
DENPASAR, kanalbali.id – Kepolisian Polda Bali, menangkap dan menetapkan tersangka seorang pria berinisial AF (53) asal Jerman terkait kasus PARQ Ubud atau yang dikenal sebagai ‘Kampung Rusia’ di Jalan Sriwedari, Tegallalang, Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali.
Tersangka AF adalah Direktur PT. PARQ Ubud Partners dan Direktur PT. Tommorow Land Development Bali dan Direktur PT. Alfa Management Bali, dan sudah ditahan oleh Polda Bali sejak tanggal 17 Januari 2024.
Kapolda Bali Irjen Pol Daniel Adityajaya mengatakan, telah berhasil mengungkap perkara tindak pidana alih fungsi lahan pertanian dan sawah dilindungi yang sudah diatur dalam Undang-undang RI, Nomor 22, Tahun 2019 tentang sistem budi daya pertanian berkelanjutan dan Undang-undang RI, Nomor 41, tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
“Motifnya ekonomi, dan modus operandi pelaku melakukan kegiatan pembangunan sebuah vila, spa center dan peternakan hewan di atas lahan sawah dilindungi dan lahan pangan pertanian berkelanjutan (LP2B) yang termasuk dalam sub zona tanaman pangan (P1) tanpa dilengkapi dengan perizinan,” kata Irjen Pol Daniel Adityajaya, saat konferensi pers di Kantor Direskrimsus Polda Bali, Jumat (24/1) sore.
Penyelidikan ahli fungsi lahan di PARQ Ubud tersebut sudah dilakukan sejak 24 Oktober 2024 oleh Ditreskrimsus Polda Bali, atas informasi masyarakat dan melalukan penyelidikan dan ditemukan adanya dugaan tindak pidana alih fungsi lahan pertanian dan sawah dilindungi berupa pembangunan sebuah vila, bangunan Spa dan peternakan hewan yang berada di PARQ Ubud.
Kemudian, pihak kepolisian melakukan klarifikasi terhadap tersangka dan karyawan di PARQ Ubud. Lalu, berdasarkan hasil interogasi dari karyawan dan staf serta seseorang saksi yang berinisial IGNES yang merupakan pemilik lahan didapatkan 34 sertifikat hak milik (SHM) yang dipergunakan oleh usaha PARQ Ubud.
Kemudian, terhadap 34 SHM tersebut dikoordinasikan dengan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Gianyar, untuk menggambarkan pola ruang dari PARQ Ubud. Dari hasil pola ruang PARQ Ubud ditemukan dalam pembangunan berada pada tiga zona yaitu zona P1 atau Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dan LP2B, zona perkebunan (P3) dan zona pariwisata.
“Lama operasionalisasi PARQ Ubud terdiri dari dua zona. Pertama, zona pariwisata dan distrik vila yang dibangun pada kawasan sama yang dilindungi LSD. Untuk zona pariwisata telah beroperasi selama kurang lebih 4 tahun sejak 2020, yang saat ini sudah ditutup secara permanen oleh Pemda Kabupaten Gianyar, pada tanggal 20 Januari 2025,” ujarnya.
“Kemudian yang kedua, untuk distrik vila pada kawasan LSD telah beroperasi selama dua bulan sejak Oktober 2024 dan saat ini status quo oleh Polda Bali,” lanjutnya.
Usaha akomodasi PARQ Ubud sudah beroperasi sejak tahun 2020, usaha tersebut informasi awalnya dijalankan oleh saksi IGNES. Namun, usaha tidak memiliki izin dan usaha PARQ Ubud berada pada zona kawasan pariwisata dan tanaman pangan atau lahan sawah dilindungi dan lahan pertanian berkelanjutan.
Kemudian, Pada Bulan Mei 2024 Pemda Gianyar pernah melakukan teguran terhadap PARQ Ubud. Kemudian saksi IGNES menjelaskan bahwa saksi sebagai pemilik lahan dan pemilik usaha PARQ Ubud adalah tersangka AF.
“AF juga mengakui telah melakukan sewa-menyewa kepada para pemilik lahan. Dan yang bersangkutan juga mengakui telah membangun vila, Spa center dan peternakan hewan, yang diduga berdiri di atas lahan sawah yang dilindungi dan lahan pangan pertanian berkelanjutan yang disewa oleh kepada para pemilik lahan,” ujarnya.
Adapun saksi-saksi dalam perkara tersebut sejumlah 28 orang terdiri dari beberapa Kepala Perangkat Daerah Provinsi Bali, Kepala Perangkat Daerah Kabupaten Gianyar, camat dan perangkat lurah, bendesa dan Pekaseh Ubud, serta para direktur perusahaan terkait dan para ahli serta para pemilik lahan.
Sementara Direskrimsus Polda Bali Kombes Pol Roy H.M Sihombing mengatakan, bahwa PARQ Ubud berdiri di atas lahan seluas 6 hektar lebih dan bermasalah terkait penggunaan ahli fungsi lahan sekitar 1,8 hektar dan sisanya adalah zona pariwisata.
“PARQ Ubud ini berdiri di atas lahan seluas 6 hektar lebih yang bermasalah dengan kita terkait penggunaan ahli fungsi lahan itu 1,8 hektar yang sisanya itu merupakan zona wisata. Namun dalam hal pembangunan sekalipun dia zona wisata, dia harus dilengkapi dengan izin dan izin inilah yang sedang ditindaklanjuti oleh pemerintah Kabupaten Gianyar. Dimana lokasi tersebut sudah ditutup seiring dengan pencabutan investasi yang dilakukan oleh Kementerian Investasi,” ujarnya.
Atas perbuatannya, tersangka AF dijerat dua pasal yakni Pasal 109 jo. pasal 19 ayat (1) UU RI nomor 22 tahun 2019 tentang sistem budi daya pertanian berkelanjutan. Dia terancam dijerat hukuman paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.
Selain itu, dia juga dikenakan Pasal 72 jo. pasal 44 ayat (1) UU RI nomor 41 tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Pada pasal tersebut, HF bisa dijerat hukuman maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar. (kanalbali/KAD)
Be the first to comment