Inovasi Petani Luwus: Pakan Organik Buat Biaya Pemeliharaan Babi Menurun

Pembuatan pakan babi organik di Desa Luwus, Tabanan, Bali - IST

DENPASAR, kanalbali.id – Peternak babi di Bali sempat mengalami guncangan dasyat pada saat virus African Swine Fever (ASF) melanda. Kondisi ini membuat sejumlah peternak berusaha mencari terobosan.

Seperti yang dilakukan anggota Kelompok Tani Ternak Panca Sedati, Desa Luwus, Baturiti, Tabanan, Bali. Sejak tahun 2020 silam mereka mengolah pakan organik sendiri dan terbukti menekan angka kematian babi akibat virus.

“Mulainya dua tahun teraKhir ini kita berinovasi. Karena sebelumnya kondisi di Luwus sama dengan desa lain, banyak babi yang mati karena ASF,” kata anggota Kelompok Wayah Berati saat ditemui belum lama ini.

BACA JUGA: Terlibat Dalam “Game Changer”, Ketua Kadin Bali : Generasi Muda Harus Jadi Leader

Dituturkan Berati hantaman bagi peternak di awal tahun 2020 tidak hanya akibat ASF. tapi Covid-19 yang melanda dunia membuat pasar menjadi lesu. Permintaan pasar menurun drastis, sedangkan di sisi lain peternak harus terus membeli pakan agar ternak tetap hidup. untuk satucekor ternak, minimal mengeluarkan biaya 2 – 2,4 juta.

Sedangkan harga panen, berada pada kisaran 4 – 4,5 juta. Dengan masa pelihara 5 bulan. Alih-alih untung, malah buntung yang diraih.

“Bayangkan waktu itu, kita terus beli pakan, harganya mahal tapi yang beli babi tidak ada. Kita kerja hanya untuk pabrik pakan. Peternak menangis betul waktu itu,” tambahnya.

Hingga muncullah inovasi membuat pakan organik dengan fermentasi. Menariknya dengan pakan organik ini, peternak bisa menggunakan sumber daya atau bahan baku lokal yang ada di sekitar desa.

Pembuatan pakan babi organik di Desa Luwus, Tabanan, Bali – IST

Mulai dari gedebong pisang, keladi, umbi-umbian dan hijauan lain yang ketersediaannya cukup melimpah di desa. Dengan komposisi 30 persen dedak padi dan dan jagung, kemudian sisanya hijau-hijaun dan ditambah sedikit tepung ikan.

Bahan tersebut kemudian dicampur lalu difermentasi menggunakan formula buatan peternak setempat. Campuran bahan-bahan tersebut kemudian dimasukan ke dalam wadah kedap udara. Setelah 12 jam pakan bisa langsung diberikan kepada ternak untuk dimakan.

Ide pakan organik fermentasi ini sendiri dicetuskan oleh pendamping kelompok setempat, Gung Fajar. Dengan pakan organik fermentasi ini, peternak bisa menekan ongkos produksi. Harga pokok produksi (HPP) ditekan hingga Rp. 500 – 800 ribu per ekor. Sangat jauh jika dibandingkan dengan pakan toko.

Selain menekan HPP, dengan pakan organik fermentasi ini peternak juga meraih sejumlah manfaat. Di antaranya usia panen 4 – 5 bulan dengan berat kandang 120 – 140 kg. Tidak itu saja, konflik sosial akibat bau kandang bisa teratasi.

Babi di desa Luwus, Tabanan, Bali – IST

“Manfaatnya banyak sekali, kandangnya tidak bau. Kami biasa minum kopi dan makan jajan dekat kandang,” ucap Berati.

ketua kelompok Panca Sedati, I Wayan Antara mengatakan keberhasilan kelompok ini membuat dan mengaplikasikan pakan fermentasi berbasis potensi membuat kelompok ini memenangkan sejumlah perlombaan. Baik di tingkat provinsi maupun nasional. Bahkan kini kelompok Panca Sedati menjadi desa rujukan untuk belajar.

Dia juga menuturkan sejak menggunakan pakan fermentasi dan jamu yang dibuat sendiri kini tidak ditemukan lagi kasus ASF di desa Luwus sehingga kini warga bisa beternak dengan tenang, dengan biaya produksi yang bisa ditekan serendah mungkin.

“Bali tak lepas kebutuhan akan babi. Sedangkan saat ini kita yakini polanya tak sehat karena kejar untung. Kami coba dengan teman-teman ini yang punya cita-cita besar. Kami ingin babi khususnya di bali sehat, biar masyarakat juga ikut sehat,” pungkas Antara. (KanalBali/ROB)

Apa Komentar Anda?

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.