
DENPASAR, kanalbali.id – Komisaris Utama PT. Bali Turtle Island Development (BTID), Tantowi Yahya bertemu dengan anggota DPR RI dan anggota DPD RI serta warga di Kelurahan Serangan, terkait sejumlah polemik.
Antara lain adalah perubahan nama jalan dari Jalan Pulau Serangan menjadi Jalan Kura-kura Bali dan juga sebelumnya menjadi polemik nama Pantai Serangan menjadi Pantai Kura-Kura Bali jika dilihat dari Google Map, serta pagar laut di laut Serangan.
Tantowi Yahya mengatakan, soal yang menjadi isu besar adalah soal nama jalan dan itu sebenarnya diberikan nama itu ketika ada event KTT G20 pada saat itu agar mempermudah para delegasi ke KEK Kura-kura Bali.
“Persoalan nama jalan itu isu besar. Saya rasa itu karena tadi sudah jelas kami berikan nama ruas itu, karena tadi tidak punya nama untuk memudahkan para tamu-tamu yang datang di G20. Maka kami beri nama saja jalan Kura-kura Bali. Karena tempat ini adalah Kura-kura Bali yang terletak di Pulau Serangan,” kata Tantowi di UID Campus, Serangan, Denpasar, Kamis (30/1).
Ia juga menyebutkan, bahwa soal nama jalan itu tentu akan dicabut tetapi sebelumnya akan dirapatkan dengan pihak manajemen di PT. BTID.
BACA JUGA: Nelayan Serangan Laporkan Pembatasan Laut di Area KEK Kura-Kura ke Anggota DPR RI
“Saya rasa iya (dicabut). Dan yang lain-lain di depan anggota dewan kami akan membahas secepatnya dan kami berikan laporannya,” imbuhnya.
Ia juga menyebutkan, bahwa soal akses nelayan di kawasan KEK Kura-kura Bali sebenarnya sudah diberikan kepada nelayan di Desa Serangan, tetapi terbatas karena saat ini proyek KEK Kura-kura sedang berjalan dan itu untuk keamanan.
“Akses nelayan itu sebenarnya sudah kita berikan tetapi terbatas kepada nelayan di
Desa Serangan. Karena kami punya pola pikiran bahwa tempat ini harus memberikan dampak semaksimum mungkin bagi masyarakat terdekat yaitu Desa Serangan yang profesinya sebagian besar adalah nelayan. Makannya untuk memudahkan kami berikan tanda supaya gampang untuk proses monitor. Tapi ini, kalau misalnya dianggap sesuatu yang memberatkan tentu kami akan bawa ke dalam rapat manajemen,” imbuhnya.
Ia juga menyatakan, bahwa PT. BTID menyadari betul bahwa tanah, pantai, air itu adalah milik negara tetapi pihaknya menyewa untuk kepentingan masyarakat yang seluas-luasnya dan ia juga menegaskan bahwa di Pulau Serangan tidak ada pengavlingan laut.
“Yang ada itu sewa, untuk kita kelola sebaik-baiknya itupun untuk kepentingan masyarakat yang seluas-luasnya. Pertama di pulau ini tidak ada pengavlingan laut seperti yang terjadi di daerah pesisir lainya, tidak ada,” katanya.
Kemudian, yang kedua soal adanya pelarangan ke kawasan KEK Kura-kura itu sebenarnya tidak ada dan mungkin yang menjadi masalah adalah narasi dari petugas kemanan yang harus diperbaiki kedepannya.
“Yang kedua itu, kalau misalnya terjadi pelarangan itu saya sendiri tidak melihat pelarangan itu dimana. Iya mungkin yang menjadi masalah adalah ini narasi yang disampaikan oleh para petugas kemanan kami, yang mungkin yang harus kita perbaiki. Tapi adanya sedikit pelarangan itu pertama untuk alasan keamanan kedua adanya proyek yang sedang berjalan,” katanya.
Ia juga menyebutkan, jika nanti proyek KEK Kura-kura telah selesai tentu akan terbuka luas bagi publik karena saat ini pembangunan baru selesai 30 persen.
“Nanti kalau ini sudah selesai menjadi kawasan ekonomi khusus iya samalah dengan kawasan ekonomi khususnya, terbuka luas untuk siapapun. Kita juga bangun factory outlet tidak mungkin masyarakat dibatasi kalau factory outlet-nya sudah dibuka,” ujarnya. ( kanalbali/ KAD )
Be the first to comment