Mitologi Bunut Bolong, Pohon Keramat di Ujung Barat Pulau Bali

Pohon Bunut Bolong di Jembrana, Bali - IST
Pohon Bunut Bolong di Jembrana, Bali - IST

Penulis: Ketut Angga Wijaya

JEMBRANA, kanalbali.id – Di ujung barat Pulau Bali, di Kabupaten Jembrana terdapat sebuah pohon beringin raksasa yang tidak sekadar menanamkan keteduhan, tetapi juga menumbuhkan rasa hormat dan takjub bagi siapa pun yang menatapnya.

Namanya Bunut Bolong—atau sering disebut Bunut Bulung oleh sebagian orang. Pohon ini bukan sekadar destinasi wisata, melainkan saksi sejarah, pusat ritual, dan sumber mitologi yang hidup dalam ingatan masyarakat Desa Manggisari, Kecamatan Pekutatan.

Keunikan Bunut Bolong jelas terlihat: batangnya berlubang besar, cukup untuk dilalui mobil atau bahkan bus kecil. Lubang itu, bagi banyak orang, bukan sekadar fenomena alam; ia adalah gerbang antara dunia nyata dan dunia yang dihuni roh, legenda, dan pantangan yang menakutkan sekaligus memikat.

Lubang Pohon dan Asal-usul Nama

“Bunut” dalam bahasa Bali berarti beringin, sedangkan “Bolong” berarti berlubang. Nama itu lahir begitu saja, sederhana namun sarat makna.

Lubang besar di batang pohon ini diyakini terbentuk bukan hanya karena usia dan alam, tetapi juga campur tangan manusia di masa lalu. Konon, pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, pohon Bunut Bolong sengaja dilubangi untuk memperlebar jalan.

Banyak pekerja dikabarkan tewas selama proses tersebut, sehingga pohon ini kemudian disucikan dan dianggap keramat. Masyarakat percaya roh-roh mereka tetap menghuni lubang itu, menjaga siapa saja yang berani melewatinya.

Selain lubangnya yang monumental, pohon ini diperkirakan telah berusia ratusan tahun. Di sekelilingnya terdapat hamparan kebun cengkeh, pepohonan hijau, dan jalan setapak alami yang mengarahkan pengunjung untuk merenungi keagungan alam sekaligus mempersiapkan diri menghadapi aura mistis yang menyelimuti Bunut Bolong.

Pantangan Bagi Pasangan Pengantin

Di antara semua mitos yang melekat pada Bunut Bolong, yang paling terkenal adalah larangan bagi pasangan pengantin baru untuk melintas di bawah lubang pohon. Cerita ini telah diwariskan turun-temurun.

Konon, siapa pun yang melanggar pantangan ini akan menghadapi nasib buruk: perceraian, pertengkaran berkepanjangan, atau bahkan kematian dini. Masyarakat setempat menekankan bahwa pantangan ini bukan sekadar takhayul, melainkan cara menjaga kesucian pernikahan dan harmoni rumah tangga.

Kisah-kisah pengantin yang nekat melintas selalu dibarengi tragedi. Ada cerita seorang pasangan muda dari Denpasar yang nekat berjalan berdua di bawah pohon. Seminggu setelah itu, mereka mengalami pertengkaran hebat yang akhirnya memisahkan mereka secara permanen.

Sejak saat itu, semua pasangan pengantin yang berkunjung ke Bunut Bolong diarahkan untuk menggunakan jalan samping khusus, agar tidak melanggar pantangan ini.

Pantangan Bagi Pasangan yang Masih Berpacaran

Mitos di Bunut Bolong tidak hanya berlaku bagi pasangan yang baru menikah. Mereka yang masih berpacaran juga dianjurkan untuk tidak melintasi pohon raksasa ini. Masyarakat percaya bahwa hubungan akan cepat berakhir bila nekat menerobos lubang pohon.

Alasan di balik pantangan ini, secara simbolis, adalah agar cinta tetap dijaga kemurniannya sebelum diresmikan melalui ikatan pernikahan.

Bagi pengunjung muda yang ingin berfoto di dekat pohon, biasanya disediakan jalur khusus di sisi lain. Larangan ini tidak hanya menguatkan mitos, tetapi juga mengajarkan penghormatan terhadap aturan sosial dan spiritual setempat.

Rombongan Jenazah dan Larangan Melintas

Selain urusan cinta, Bunut Bolong juga memiliki aturan terkait kematian. Rombongan jenazah dilarang melintas di bawah pohon. Untuk menghormati pantangan ini, masyarakat membangun jalan alternatif di sisi barat pohon, yang memungkinkan prosesi pemakaman tetap berjalan tanpa melanggar aturan spiritual.

