Buru Royalti Musik di Bali, LMK Selmi Targetkan Rp 60 Miliar di Tahun 2025

Pertunjukan musik pun harus membayar royalti - IST
Pertunjukan musik pun harus membayar royalti - IST

DENPASAR- Sekretaris Jendral (Sekjen) Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Sentra Lisensi Musik Indonesia (Selmi) Ramsudin Manullang mengatakan, pembayaran royalti musik di Bali baru mencapai 25 persen dengan nominal Rp 6 miliar. Tahun ini, pihaknya menargetkan bisa mencapai Rp 60 Miliar.

“Pengguna atau user musik di Pulau Bali yang tercatat di LMK Nasional atau LMKN ada ribuan sekitar 8 hingga 10 ribuan pengguna,” katanya.

“Jadi di Bali kalau data yang kita dapat itu ribuan, bisa 8-10 ribu user. Kita bicara pengguna dulu, baik hotel, restoran, karaoke dan segala macamnya yang kita dapat. Secara presentase, boleh saya katakan 25 persen baru yang sudah paid (dibayar) itu angkanya sekitar Rp 6 miliar,” kata Ramsudin saat dihubungi, Jumat (15/8) sore.

“Itu dari penggunaan (musik), hotel, restoran, (tempat) karaoke dan semua itu. Jadi data dari LMK total secara keseluruhan itu baru sekitar 25 persen dengan angka sekitar Rp 6 miliar yang sudah paid (dibayar) untuk wilayah Bali per Bulan Juli 2025,” imbuhnya.

Ia menyebutkan, bahwa data pembayaran royalti di Bali yang disampaikan oleh LMKN kurang lebih sekitar Rp 6 miliar.

Untuk di 2025 target pembayaran royalti musik di seluruh Indonesia ditargetkan mencapai Rp 60 hingga Rp 70 miliar dan untuk LMK Selmi sendiri juga menargetkan Rp 60 miliar.

“Kalau LMK punya target masing-masing. Kalau saya tidak salah itu total target 2025 saja untuk secara keseluruhan Rp 60 dan 70 miliar tahun 2025. Selmi sendiri juga targetnya seperti itu Rp 60 miliar dan ini dihitung total dari tahun sekian, masing-masing LMK berbeda-beda,” ujarnya.

Ia juga menerangkan, untuk penagihan royalti itu tidak ada dadakan dan sejak terbitnya Undang-undang Hak Cipta tahun 2014 lalu dari LMK sejak tahun 2016 sudah melakukan sosialisasi.

“Kita sudah melakukan sosialisasi di setiap provinsi itu. Dulu yang mengadakan sosialisasi itu dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Dan masing-masing LMK dibagi tugas untuk mensosialisasikan Undang-undang itu,” ujarnya.

“Termasuk semua organisasi berkaitan penggunaan musik, kita undang PHRI, organisasi retail kita undang semua di Jakarta maupun di daerah kita undang itu,” jelasnya.

Ia menyatakan, bahwa penagihan royalti tidak ada alasannya itu mendadak dan ada statement bahwa soal menagih kayak preman-preman sesungguhnya itu tidak benar.

“Kita SOP-nya ada kok. Nggak mungkin seperti itu, sama halnya seperti (kasus) di mie gacoan itu. Kasusnya (yang di) Bali ini pihak perhotelan menganggap bahwa itu secara tidak langsung besar sekali, sebetulnya tidak, itu sangat kecil,” ujarnya.

Ia memberikan alasan kenapa pembayaran royalti itu kecil, karena per tahun membayar Rp 120 ribu per kursi dan itu dibagi dua, Rp 60 ribu untuk pencipta musik dan Rp 60 ribu untuk pihak terkait.

“Kenapa saya katakan kecil, kalau Rp 120 ribu dia per kursi per tahun. Dan Rp 120 ribu itu kan dibagi dua, Rp 60 ribu untuk pencipta dan Rp 60 ribu untuk terkait, kan begitu setahun,” ujarnya.

“Coba dikalkulasikan Rp 120 ribu dibagi 365 hari (atau) 300 harian saja. Kalau, misalnya Rp 120 ribu dibagi 300 (hari) itu berapa per hari, satu kursi Rp 300 perak per kursi dan dibagi dua, Rp 150 perak untuk pencipta dan Rp 150 perak untuk hak terkait,” ujarnya.

Hal itu untuk restoran dengan per kursi, dan untuk hotel, tempat karaoke dan diskotik semua dibagi per room per hari dan hotel per kamar,”Kan hitungannya Rp 300 perak per hari kok,” katanya.

Kemudian, saat ditanya terkait pengguna di Bali yang mencapai ribuan bagaimana cara mendatanya. Ramsudin menyatakan, bahwa data itu sudah lengkap.
.
“Kita datanya lengkap itu dan saya katakan saja. Kebetulan saya orang KCI juga sama juga dari orang Selmi juga. Di Bali itu kan ada KCI perwakilan, jadi sama seperti Selmi saya katakan sekarang yah,” ujarnya.

“Kan ada data dari LMKN ini, seluruh user yang ada di Bali kan LMKN mendata itu semua. Setelah di data itu kan dikroscek semua, semua LMK itu dan Selmi juga melakukan data user yang ada di sana kan begitu,” ujarnya.

Kemudian, setelah itu data terkumpul di LMKN. Maka masing-masing data dikroscek supaya tidak double klaim. Dan LMK Selmi dalam dua bulan terakhir ini juga turun ke Bali untuk mengunjungi user musik di Bali, dan setiap LMK itu metodenya berbeda-beda dalam mendata user.

“Dua bulan yang lalu, terakhir Selmi itu ke Bali. Tim dari Selmi untuk mengunjungi semua user-user yang ada dan waktu itu sekitar kurang lebih 4 dan 5 hari di sana. Selmi masih menemukan sekitar 120 new user (hotel dan restoran) yang selama 4 hari. Itu hanya Selmi sendiri selama 4 hari dengan tim kita itu dapat new dari 120, ada beberapa yang bayar juga beberapa setelah disuratin dan klarifikasi gitu loh, ada yang koperatif juga,” ujarnya. (kanalbali/KAD)

Apa Komentar Anda?