Hipno Forensik untuk Trauma Keluarga Korban Penembakan WNA Australia

AA Lanang Ananda (Ketua DPD PKHI Bali)
AA Lanang Ananda (Ketua DPD PKHI Bali)

KASUS  penembakan WNA Australia di Bali yang menewaskan seorang suami saat bulan madu meninggalkan luka mendalam bagi istrinya. Tak hanya kehilangan pasangan dalam momen sakral, sang istri juga harus menghadapi trauma psikologis yang kompleks. Selayaknya, pihak-pihak yang terlibat menangani dengan pendekatan Hipno Forensik

Tulisan oleh: AA Lanang Ananda (Ketua DPD Perkumpulan Komunitas Hipnotis Indonesia wilayah Bali)

DALAM situasi traumatis, seorang korban atau saksi kejadian mengerikan sangat mungkin mengalami kesulitan tidur, serangan panik, bahkan amnesia.

Reaksi ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai Acute Stress Reaction—di mana dalam hitungan jam atau hari setelah kejadian, korban bisa menunjukkan gejala disorientasi, kebingungan berat, dan gangguan tidur ekstrem.

Namun karena kejadian ini berlangsung dalam konteks yang sangat emosional—cinta, bulan madu, dan perayaan ulang tahun—trauma yang muncul tidak hanya sekadar rasa takut.

Dalam banyak kasus, korban bisa mengalami apa yang disebut sebagai trauma kompleks, di mana ia merasa dikhianati oleh takdir, diselimuti rasa bersalah karena masih hidup, dan dihantui ketakutan akan masa depan.

Fenomena psikologis ini dikenal pula sebagai Survivor’s Guilt—sebuah kondisi di mana korban terus bertanya: “Kenapa bukan aku yang mati?” atau merasa menjadi penyebab tragedi karena keputusan-keputusan kecil seperti memilih lokasi liburan.

Jika tidak ditangani segera, trauma semacam ini bisa berkembang menjadi Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) dalam waktu 1–3 bulan.

Gejalanya berupa kilas balik kejadian (flashback), mimpi buruk berulang, gangguan kecemasan berat, bahkan fobia terhadap suara, bau, atau tempat tertentu yang mengingatkan pada tragedi.

Yang sering terlupakan, proses penyelidikan yang memaksa saksi mengulang cerita justru dapat memperparah luka batin yang mereka alami. Di sinilah Hypno Forensik hadir sebagai pendekatan lembut dalam membantu korban dan saksi mengurai kembali kejadian tanpa harus “menghidupkan” kembali rasa takut dan panik secara menyeluruh.

Hipno Forensik merupakan cabang ilmu hipnosis yang berfokus pada penggalian informasi dalam kondisi kesadaran terarah.

Dengan metode ini, saksi dapat menceritakan ulang kronologi kejadian secara lebih terstruktur, bahkan sering kali mengakses memori yang “terkunci” karena kepanikan saat insiden berlangsung.

Tak hanya membantu mengungkap fakta tersembunyi, Hypno Forensik juga bekerja untuk menetralkan emosi, memproses rasa bersalah, dan mengurai simbol pemicu seperti bau darah, suara tembakan, atau ekspresi tertentu.

Salah satu tantangan terberat dalam praktik ini adalah menangani gejala PTSD seperti mimpi buruk, serangan panik, dan flashback berkepanjangan.

Namun penting dicatat, hasil Hipno Forensik tidak dapat dijadikan alat bukti di pengadilan karena tidak memiliki legitimasi hukum. Teknik ini lebih difungsikan sebagai alat bantu investigasi dan pemulihan psikologis awal.

Karena itu, praktisi Hipno Forensik idealnya memiliki latar belakang keilmuan kriminologi, bukan hanya keahlian sebagai hipnoterapis umum.

Dalam tragedi seperti ini, kehadiran pendekatan yang penuh empati menjadi penting. Bukan hanya demi mengungkap kebenaran, tetapi juga untuk memastikan bahwa mereka yang tersisa tak harus terluka dua kali—oleh peristiwa, dan oleh proses yang memaksanya terus mengingat. (kanalbali/IST)

Apa Komentar Anda?