmap yang sudah kita buat untuk jangka panjang,” ujarnya. (*)


