Maju Mundur Rencana Kereta Bawah Tanah di Bali

Ilutrasi Kereta LRT bawah tanah - Dok.SBDJ
Ilutrasi Kereta LRT bawah tanah - Dok.SBDJ

Masalah kemacetan di Bali selatan harus segera diatasi sebelum warga Bali dan wisatawan menjadi semakin tak nyaman. Kereta bawah tanah salah-satu jawaban – Catatan Redaksi Akhir Pekan

Wacana pembangunan transportasi massal di Bali muncul lagi. Kali ini setelah Gubernur Bali Wayan Koster bertemu dengan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta (DKJ) Rano Karno alias Bang Doel pada Jumat (13/6/2025)

Disebut bahwa Pemprov DKI akan melakukan pendampingan dalam rencana pembangunan kereta bawah tanah dengan spesifikasi Mass Rapid Transport (MRT).

Meskipun ini adalah strategi yang baru, tapi sejatinya ini adalah langkah mundur dalam upaya menghadirkan layanan transportasi massal yang digadang-gadang memecahkan kemacetan di area Bali selatan itu.

Sebelumnya, Pemprov Bali pada masa Pj Gubernur Sang Mahendra Jaya, sudah sempat jauh lebih maju dengan keberhasilan menghadirkan investor yang akan mendanai proyek ini.

Gubernur Bali Wayan Koster (kiri) bersama Wagub DKJ Rano Karno saat pembicaraan kerjasama MRT - Dok.Humas Pemrov Bali
Gubernur Bali Wayan Koster (kiri) bersama Wagub DKJ Rano Karno saat pembicaraan kerjasama MRT – Dok.Humas Pemrov Bali

Sampai pada bulan Januari 2024 optimisme akan proyek kereta bawah tanah ini, meski saat itu digagas sebagai proyek Ligth Rail Transport (LRT) yang lebih kecil daya angkutnya, masih cukup tinggi.

Mahendra Jaya bahkan masih mempresentasikannya pada (Rakor) dengan Menko Infrastruktur dan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono, pada Kamis (23/1/2025).

Sebelumnya juga telah dilakukan upacara Ngeruwak di Parkir Sentra Kuta, Bali, pada Rabu (4/9/2024). Upacara Ngeruwak adalah sebuah prosesi peletakan batu pertama khas umat Hindu Bali sebagai tanda memohon restu kepada Tuhan untuk dimulainya sebuah proyek.

Tanda-tanda kemunduran kemudian terlihat ketika Dirut Utama PT Sarana Bali Dwipa Jaya (SBDJ) I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra mengundurkan diri dari posisinya. SBDJ adalah perusahaan yang dibentuk Pemprov Bali melalui Bali Development Fund untuk memfasilitasi proyek ini.

Alasan resminya adalah masalah pribadi. Tapi sumber lain menyebut, adanya persoalan dalam komitmen penyediaan dana untuk proyek ini dari pihak investor.

Adapun saat dipimpin oleh sosok yang akrab disapa Ari Ashkara itu, SBDJ telah menyelesaikan proses pemilihan Lead Investor dimana PT Bali Indah Prima dinilai sebagai calon yang paling memenuhi syarat.

PJ Gubernur Bali Sang Mahendra Jaya pada Upacara pengeruwakan menandai dimulainya pembangunan LRT Subway – IST

Proses pemilihannya dilakukan sangat serius melalui lelang secara terbuka dimana terdapat  delapan konsorsium global dinyatakan telah meminati proyek bertajuk  Bali Urban Rail and Associated Facilities.

Penilaian melibatkan konsultan internasional, yakni The Boston Consulting Group untuk masalah tender dan finansial, ARUP internasional untuk soal teknis serta Willam Hendrik & Siregar untuk masalah hukum.

Proses ini sesuai dengan cita-cita untuk menghadirkan proyek yang dibiayai sepenuhnya oleh pihak swasta, tanpa dukungan dana dari pemerintah.

PT SBDJ kemudian telah menetapkan PT Bumi Indah Prima (PT BIP) sebagai lead investor pembangunan Bali Subway dengan nilai investasi 20 miliar dolar AS.

Tahap pembangunan dibagi menjadi empat fase. Fase pertama proyek ini akan meliputi jalur dari Bandara I Gusti Ngurah Rai ke Central Parkir Kuta, dengan perhentian di Seminyak, Berawa, dan Cemagi dengan panjang 16 kilometer.

Fase kedua akan menghubungkan Bandara I Gusti Ngurah Rai ke Jimbaran, Universitas Udayana dan Nusa Dua dengan panjang 13,5 kilometer.

Total nilai investasi kedua fase ini mencapai USD 20 miliar. Kedua fase ini diharapkan selesai tahun 2028 dan beroperasi penuh pada tahun 2031. Jumlah gerbong pada fase I berjumlah 6 unit dengan kapasitas 240 penumpang dengan jarak tempuh dua menit per stasiun.

Setelah fase kedua selesai, baru akan dilanjutkan fase selanjutnya untuk jalur ke wilayah Berawa dan Sanur.

Rencana yang sudah sedemikian rapi ini sepertinya menjadi kabur kembali. Belum jelas benar road map atau peta jalan yang selanjutnya akan ditempuh oleh SBDJ dalam kerjasama dengan Pemprov DKJ.

Hal ini tentu menjadi tantangan bagi SBDJ dan Pemprov Bali. Adapun Direktur SBDJ Dodi Miharjana menyatakan, skema awal pembangunan yang mengandalkan pembiayaan pihak swasta akan tetap dilanjutkan.

Hal yang jelas adalah masalah kemacetan di area Bali Selatan sudah sangat mendesak untuk dipecahkan. Bila tidak, selain warga menjadi makin kurang nyaman, Bali pun terancam akan ditinggalkan oleh para wisatawan.

Tanda-tandanya bahkan sudah terlihat antara lain dengan pernyataan pendiri situs perjalanan terkemuka Lonely Planet, Tony Wheeler, yang tidak akan lagi mengunjungi Bali karena masalah kemacetan ini. ( kanalbali/RFH )

Apa Komentar Anda?