Sekjen Golkar soal Pemisahan Pemilu: Ikut MK, Pilihannya Terbatas

Seketaris Jendral (Sekjen) DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji saata membuka Musda Golkar Bali - IST
Seketaris Jendral (Sekjen) DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji saata membuka Musda Golkar Bali - IST

DENPASAR, kanalbali.id  – Sekretaris Jendral (Sekjen) DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji merespon soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan pemilu nasional dengan pemilihan kepala daerah (pilkada).

Sarmuji mengatakan,  pihaknya masih mengkaju  dua pertanyaan yang mendasar.

“Pertama, apakah kita masih bersepakat bahwa MK itu adalah lembaga yang memiliki kewenangan untuk menafsirkan Undang-Undang Dasar (UUD) dan karena kewenangannya itu, punya hak untuk menentukan aturan mana yang sesuai atau tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar,” kata dia, usai membuka Musyawarah Daerah (Musda) Xl Partai Golkar Provinsi Bali, di Denpasar, Bali, pada Minggu (13/7) sore.

Kemudian, yang kedua yang perlu dipertanyakan apakah keputusan MK itu mengikat dan apakah MK itu lembaga yang memiliki kewenangan menafsirkan undang-undang dasar atau UUD.

“Kedua, apakah kita masih bersepakat bahwa keputusan MK itu final dan mengikat?. Kalau kita masih bersepakat dalam dua hal itu, opsinya menjadi terbatas. Opsinya mengikuti keputusan MK atau kita membuat Undang-Undang baru yang tidak melanggar, yang sesuai dengan keputusan MK tersebut,” jelasnya.

“Misalkan kita membuat Undang-Undang baru, misalkan kalau DPR dan Pemerintah setuju. Misalkan kita, Gubernur dipilih oleh DPRD itu kan juga bisa, masih memungkinkan. Jadi keputusan MK tidak menghalangi revisi Undang-Undang Pemilu termasuk revisi Undang-Undang Pemilu kepala daerah,” katanya.

Kemudian, saat kembali ditanya apakah Golkar setuju atau tidak terkait putusan MK tersebut. Ia kembali menegaskan jika masih sepakat dengan dua hal tersebut tentu opsinya terbatas.

“Kan saya bilang. Kalau kita masih bersepakat dengan dua hal mendasar tadi, itu opsinya menjadi terbatas,” ujarnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun dan enam bulan.

Pemilu nasional antara lain pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (26/6). (kanalbali/KAD)***

Apa Komentar Anda?