DPRD Bali akan Cek Izin Pabrik Milik WNA Rusia di Kawasan Tahura

Pansus Tata Ruang, Perizinan, dan Aset Daerah DPRD Provinsi Bali, melakukan inspeksi mendadak di kawasan Tahura Kota Denpasar, Jumat (19/9) - IST
Pansus Tata Ruang, Perizinan, dan Aset Daerah DPRD Provinsi Bali, melakukan inspeksi mendadak di kawasan Tahura Kota Denpasar, Jumat (19/9) - IST

DENPASAR, kanalbali.id  – Kawasan Taman Hutan Raya (Tahura)  mangrove  diduga banyak diserobot oleh bangunan yang tak berizin.

Sidak Pansus DPTD Bali membuktikan adanya pabrik konstruksi yang dimiliki oleh Warga Negara Asing (WNA) asal Rusia.

Ketua Pansus Tata Ruang, Perizinan, dan Aset Daerah DPRD Bali, I Made Supartha mengatakan, bahwa inspeksi mendadak itu dilakukan pada pasca terjadinya banjir besar yang melanda sejumlah wilayah Pulau Bali, pada Rabu (10/9) lalu.

“Jadi kami dari pansus tata ruang itu ngecek ruang-ruang ini yang ada. Supaya ke depan kalau hujan datang lagi, tidak terjadi banjir. Datanglah kami ke daerah mangrove itu. Daerah mangrove itu kan green belt, artinya sabuk hijau Bali. Dari mulai Sanur sampai ke Nusa Dua itu kan wilayah hutan-hutan bakau, semua tahura, taman hutan rakyat,” kata Supartha, saat dihubungi Jumat (19/9).

Kemudian, saat melakukan inspeksi mendadak itu dirinya kaget karena di kawasan Tahura di Denpasar, sudah banyak sekali bangunan untuk tempat-tempat usaha. Salah satunya, yang dimiliki oleh WNA Rusia.

“Kami kan ini ngecek ke sana, sudah banyak sekali ada bangunan. Ini kelihatannya sudah alih fungsi dari lahan bakau atau hutan bakau Ini menjadi lahan-lahan banyak kegiatan. Jadi bentuk alih fungsinya seperti apa, maka kami cek di sana. Memang benar ada alih fungsi lahan mangrove. Dan sudah keluar sertifikat banyak gitu,” imbuhnya.

Padahal menurutnya, sesuai Undang-undang kehutanan dan lingkungan itu tidak boleh ada sertifikat tanahnya, karena di sana adalah lahan konservasi dan itu ada aturannya.

“Kami cek BPN ( Badan Pertanahan Nasional di Bali), ternyata rata-rata di sana sudah sertifikatnya. Itu ada 50 are (meter persegi), ada 70 are, ada 28 are, ada 30 are. Banyak sekali itu di wilayah konservasi,” ungkapnya.

Bahkan, salah satunya dirinya menemukan pabrik milik warga Rusia yang berdiri di hutan tersebut dan ketika diceks izinnya, pihak manajemen tidak bisa menunjukkan izin bangunan pabrik tersebut.

“Salah satunya di hutan bakau itu, kita temui pabrik manufaktur, infrastruktur untuk kepentingan hotel dan restoran, untuk kepentingan vila. Jadi bahan bakunya itu, barang-barang sudah jadi itu untuk terkait pembangunan vila, restoran, hotel itu di situ sumbernya,” jelasnya.

“Salah satunya ada PMA (Penanaman Modal Asing), itu orang-orang Rusia, ini enggak bagus. Kami cek izinnya pada waktu itu, manajemen itu enggak bisa menunjukkan izin secara konkret, secara real, dari mana fisik izin enggak ada. Oleh karenanya, kami tutup segala kegiatan yang dilarang dulu. Kan itu perintah Undang-undang tata ruang,” ungkapnya.

Ia menyebutkan, bahwa pabrik manufaktur milik WNA Rusia itu dia memperkirakan ada sekitar 30 are. Namun, tidak mengetahui sejak kapan berdiri pabrik tersebut.

“Luasannya saya enggak sempat tahu, kurang lebih itu 30 are atau berapa. (Berdiri kapan?). Nah itu nanti kita dalami dia setelah kami undang. Minggu depan kami undang ini, kita dalami dia pabrik apa, berdiri kapan, PMA-nya bagaimana. Aturan-aturan kita cek itu kita dalami lagi, yang jelas sementara wilayah itu kita tutup, segala kegiatan,” sebutnya.

Ia menyatakan, di kawasan Tahura ada sekitar 10 bangunan yang berdiri dan rata-rata memiliki luas lahan puluhan are.

“Di sana kalau saya lihat secara kasat mata saja, kurang lebih ada 10 bangunan itu. Ada macam-macam kegiatan, itu baru sekitar sana sejauh mata memandang saja itu,” katanya.

Ia menduga, bahwa ahli fungsi lahan yang terjadi di Tahura ada sekitar hektaran tetapi untuk memastikan pihaknya akan memanggil pemilik bangunan di kawasan konservasi itu.

“Kalau di sana itu hektaran. Kan hektaran dari berapa jenis sertifikat kan gitu. Ada yang saya bilang tadi 30 are, 28 are, 60 are, 40 are. Jadi di sekitar sana saja itu hektaran- lah. Saya enggak temuin bangunan warga, yang ada itu tempat usaha saja,” ujarnya.

Selain usaha pabrik milik WNA Rusia, dia juga menemukan berbagai macam bangunan usaha di kawasan tersebut salah satunya adalah usaha perikanan.
.
“Ada usaha-usaha perikanan apa itu di sana itu. Tapi belum kita dalami karena sudah sore waktu itu,” ucapnya.

“Nanti kita perdalam. Karena kan prinsipnya enggak boleh, kan gitu. Apapun itu, status apapun enggak boleh ada kegiatan. Ada kegiatan di ruang-ruang yang dilarang itu,” ujarnya.

Ia menegaskan, terkait bangunan yang ada di kawasan Tahura itu pihaknya akan mengkaji secara mendalam dan bila nantinya ditemui pelanggaran kawasan konservasi, tentu bangunan itu akan dibongkar dan untuk sertifikat akan ditelusuri siapa yang memberikan izin.

“Kalau ternyata di wilayah itu daerah konservasi, satu daerah kehutanan, pelanggar lingkungan. Kalau tidak ada izin, dan kemudian penerbitan sertifikat juga terkesan, misalnya terduga manipulatif, kita sampai urusannya sertifikatnya pun kita tinjau, harus kembalikan ke fungsi semula sebagai kawasan penyerap air. Yang saya bilang green belt tadi. Sabuk hijaunya Bali itu,” ujarnya.

“Kita akan kaji sertifikatnya kita juga tinjau ulang, kalau perlu dibatalkan. Dibatalkan, izin-izin yang ada kegiatan di atas sana yang dilarang, itu kan otomatis kita akan selesaikan. Kalau perlu bongkar, kan kita perdalam yang jelas sudah ada kegiatan penutupan sementara tempat PMA orang Rusia itu,” ujarnya. (kanalbali/KAD)

Apa Komentar Anda?