
TABANAN, kanalbali.id– Gubernur Bali, Wayan Koster berencana memasang alarm pendeteksi banjir yang akan dipasang di empat sungai. Yaitu di Tukad Badung, Tukad Mati, Tukad Unda dan Tukad Ayung.
Saat ini pihaknya, sedang membahas ini dengan Balai Sungai untuk pengadaan barang dan jasa tahun 2026.
” Jadi nanti ada peralatan mendeteksi ketinggian air. Pada ketinggian tertentu dia bunyi. (Target) 2026,” kata Koster, seusai pemberian bantuan korban banjir di Gedung Kesenian I Ketut Maria, di Kabupaten Tabanan, Kamis (2/10).
Langkah mitigasi lainnya adalah Pertama norma melakukan lisasi sungai, kedua melakukan audit wilayah sungai dari hulu sampai hilir terutama juga di Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dimana terjadi pedangkalan dan harus dikeruk.
“Dinormalisasi kemudian kalau ada yang sudah gundul di wilayah DAS itu harus ditanam pohon lagi direboisasi atau direvitalisasi,” imbuhnya.
Selain itu, untuk bangunan rumah di sepadan atau dipinggir sungai pihaknya akan mengajak warga bicara, untuk mengantisipasi adanya banjir besar di Bali.
“Kalau ada rumah yang berada di pinggir sungai yah harus kita ajak bicara warga. Karena, banjir ini kan terjadi di setiap hampir musim hujan banjir, cuma ada banjir kecil. Banjir yang besar sekarang ini paling besar, ini karena curah hujannya itu paling tinggi 395 mili meter per hari ini luar biasa dan ini pertama baru terjadi,” katanya.
Pelanggaran Tata Ruang
Gubernur Koster juga mengakui, adanya pelanggaran Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali, terutama di hilir atau di wilayah Tukad Badung.
“Ada (pelanggaran), terutama sekali di hilir di Tukad Badung itu kan rumahnya pinggiran sungai semua. Karena memang rumahnya itu dari zaman dulu, zaman dulu kan tata ruangnya nggak ada, turun temurun di situ dia,” ujarnya.
“Sekarang ada aturan, kalau sekarang dia melanggar tata ruang, tapi kan tidak serta merta orang bisa dipindah. Tapi kalau sekarang orang mau mengajukan pembangunan di wilayah sepadan sungai, sudah tidak bisa,” jelasnya.
Selain itu, Gubernur Koster juga mengakui bahwa ahli fungsi lahan meningkat di Pulau Bali. Tapi untuk penyebab banjir bukan faktor ahli fungsi lahan saja tetapi faktor lainnya juga. Selain itu, pihaknya sedang merancang
peraturan pengendalian alih fungsi lahan dan saat ini masih dibahas secara internal dan berencana mengajukan pembahasan aturan ini ke DPRD Bali dalam kurun waktu dua bulan.
“Ahli fungsi lahan betul meningkat. Tapi yang ini bukan itu semata-mata penyebabnya tapi memang karena hujannya tinggi. Dan tentu saja ahli fungsi lahan itu menjadi faktor yang harus menjadi perhatian kita,” ujarnya.
“Karena itu, sekarang sedang dirancang peraturan daerah, pengendalian ahli fungsi lahan produktif tidak boleh digunakan untuk komersial. Sudah dibahas mudah-mudahan dua bulan selesai,” ungkapnya.
Ia juga menyebutkan, bahwa Pulau Bali akan masuk musim penghujan di Bulan November hingga Februari dan pihaknya akan melakukan mitigasi lebih awal agar mencegah banjir besar di Bali.
“Nanti akan terjadi musim hujan yang lebat itu bulan November, Desember, Januari, Februari, dengan pengalaman banjir sekarang ini, yang kita alami 10 September yang lalu. Maka ini akan dilakukan mitigasi lebih awal untuk mengantisipasi musim hujan pada Bulan November sampai Februari nanti,” ujarnya.
Sebelumnya, BPBD Provinsi Bali mencatat 18 orang tewas akibat banjir di wilayah Bali yang terjadi pada Rabu (10/9). Empat orang masih dalam pencarian.
“Korban meninggal dunia tercatat 18 orang, dengan 12 di antaranya di Kota Denpasar, tiga di Kabupaten Gianyar, dua di Kabupaten Jembrana, dan satu di Kabupaten Badung,” kata Kepala UPTD Pengendalian Bencana Daerah BPBD Provinsi Bali, I Wayan Suryawan dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/9). (kanalbali/KAD)