 
GLAUKOMA, salah satu penyakit mata yang masih sedikit terdengar asing di masyarakat, namun dapat menyebabkan komplikasi yang sangat merugikan, yang salah satunya adalah kebutaan permanen. Diketahui dalam 10 tahun terakhir, angka kejadian glaukoma meningkat pesat dari waktu ke waktu akibat dari pertambahan populasi penduduk di dunia.
Di Indonesia sendiri, menurut data dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan RI, pada tahun 2017 jumlah penderita yang pertama kali didiagnosis penyakit glaukoma mencapai angka hingga 80.545 kasus, dan tentunya kasus ini akan terus bertambah seiring berjalannya waktu.
Glaukoma adalah penyakit mata dimana terjadi kerusakan pada syaraf mata yang menyebabkan berkurangnya atau hilangnya lapangan pandang dan hilangnya fungsi dari penglihatan. Penyebab utama dari glaukoma sendiri adalah peningkatan dari tekanan bola mata.
Peningkatan tekanan bola mata ini disebabkan karena ketidakseimbangan antara jumlah cairan bola mata yang diproduksi dengan jumlah cairan yang dibuang. Selain itu, glaukoma juga dapat disebabkan oleh karena mata minus atau mata plus dengan ukuran kacamata yang ekstrem, genetik atau keturunan, penggunaan obat-obatan golongan steroid jangka panjang tanpa pengawasan dokter, penderita cedera atau trauma mata, dan juga faktor usia, yaitu diatas usia 40 tahun.
Klasifikasi penyakit glaukoma dibagi menjadi dua menurut penyebabnya, yaitu glaukoma primer dan glaukoma sekunder. Glaukoma primer adalah glaukoma yang tidak diketahui penyebab pastinya dan merupakan jenis glaukoma yang sangat umum ditemukan.

Glaukoma primer dibagi lagi menjadi dua yaitu, glaukoma primer sudut terbuka (GPSTa) dan glaukoma primer sudut tertutup (GPSTp). Sudut yang dimaksudkan pada penderita glaukoma sendiri adalah sudut pada bilik mata depan yang dibentuk oleh pertemuan dari iris dengan kornea mata.
Pada kasus glaukoma primer sudut terbuka (GPSTa), penderita akan mengalami gejala glaukoma dengan keadaaan sudut bilik mata yang normal atau terbuka, namun ditemukan adanya hambatan pada aliran keluar (outflow) cairan bola mata.
Pada kasus GSPTa ini tidak selalu ditemukan adanya peningkatan dari tekanan bola mata, dan kasus ini memiliki progesifitas yang lambat, sehingga biasanya penderita jarang sekali menyadari hingga adanya gejala berkurangnya lapangan pandang atau penurunan dari tajam penglihatan.
Penurunan lapangan pandang tersebut dapat digambarkan seperti melihat melalui lubang kunci, dimana bagian sisi tepi dari penglihatan akan lebih dahulu menyempit dan berwarna hitam.
Penyempitan ini berlangsung secara bertahap, hingga lama kelamaan dapat membuat penderita akan mengalami kebutaan total. Maka dari itu, glaukoma jenis GPSTa ini sering disebut sebagai silent blinding disease atau penyakit pencuri penglihatan.
Glaukoma primer sudut tertutup (GPSTp) terjadi ketika peningkatan tekanan bola mata secara cepat sebagai hasil dari tertutupnya sudut bilik mata depan. Glaukoma jenis ini merupakan salah satu kegawatdaruratan pada mata karena dapat menyebabkan kebutaan bila tidak ditangani dengan cepat.
GPSTp memiliki keluhan yang lebih berat dan cepat daripada glaukoma primer sudut terbuka (GPSTa), yang dimana salah satunya adalah nyeri pada mata yang muncul secara mendadak, mata menjadi berwarna merah, penglihatan menurun secara mendadak, kemudian juga terdapat gejala seperti melihat warna pelangi saat melihat sumber cahaya (lampu), dan juga bisa disertai dengan mual dan muntah.
Sedangkan, glaukoma sekunder adalah penyakit glaukoma dengan peningkatan tekanan bola mata yang dsebabkan oleh kelainan pada mata atau penyakit lainnya, seperti komplikasi penyakit katarak atau trauma pada bola mata, dan juga sering ditemukan pada pasien dengan diabetes melitus dan hipertensi.
Selain itu, penggunaan obat-obatan golongan steroid jangka panjang tanpa pengawasan dokter juga sering menyebabkan penyakit glaukoma ini.

Bila anda atau keluarga anda mengalami gejala-gejala seperti yang disebutkan diatas, maka segeralah untuk diperiksakan ke dokter mata.
Nantinya anda akan menjalani beberapa pemeriksaan untuk mendiagnosis glaukoma seperti, pemeriksaan tekanan bola mata dengan tes tonometri, evaluasi dari struktur bola mata, pemeriksaan luas lapangan pandang dengan tes perimetri, pemeriksaan sudut bilik mata depan dengan tes gonioskopi, dan juga tes pakimetri untuk memeriksa ukuran ketebalan dari kornea.
Bila hasil dari pemeriksaan tersebut dinyatakan mengidap penyakit glaukoma, maka pengobatannya harus dilakukan seumur hidup, terutama pada kasus glaukoma primer sudut terbuka. Dewasa ini, belum ada terapi yang dapat menyembuhkan glaukoma secara total.
Namun tujuan dari pengobatan glaukoma adalah untuk mencegah kondisi mata semakin buruk, dan mengontrol agar tidak terjadi kerusakan yang lebih lanjut pada saraf mata. Salah satu pengobatan yang paling umum dilakukan adalah dengan penggunaan tetes mata untuk mengurangi tekanan dari bola mata.
Obat-obatan ini diberikan untuk mengurangi jumlah cairan bola mata yang diproduksi ataupun untuk memperlancar aliran keluar (outflow) cairan bola mata. Terapi dengan tetes mata ini dibutuhkan tingkat kepatuhan yang tinggi, karena terapi ini dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan terus menerus.
Selain dengan tetes mata, adapun tindakan lain yang dapat menjadi terapi dari glaukoma, salah satunya adalah tindakan operasi bedah dan tindakan laser. Namun perlu diketahui, untuk tindakan tersebut tidak serta merta dapat dilakukan pada semua kasus glaukoma, hanya kasus glaukoma tertentu saja yang dapat dilakukan tindakan operasi bedah dan tindakan laser.
Pencegahan dari penyakit glaukoma sendiri dapat dilakukan dengan skrining untuk mendeteksi dini adanya penyakit glaukoma pada mata.
Skrining dapat dilakukan setiap 2-4 tahun sekali pada kelompok usia dibawah 40 tahun dan setiap 2 tahun sekali pada kelompok usia diatas 40 tahun. Namun, pada kelompok dengan riwayat glaukoma pada keluarga, diharapkan dapat melakukan skrining setiap 1 tahun sekali.
Selain itu, gaya hidup sehat, seperti olahraga yang teratur, diet gizi yang seimbang, istirahat yang cukup dan pengelolaan stress yang baik juga dapat menjadi salah satu tindakan pencegahan untuk penyakit glaukoma. (kanalbali/IST)



 
		 
		