
DENPASAR, kanalbali.id – Gubernur Bali Wayan Kostermenyatakan, bahwa saat ini pihaknya akan memetakan sungai-sungai besar di Bali dari hulu sampai ke hilir.
Jadi akan dilakukan diaudit semua permasalahan yang ada di empat sungai di Pulau Bali, yaitu Tukad Ayung, Tukad Badung, Tukad Mati dan Tukad Unda.
“Ini yang besar sekali yang lintas kabupaten dan yang berpotensi menimbulkan banjir besar. Dan yang sekarang yang prioritas adalah Tukad Badung sama Tukad Ayung dan Tukad Mati,” ujarnya saat ditemui di Taman Keanekaragaman Hayati (Kehati), Denpasar, Jumat (26/9).
“Kalau Tukad Unda sudah masuk kategori yang memang dibangun konstruksi penanggulangan bencana. Dia, dibuatkan tanggul kemudian juga dibuatkan belokan pembuangannya ke kiri dan kanan, sehingga airnya tidak terlalu deras ke hilir,” ujarnya.
Sementara mengenai adanya bangunan di kawasan hutan mangrove itu masih dipelajari secara detail dulu.
“Itu masih dipelajari secara detail dulu. Karena yang di mangrove itu memang ada lahan milik warga yang berbatasan dengan kawasan mangrove bukan mengambil wilayah mangrove,” katanya.
“Jadi karena ada dokumen resmi atau ada sertifikatnya. Jadi kalau memang milik pribadi itu hak pribadi orang. Hanya saja pembangunannya mesti dikendalikan,” imbuhnya.
Ia juga menyebutkan, bahwa Pansus Tata Ruang, Perizinan, dan Aset Daerah DPRD Provinsi Bali sudah sangat gencar turun ke sejumlah wilayah di Pulau Bali, untuk memantau sejumlah pelanggaran yang berkaitan dengan tata ruang.
“Kemudian juga polusi terhadap sungai yang diakibatkan oleh pembuangan sampah secara sembarangan. Dan, ahli fungsi di wilayah sempadan sungai dan faktor-faktor fisik lainnya,” sebutnya.
Sebelumnya, kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) atau kawasan mangrove di Kota Denpasar, Bali, diduga banyak diserobot oleh bangunan yang tak berizin dan terjadi dugaan ahli fungsi lahan di kawasan konservasi itu.
Bahkan, di kawasan hijau itu ditemukan sebuah pabrik konstruksi yang dimiliki oleh Warga Negara Asing (WNA) asal Rusia. Hal tersebut diketahui ketika Pansus Tata Ruang, Perizinan, dan Aset Daerah DPRD Provinsi Bali, melakukan inspeksi mendadak di lokasi pada Rabu (18/9).
Ketua Pansus Tata Ruang, Perizinan, dan Aset Daerah DPRD Bali, I Made Supartha mengatakan, bahwa inspeksi mendadak itu dilakukan pada pasca terjadinya banjir besar yang melanda sejumlah wilayah Pulau Bali, pada Rabu (10/9) lalu.
“Jadi kami dari pansus tata ruang itu ngecek ruang-ruang ini yang ada. Supaya ke depan kalau hujan datang lagi, tidak terjadi banjir. Datanglah kami ke daerah mangrove itu. Daerah mangrove itu kan green belt, artinya sabuk hijau Bali. Dari mulai Sanur sampai ke Nusa Dua itu kan wilayah hutan-hutan bakau, semua tahura, taman hutan rakyat,” kata Supartha, saat dihubungi Jumat (19/9).
Kemudian, saat melakukan inspeksi mendadak itu dirinya kaget karena di kawasan Tahura di Denpasar, sudah banyak sekali bangunan untuk tempat-tempat usaha. Salah satunya, yang dimiliki oleh WNA Rusia.
“Kami kan ini ngecek ke sana, sudah banyak sekali ada bangunan. Ini kelihatannya sudah alih fungsi dari lahan bakau atau hutan bakau Ini menjadi lahan-lahan banyak kegiatan. Jadi bentuk alih fungsinya seperti apa, maka kami cek di sana. Memang benar ada alih fungsi lahan mangrove. Dan sudah keluar sertifikat banyak gitu,” ujarnya.
Sementara, Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Bali, angkat bicara, menanggapi adanya dugaan
terdapat bidang tanah yang dikeluarkan sertifikat berada dalam Kawasan Taman Hutan Rakyat (Tahura) di Kota Denpasar.
Selain itu, pihaknya juga menerangkan soal ada Warga Negara Asing (WNA) Rusia yang memiliki sebuah bangunan pabrik pemasok bahan bangunan di kawasan konservasi tersebut.
Kepala Kanwil BPN Provinsi Bali, I Made Daging mengatakan bahwa dirinya bersama jajaran terkait, pada tanggal 19 September 2025 dilakukan peninjauan lapangan, untuk mendapatkan informasi terkait dengan obyek bidang tanah bersertifikat yang diberitakan masuk kawasan hutan di daerah Kelurahan Sidakarya, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar.
“Status kepemilikan dan kesesuaian tata ruang bidang tanah yang menjadi objek pemberitaan telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama seorang warga negara Indonesia (WNI) asal Bali sejak tahun 2017 dengan luas 3.050 m² (meter persegi),” kata Made Daging dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/9).
“Hak kepemilikan ini sah dan telah diwariskan kepada ahli warisnya. Menurut Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8, Tahun 2021,” jelasnya.
Ia juga menyebutkan, lahan tersebut termasuk dalam kawasan perdagangan dan jasa dan berdasarkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perencanaan (WP) Selatan atau Perwali Nomor 8, Tahun 2023, lahan ini masuk dalam kawasan peruntukan industri.
Kemudian, dari hasil pengecekan pada peta pendaftaran tanah, lahan tersebut tidak termasuk dalam kawasan hutan atau Tahura dan batas bidangnya masih jelas terpasang.
“Hal ini sudah dikonfirmasi juga oleh pihak Tahura dan Dinas Kehutanan Provinsi Bali pada saat peninjauan anggota Khusus (Pansus) Tata Ruang, Aset dan Perizinan (TRAP) DPRD Provinsi Bali pada Hari Rabu, 17 September 2025, bahwa bidang tanah tersebut tidak masuk kawasan hutan,” ujarnya. (kanalbali/KAD)