
Kemajuan teknologi di samping memiliki manfaat juga terdapat konsekuensi dan risiko di dalamnya. Terlebih bagi orang-orang yang tidak memahami literasi digital, bahaya kejahatan lebih mudah menghampiri.
“Kita sadar betul kalau kemajuan teknologi juga memunculkan kemajuan kejahatan atau upaya untuk mengambil suatu keuntungan dari suatu aktivitas. Kita harus mencermati hal itu,” jelas Adji Srihandoyo, Business Developer Director TC Invest, dalam Webinar Literasi Digital di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, Kamis (23/9/2021).
Di dunia digital kita sudah tidak asing dengan istilah hacker. Sering dianggap dan dicap negatif, nyatanya hacker ini pun terdiri dari berbagai jenis dan tidak semuanya melakukan kejahatan.
Adji menjelaskan, hacker atau peretas ialah orang yang mempelahari, menganalisis, memodifikasi, dan menerobos masuk ke dalam komputer dan jaringan komputer, baik untuk keuntungan atau dimotivasi oleh tantangan. Sementara itu, cracker ialah seseorang atau sekelompok orang yang masuk ke sistem orang lain dengan membypass password atau lisensi program komputer.
Dalam penjelasan Adji, cracker bisa secara ekstreme mengubah tampilan website, menghapus data, dan mencuri data dari sistem. Cracker-cracker ini bersifat destruktif yang menghancurkan sesuatu berbeda dengan hacker yang menganalisis kelemahan pada suatu sistem.

Setidaknya terdapat tiga jenis hacker yang memiliki tujuan berbeda. Pertama, black hat atau hacker yang melakukan aktivitas ilegal. Kedua, grey hat yaitu hacker yang melakukan aktivitas tidak etis, tetapi tidak sampai melanggar hukum.
Ketiga, white hat yaitu hacker yang menggunakan keahliannya untuk mengevaluasi kelemahan pada suatu sistem.
Hacker dan cracker pun memiliki sifat yang berbeda. Hacker masuk ke dalam sebuah sistem untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan sistem tersebut.
Kemudian, hal tersebut dilakukan karena memiliki kepentingan untuk membuat program dari sistem tersebut. Berbeda dengan cracker yang bersifat destruktif, biasanya cracker menerobos masuk ke dalam sistem untuk kepentingan pribadi dan mencari keuntungan, serta menggunakan alamat IP yang sulit dilacak.
“Persamaannya, mereka mudah mendapatkan akses dan keduanya mengambil keuntungan buat kepentingannya,” ungkap Adji.
Namun, hacker ini tidak merugikan dibanding cracker. Hacker biasanya bekerja karena diminta oleh orang lain seperti perusahaan, dan bertanggung jawab penuh akan hal tersebut.
Dibandingkan cracker yang bekerja secara sembunyi-sembunyi serta memiliki niatan jahat untuk menyisipkan kode virus, mencuri data, dan aktivitas merugikan lainnya.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi.
Webinar wilayah Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, Kamis (23/9/2021) juga menghadirkan pembicara, Fendi (Founder Superstar Community Indonesia), Karmilia Sinen (Dosen Unimuda Sorong), dan Tisa (Key Opinion Leader).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital. (Kanalbali/rls)
Be the first to comment