DENPASAR, kanalbali.id – Untuk mengungkap “Gunung Es” dalam penularan virus HIV, Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Denpasar melibatkan kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dekat dengan populasi kunci.
Yakni, komunitas yang beresiko tinggi dalam penularan HIV namun sulit dijangkau secara terbuka dan membutuhkan pendekatan khusus.
“Seperti kelompok Wanita Pekerja Seks (WPS), Laki-laki yang Seks dengan laki-laki dan kelompok lain,” kata Sekretaris KPA Denpasar Tri Indarti, SKM dalam temu media di Denpasar, Senin (27/10/2025).
Pelibatan itu melalui skema Program Swakelola Tipe III dimana pemerintah memberikan pendanaan untuk pelaksanaan program yang dikerjakan LSM.
Skema ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2024 dimana dana yang dikucurkan totalnya mencapai 414.575.380 dan dilaksanakan oleh tiga LSM. Yakni, Yayasan Gaya Dewata (YGD), Yayasan Kerti Praja (YKP) dan Yayasan Spirit Paramacita (YSP).
Pada 2024 YGD telah melakukan pelatihan Pelatihan Sexual Orientation (Orientasi Seksual), Gender Identity (Identitas Gender), Gender Expression (Ekspresi Gender), dan Sex Characteristics (Karakteristik Seks) atau SOGIESC Dan Hak Kesehatan Sexual serta Reproduksi.
Kegiatan yang menghabiskan dana Rp 46 Juta ini menyasar para tenaga medis untuk menghilang stigma dan diskriminasi di layanan kesehatan.
Pada tahun yang sama YSP melaksanakan program Penelusuran Lost Follow Up ODHIV dan Notifikasi Pasangan ODHIV Untuk Tes HIV dengan dana senilai Rp 86 Juta. Program ini dilaksanakan kembali pada 2025 dengan biaya Rp 57 Juta.
Pada tahun 2025, YKP melakukan pengadaan Staf Pendamping ODHIV di Empat Puskesmas Di Denpasar senilai Rp 199 Juta dan pemataan populasi kunci senilai Rp 25 juta.
Dengan keterlibatan LSM diharapkan akan meningkatkan penjangkauan agar populasi kunci mau untuk melakukan tes HIV dan menjalani pengobatan sehingga mencegah kematian karena HIV.
Jumlah ODHIV di Denpasar
Sementara itu data Sistem HIV AIDS (SIHA) 2.1 yang diterapkan mulai 1 Agustus 2023 menunjukkan jumlah ODHIV yang mengakses Pelayanan Kesehatan di Kota Denpasar secara kumulatif sejak 1987 mencapai 12 ribu orang.
Data ini di bawah dari hasil surveillance di Denpasar yang mencapai 16 ribu orang. Selisih terjadi karena meminimalisir terjadi kesalahan adanya input data ganda seperti pencatatan ODHIV yang sama namaun tercata juga diluar kota Denpasar.
Sementara itu ODHIV yang masih meminum obat ARV yang ada di Kota Denpasar sebanyak 6 ribuan.
Sedangkan sisanya ada yang sudah keluar dari Denpasar, meninggal dunia, hingga ada juga yang tidak mau minum obat lagi. (kanalbali/RFH)


