
DENPASAR, kanalbali.id – Nama Made Rentin bukan nama yang asing di jajaran pejabat Pemprov Bali. Selain menempuh karir dari bawah, dia dikenal rajin turun ke lapangan dan tak pelit berbagi informasi kepada wartawan.
Kini setelah bergerer dari posisi kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali, Rentin menjabat sebagai Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) I Made Rentin mengatakan.
Ia mengaku sangat bersemangat. “Gubernur Bali Wayan Koster meminta untuk persoalan sampah dan tutupan hutan di setiap daerah di Pulau Bali kembali 30 persen, harus tuntas di tahun 2027 mendatang,” tegasnya saat melakukan konferensi pers, di Kantor DKLH di Denpasar, Bali, Senin (6/10).
Prosentase kawasan hutan menjadi 30 persen di setiap daerah di wilayah Bali harus selesai di 2027 mendatang, dan itu tentu agar mengantispasi banjir besar di Pulau Bali.
“Di Bali angkanya baru 24,27 persen, artinya masih ada angka 6 sampai 7 persen (yang belum tutupan hutan). Ke depan, untuk kita bisa Bali menjadi komposisi presentase ideal dalam tutupan lahannya,” kata dia.
“Pak Gubernur menargetkan kami di DKLH, terutama di sektor kehutanan tidak boleh lebih dari dua tahun ke depan. Dari tahun ini, sampah tuntas dua tahun (di) 2027. Tutupan hutan kita, tutupan lahan kita, tuntas juga di dua tahun ke depan tentu 2027 juga,” imbuhnya.
DLHK Provinsi Bali memiliki tanggung jawab atau pengurusan di sektor lingkungan hidup dan juga sektor kehutanan, atau mengakomodir dua perusahaan kementerian yang dipusatkan secara terpisah kementriannya. Yaitu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementrian Kehutanan itu sendiri.
“Sehingga Bapak Gubernur menargetkan punya ekspetasi itu ke depan dua tahun, Dua-duanya bisa kita tuntaskan secara bersama-sama,” katanya.
Antisipasi Musim Hujan
Mengenai mengantisipasi musim hujan yang tak lama lagi akan melanda Pulau Bali. Kemudian, belajar dari pengalaman banjir bandang atau besar di Pulau Bali, pihaknya sudah melakukan pemetaan agar banjir besar tidak terulang lagi di Pulau Dewata.
Dari analisa tim gabungan, ada dua faktor penyebab banjir besar di Pulau Bali, yang pertama disinyalir atau patut diduga, disebabkan oleh faktor pembuangan sampah yang masih sembarangan, sehingga menutupi selokan dan menyumbat drainase.
“Bahkan (sampah) sampai ke sungai-sungai besar yang ada di Bali. Terhadap kondisi ini, kami selalu menghimbau dalam rangka optimalisasi, dan percepatan pengelolaan sampah di Bali. Untuk menumbuhkan kesadaran kolektif. Kami sedang menyiapkan strategi pengelolaan sampah dengan teknologi (PLTSa) dengan sampah menjadi energi listrik,” ujarnya.
Kemudian, di sisi lain pihaknya tetap berupaya agar pemisahan sampah organik dan non organik tuntas di sumber. Seperti, di rumah tangga maupun di desa-desa tetap secara konsisten dilakukan.
“Pilah sampah mana organik dan non organik. Organik tuntas di sumbernya, di rumah tangga, di desa dan lain sebagainya.
Optimalisasi perang fungsi TPS3R, TPSD, sehingga sangat minim (yang) dibuang ke TPA,” ujarnya.
“Bahkan kita sudah sepakat hilangkan istilah TPA. Karena memang konotasinya selama ini tempat pembuangan akhir, padahal secara teori, TPA itu adalah tempat pemroses akhir. Apalagi ada paksaan dari pemerintah pusat, untuk akhir Desember TPA sudah harus kita tutup,” ujarnya.
Selain itu, untuk di sisi kehutanan di Pulau Bali, pihaknya saat ini konsen dan terus-menerus melakukan reboisasi atau penghijauan di beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) di Sungai-sungai di Bali. Seperti, di Tukad Mati, Tukad Ayung, dan Tukad Unda.
Hal tersebut, dilakukan secara berkolaborasi dengan Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali, Dinas PUPR Bali, dan pihak terkait untuk melakukan upaya normalisasi sungai, mengatasi sampah serta ahli fungsi lahan.
“Dan ada juga Indikasi terjadinya sidementasi yang cukup tinggi. Teman-teman sedang melakukan proses normalisasi dengan melakukan pengerukan,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurrofiq mengatakan kawasan hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ayung di wilayah Bali berubah drastis sejak 2015 lalu.
Dari sekitar 49.500 hektare hutan yang berada di sepanjang DAS Ayung, kini lahan yang ditumbuhi pepohonan hanya tersisa sekitar 1.500 hektare atau 3 persen.
“Jumlah totalnya 49.500 hektare. Kemudian dari 49.500 hektare itu yang ada pohonnya hanya sekitar 1.500 hektare atau boleh dikatakan hanya 3 persen. Tadi, Pak Gubernur juga agak kaget,” kata Faisol saat menggelar rapat terkait persoalan banjir di Bali, bersama Gubernur Bali, Wayan Koster, di Rumah Jabatan Gubernur Bali, di Denpasar, Sabtu (13/9) malam. ( kanalbali/KAD )