
DENPASAR, kanalbali.id – Rencana pembangunan proyek strategis nasional Floating Storage Regasification Unit (FSRU) LNG di kawasan Sidakarya tidak pernah mendapat penolakan dari masyarakat.
Hanya warga mengharapkan proyek FSRU LNG di Sidakarya itu memperhatikan keselamatan lingkungan dan memberi keuntungan bagi semua pihak.
“Setipa kebijakan harus membawa manfaat bagi lingkungan dan masa depan Bali,” tegas Bendesa Adat Sidakarya, I Ketut Suka saat diwawancarai wartawan, Rabu (21/5/2025).
“Titiang sebagai masyarakat bawah pastika mengharapkan yang terbaik dan bermanfaat untuk masyarakat sekitar dan Bali umumnya. Jikapun ada yang bermain untuk keuntungan pribadi atau kelompok dengan mengorbankan yang lain, biar mereka menerima buah karmanya,” ujarnya tegas.
BACA JUGA: Kotoran Babi Bisa Jadi Sumber Energi Gas Lo, Ketut Sepot di Payangan Sudah Membuktikan
Menurutnya, proyek FSRU telah melalui proses sosialiasi dan diskusi di tingkat adat, sehingga semua pihak semestinya sudah memahami substansi proyek.
Tokoh masyarakat Sanur, I Wayan Supriatna menyanyangkan adanya tokoh yang dinilai asal bicara tanpa mengetahui secara detail baik data teknis, regulasi, dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
“Ini bukan proyek yang datang tiba-tiba. Seluruh prosesnya sudah melalui harmonisasi antara Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali, dengan keterlibatan aktif desa adat dalam diskusi dan pengambilan keputusan,” katanya.
Desa adat justru menjadi aktor utama dalam menyampaikan aspirasi sehingga ketika ada yang bicara soal kesucian pura, mangrove, atau alur kapal pariwisata tanpa memahami data teknis terbaru, berarti mereka tidak mengikuti perkembangan.
Menurutnya, proyek FSRU tidak hanya bermanfaat secara strategis, tapi juga memberikan dampak langsung ke masyarakat adat.
“Desa Adat Intaran justru paling banyak menerima manfaat. Ada sekitar empat hektar hasil pengerukan (dredging) yang akan digunakan untuk menata Pantai Muntig Siokan. Begitu juga di Sidakarya dan Serangan. Itu manfaat nyata, bukan sekadar janji,” ujarnya.
Ketua Bali Tourism Board (BTB), Ida Bagus Agung Partha Adnyana (Gus Agung), memperkuat pernyataan tersebut. Ia menegaskan bahwa penolakan tanpa data dan solusi rasional hanya akan menghambat upaya Bali menuju kemandirian energi.
“Bali butuh listrik bersih yang terjangkau. Jangan terjebak teori tanpa realita. Masyarakat yang akan menanggung dampaknya kalau krisis energi tidak segera ditangani,” ucapnya. ( kanalbali/RLS )
Be the first to comment