Kerbau Makepung Pun Tak Bisa Berpacu Tahun Ini

MENJELANG senja, Ketut Tari (42), warga Desa Melaya, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Bali menuntun dua kerbau jantan warna hitam yang cukup besar ke kebun dekat rumahnya. Kemudian air dari selang disemprotkan ke tubuh keduanya. Penuh kasih sayang, Tari kemudian menggosoknya dengan lap yang telah berisi busa sabun diterjen. “Begini tugas saya tiap hari. Sore hari saya selalu mandikan kerbau dengan sabun biar bersih dan kulitnya tetap lemes,” ujar Tari .

Setelah itu, ia memasukkan peliharaan juragannya ke kandang untuk diberi makan. Esok paginya, kerbau kembali dikeluarkan dari kandang untuk digembalakan. Siangnya kerbau tersebut dipindahkan ke tempat teduh dan diberi makan.  Untuk pekerjaannya itu, dia mengaku dibayar Rp 2 juta berikut tugas tambahan mencarikan pakan rumput segar dan batang jagung.

Kerbau pacu dipelihara dengan penuh kasih sayang dan dijamin kesehatannya – IST

Mestinya di bulan Juli ini, kerbau-kerbau ikut serta dalam pacuan di lumpur persawahan. ‘Makepung’, begitu nama tradisi yang telah diwariskan turun-temurun di desanya. Namun, pesta tahunan setelah panen padi itu, tahun ini ditiadakan, baik event Bupati Cup maupun Gubernur Cup pada Agustus nanti.

“Begitulah karena adanya pandemi covid 19, kerbau pacuan saya praktis hanya diistirahatkan. Dirawat oleh tetangga yang kebetulan minta kerja,” terang Made Mara, Kordinator Makepung Kabupaten Jembrana. Para pemilik kerbau pacuan terpaksa mengeluarkan biaya tidak sedikit. “Perawatan berikut pakannya jelas mengeluarkan biaya. Untuk sebulan bisa mengeluarkan uang dua juta rupiah bahkan lebih. Belum lagi untuk biaya latihan,” imbuh Mara. 

BACA JUGA :

Menurut Mara jika terus ditunda, mereka kuatir tradisi ini akan punah. “Karena itu untuk mempertahankan tradisi biar tidak punah, sekaa makepung biasanya mengelar latihan minimal seminggu sekali. Disamping untuk melatih dan menjaga kebugaran kerbau pacuan,” tuturnya.

Masalah untung rugi menjadi sekaa makepung menurut Mara itu tidak pernah dipikirkan oleh para anggotanya. Karena kegiatan tersebut adalah murni hobi dan upaya mempertahan tradisi leluhur yang sarat dengan pesan gotong royong dan peesaudaraan.

Mengikuti lomba Makepung menurut Mara bukan untuk mengejar keuntungan materi, tapi justru upaya mempertahankan tradisi dan hobi semata. Bayangkan lanjut Mara untuk biaya perawatan sampai waktunya mengikuti lomba, sepasang kerbau bisa menghabiskan dana Rp 40 juta, bahkan lebih.  Sementara hadiah perlombaan yang diterima hanya piala atau tropi serta uang pembinaan dibawah Rp 10 juta yang menjadi milik kelompok. Jadi lomba Makepung itu hanya upaya mempertahankan tradisi dan hobi.

“Jadi untuk saat covid 19 ini memang tidak ada pengaruh segnifikan. Biaya perawatan sama dengan sebelum covid 19. Hanya saja, dampaknya covid 19 hanya penundaan pelaksanaan lomba,” ujar mantan Perbekel Desa Melaya.

Dalam tradisi makepung, kerbau dipacu secepat mungkin melintasi area persawahan – IST

Selain itu dampak lain yang ditimbulkan oleh pandemi covid 19 adalah daya beli dan daya jual kerbau pacuan. Dimasa COVID-19, praktis kerbau pacuan tidak ada yang membeli. Kalaupun ada harganya sangat jauh menurun, yakni dibawah Rp 100 juta sepasang. “Sebelumnya, harga sepasang kerbau pacuan yang sudah jadi dan sudah pernah dilombakan berkisar antara seratus juta rupiah hingga dua ratus juta rupiah,” kata Mara.

Dampak COVID-19 lainnya,  pemeliharan sirkuit yang bertambah. Karena sirkuit tidak digunakan memerlukan perawatan khusus, terutama masalah kebersihan. Para sekaa harus mengeluarkan dana secara gotong royong untuk pemeliharaan sirkuit.

Mara dan sekaa Makepung Lainnya ingin pandemi segera berlalu sehingga tradisi Makepung di Jembrana bisa dilaksanakan kembali dan bisa kembali menyedot wisatawan domestik dan lokal.”Kami tidak tahu apakah tahun depan bisa dilaksanakan atau tidak. Yang jelas jika covid 19 masih melanda, Makepung tetap tidak bisa dilaksanakan,” tutupnya. ( kanalbali/Dewa Darmada)

Apa Komentar Anda?

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.