
DENPASAR, kanalbali.id – Perlindungan subak di tengah masifnya pembangunan di lahan persawahan di daerah Kabupaten Tabanan, Bali, menjadi salah satu topik dalam debat Paslon Cabup-cawabup.
Debat yang mempertemukannomor urut 1, yaitu I Nyoman Mulyadi-I Nyoman Ardika dan Cabup dan Cawabup nomor urut 2, I Komang Gede Sanjaya-I Made Dirga atau Sandi, dilangsungkan pada Kamis (31/10) malam.
Pertanyaan panelis, yang dibacakan moderator meminta langka kongkret ke cabup-cawabup, terkait perlindungan subak di daerah Tabanan yang kini terancam oleh masifnya pembangunan. Bahkan, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sempat mengancam untuk mencabut status subak yang berada kawasan Catur Angga Batu Karu sebagai warisan budaya dunia.
Cawabup I Nyoman Ardika menjawab soal permasalahan subak itu, mengatakan dirinya sebagai anak petani kedepannya akan konsen untuk perlindungan subak dan peduli kepada ratusan pekaseh atau pemuka adat yang bertugas memimpin subak di Tabanan.
“Kami sebagai anak petani tentu akan konsen sekali dengan subak dan jumlah pekaseh di Tabanan ada 418 pekaseh. Hari ini, mereka semua menjerit tentang permasalahan yang terjadi di lingkungan subak dan kami berkomitmen untuk peduli dengan pekaseh yang ada di Tabanan,” kata Ardika, di Bali Sunset Convention Center, Denpasar Selatan, Kota Denpasar.
Ia menerangkan, terkait subak yang merupakan warisan budaya dunia yang rencananya akan dicabut statusnya oleh UNESCO. Pihaknya sudah memikirkan hal yang paling prinsip dalam ranah pertanian.
Menurutnya, ada empat hal yang perlu digarisbawahi dalam sektor pertanian di Kabupaten Tabanan. Pertama adalah soal air, bagaimana petani bisa mencari air untuk mengaliri area pertanian mereka termasuk sektor irigasi. Lalu, kedua soal bibit, bagaimana bibit bisa disediakan oleh pemerintah untuk mereka bisa beroperasi dengan baik tanpa harus mengeluarkan uang yang lebih banyak ketika hasil pertanian sangat menurun dibelakang ini dan ketiga adalah soal pupuk.
“Kami akan hadir untuk memberikan pupuk bersubsidi, sehingga kami dengan slogan one komando kami akan bernegosiasi dengan pemerintah pusat untuk bisa menjamin pupuk itu sampai kepada tangan petani. Dan keempat adalah pasca panen, di hari ini alih fungsi lahan sangat masif terjadi karena sistem (OSS) sebenarnya harus dilakukan dengan sangat jujur dan bijaksana,” ujarnya.
Sementara, Cabup I Komang Gede Sanjaya menanggapi soal subak itu, dari pengalaman dirinya di Pemerintahan Kabupaten Tabanan, memandang sektor pertanian sebagai sokoguru atau tiang utama pembangunan tradisional kehidupan masyarakat Tabanan.
“Apalagi Tabanan dijuluki sebagai lumbung pangan dan lumbung berasnya Bali. Maka dari itu kami sangat apresiet tatkala tahun 2012, Jatiluwih dan Catur Angga sekitarnya ditetapkan sebagai warisan budaya dunia tentang subak,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan, bahwa subak ini adalah nafas masyarakat Bali khususnya di bidang pertanian yang sangat luar biasa. Namun, persoalan sekarang apa yang tadi disampaikan panelis bagaimana mengatasi terjadinya maraknya pembangunan dan terjadi di Desa Wisata Jatiluwih, di Kecamatan Penebel, Tabanan, dan menjadi persoalannya dan bahkan sampai ada ancaman.
Menurutnya, untuk persoalan di Jatiluwih dengan maraknya pembangunan kunci pertamanya adalah penertiban dan penertiban itu dimulai dari detail tata ruang yang dimiliki oleh kabupaten Tabanan.
“Baru ini kita memiliki detail tata ruang yang memang sudah menjadi acuan daripada Kementerian ATR. Dan, kita sudah mengimplementasikan dan menindaklanjuti dari pada arahan rencana tata ruang regulasinya dulu,” ujarnya.
“Maka dari itu dengan melakukan penertiban bukan saja menjadi tanggung jawab pemerintah, bagaimana kita mengajak komponen masyarakat sekitarnya khususnya Desa Jatiluwih itu sendiri. Dan begitu juga masyarakat desa adat setempat, kita kolaborasi melaksanakan penertiban dan justru bermanfaat untuk kehidupan ekonomi pertanian di Desa Jatiluwih,” ujarnya. (kanalbali/KAD)
Be the first to comment