
MENGWI, kanalbali.id – Bali memiliki segudang tradisi yang bahkan setiap wilayahnya mempunyai keunikan tersendiri. Tak terkecuali Desa Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung. Di sini, disini setiap Purnama Kapat atau setiap 1 tahun sekali dilaksanakan Perang Tipat Bantal atau dikenal juga dengan Siat Tipat Bantal atau Aci Tabuh Rah Pengangon. Bahkan salah satu group band asal Denpasar, XXX band Bali membuatkan sebuah lagu dengan judul yang sama Aci Tabuh Rah Pengangon.
Dalam artikel ini dibahas secara singkat terkait tradisi unik ini mulai dari sejarah, alasan hingga perspektif pariwisata yang dirangkum dari beragam sumber. Sejak pagi, warga Desa Kapal, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, sudah disibukkan dengan serangkaian persiapan Perang Tipat Bantal. Ritual ini digelar tepat di halaman Pura Desa dan Puseh Desa Kapal, bertepatan dengan momentum Purnama Kapat berdasarkan penanggalan Bali.
Bentuk Rasa Syukur dan Pusaka Leluhur
Perang Tipat Bantal bukan hanya sekadar adat istiadat biasa, melainkan manifestasi rasa syukur masyarakat Desa Kapal kepada Sang Hyang Widhi Wasa atas karunia hasil panen yang melimpah, kesejahteraan yang dirasakan, serta lindungan dari segala musibah. Tradisi ini sudah berlangsung selama berabad-abad, tepatnya telah dilaksanakan sebanyak 685 kali hingga sekarang, menjadikannya sebagai salah satu warisan budaya Bali yang penuh nilai mendalam.
Menurut Kelihan Desa Adat Kapal, I Ketut Sudarsana, akar tradisi ini bermula pada tahun 1339, ketika Patih Kebo Iwa, sebagai utusan Raja Bali Sri Asta Sura Bumi Banten, datang ke Desa Kapal untuk memulihkan Pura Puru Sada. Saat itu, desa sedang menghadapi masa paceklik yang menyulitkan kehidupan warga, karena mereka bergantung sepenuhnya pada hasil bumi. Merasa iba dengan situasi tersebut, Patih Kebo Iwa memohon arahan dari Bhatara di Pura Puru Sada. Tak lama, petunjuk dari langit pun datang, memerintahkan penyelenggaraan upacara Aci Tabuh Rah Pengangon guna mengatasi krisis itu.
“Tradisi ini lahir sejak kedatangan Patih Kebo Iwa. Beliau menyaksikan kesengsaraan penduduk karena gagal panen, lalu meminta petunjuk kepada Bhatara. Dari situlah upacara ini bermula,” tutur Sudarsana.
Hermawan Kertajaya Beri Pencerahan bagi Pimpinan 30 Unit Lembaga dan Bisnis STIKOM Bali Group
Makna Mendalam di Balik Perang Tipat Bantal
Secara etimologi, Aci Tabuh Rah Pengangon berasal dari kata Aci yang berarti persembahan, Tabuh yang artinya turun, Rah sebagai sumber kehidupan, dan Pengangon yang merupakan sebutan lain untuk Bhatara Siwa. Ritual ini menjadi doa kepada Bhatara Siwa agar menurunkan berkah kehidupan bagi warga Desa Kapal. Dalam pelaksanaannya, penduduk dari berbagai kalangan usia—mulai anak kecil, remaja, hingga lansia—dibagi menjadi dua kelompok yang saling melemparkan tipat (nasi yang dibungkus daun kelapa) dan bantal (ketan yang dibungkus daun kelapa).
“Tipat mewakili elemen pradana atau feminin, sementara bantal melambangkan purusa atau maskulin. Saat keduanya bertemu, dipercaya akan menghasilkan kehidupan baru, seperti energi makanan dan kemakmuran,” papar Sudarsana.
Keistimewaan tradisi ini tak hanya pada kegembiraan saling lempar yang penuh semangat, tapi juga pada partisipasi wisatawan serta pengunjung dari luar desa yang ikut merasakan euforianya. Ritual ini berfungsi sebagai daya pikat budaya yang memukau, sekaligus memperkuat ikatan solidaritas di antara warga dan antarbanjar di Desa Adat Kapal.
Urgensi Pelestarian Tradisi Bali Ini
Sudarsana menekankan bahwa Aci Tabuh Rah Pengangon bukan cuma seremonial semata, melainkan kewajiban untuk mempertahankan keseimbangan hidup di Desa Kapal. “Bila tradisi ini ditinggalkan, kami yakin paceklik bisa kembali menimpa,” ujarnya. Karena itu, ia berharap agar generasi muda terus menjaga kelestarian adat ini supaya nilai-nilai mulia dan kesejahteraan desa tetap terpelihara.
Di samping mempererat kebersamaan, tradisi ini juga memicu kreativitas masyarakat serta menggerakkan perekonomian setempat. Banyak pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Desa Kapal memanfaatkan kesempatan ini untuk memasarkan produk mereka, dari makanan tradisional hingga barang oleh-oleh khas Bali, yang pada akhirnya mendongkrak pendapatan warga.
Pesona Abadi Budaya Bali
Perang Tipat Bantal mencerminkan kekayaan budaya Bali yang tidak hanya menghibur, tapi juga sarat dengan nilai spiritual dan sosial. Tradisi ini menjadi kebanggaan bagi masyarakat Desa Kapal, sekaligus menjadi magnet wisata yang memperkaya ragam budaya Indonesia. Dengan harmoni antara makna filosofis yang dalam dan kegembiraan yang meluap, Perang Tipat Bantal terus bertahan sebagai lambang rasa syukur, kebersamaan, serta asa akan masa depan yang lebih sejahtera. ***