Pantangan ini menunjukkan betapa pohon ini lebih dari sekadar benda mati. Ia menjadi simbol penghormatan terhadap leluhur dan kepercayaan bahwa roh tetap ada di sekitar kita. Kepercayaan ini memperkuat rasa hormat masyarakat terhadap kehidupan, kematian, dan siklus yang menghubungkan keduanya.

Pembawa Jimat dan Calon Pemimpin

Pantangan lain yang menarik adalah larangan bagi pembawa jimat dan calon pemimpin untuk melewati lubang Bunut Bolong. Masyarakat percaya bahwa melanggar aturan ini dapat mendatangkan malapetaka bagi pemegang jimat atau calon pemimpin tersebut. Konon, roh penjaga pohon akan “menegur” siapa saja yang mencoba melanggar.

Cerita-cerita tentang calon pemimpin yang diingatkan oleh roh pohon ini memperkuat kedudukan Bunut Bolong sebagai titik spiritual penting. Pohon itu tidak hanya diam, tetapi “mengamati” perilaku manusia yang melewatinya.

Makna Filosofis Pantangan

Jika diperhatikan lebih jauh, mitos dan pantangan di Bunut Bolong sarat makna. Larangan bagi pasangan pengantin dan yang masih berpacaran mengajarkan nilai kesucian cinta. Larangan bagi rombongan jenazah menekankan penghormatan terhadap leluhur dan siklus kehidupan.

Sementara larangan bagi pembawa jimat dan calon pemimpin mencerminkan kesadaran akan tanggung jawab dan konsekuensi bagi mereka yang memiliki kekuatan atau potensi kepemimpinan.

Dengan kata lain, pantangan di Bunut Bolong bukan sekadar cerita mistis untuk menakut-nakuti, tetapi refleksi nilai-nilai budaya Bali: menghormati alam, menjaga kesucian hubungan, dan memperhatikan etika dalam kehidupan sosial.

Setiap tahunnya, masyarakat Desa Manggisari mengadakan upacara persembahyangan di pura kecil di sisi pohon. Upacara ini dilakukan untuk menghormati roh-roh yang diyakini menghuni Bunut Bolong dan menjaga keharmonisan alam dengan manusia. Ritual ini biasanya dilakukan oleh para tetua desa, dengan persembahan bunga, dupa, dan sesajen sederhana.

Selain itu, ada pula ritual khusus pada hari-hari tertentu seperti tilem (bulan mati) atau saat perayaan desa. Upacara ini tidak hanya menjadi ajang spiritual, tetapi juga pengingat bagi generasi muda untuk memahami pentingnya menghormati pantangan dan mitologi pohon raksasa itu.

Wisata Alam dan Pengalaman Spiritual

Meskipun penuh mitos, Bunut Bolong tetap menjadi destinasi wisata alam yang menakjubkan. Pengunjung bisa berjalan menyusuri kebun cengkeh, menikmati udara pegunungan yang sejuk, atau bersepeda di sekitar pohon.

Namun, pengalaman spiritual yang dirasakan pengunjung sering kali lebih kuat daripada pesona visualnya. Ada kesadaran halus tentang menghormati aturan, merasakan aura pohon yang sakral, dan menatap lubang besar yang seolah menyimpan dunia lain di dalamnya.

Banyak wisatawan, terutama dari Eropa, datang bukan hanya untuk berfoto, tetapi untuk merasakan atmosfer mistis dan menghormati kearifan lokal yang melekat pada Bunut Bolong. Mereka belajar bahwa alam, sejarah, dan mitologi bisa bersatu dalam satu pengalaman yang menyentuh jiwa.

Menariknya, sebagian pantangan Bunut Bolong kini menjadi simbol pembelajaran. Anak-anak desa diajarkan sejak dini untuk menghormati pohon dan aturan di sekitarnya. Larangan-larangan itu membentuk budaya kesadaran akan ruang sakral dan batas yang harus dihormati.

Dengan begitu, mitologi tidak hanya hidup dalam cerita, tetapi juga dalam perilaku sehari-hari masyarakat.

Bunut Bolong bukan sekadar pohon raksasa yang menjadi objek wisata. Ia adalah simbol kehidupan, cinta, spiritualitas, dan kearifan lokal. Pantangan dan mitologi yang melekat padanya mengajarkan pengunjung untuk menghormati hubungan manusia, leluhur, dan alam.

Siapa pun yang datang, baik pasangan pengantin, calon pemimpin, atau wisatawan biasa, akan belajar untuk menempatkan diri dalam harmoni dengan dunia yang lebih luas—dunia di mana alam, manusia, dan roh tetap saling menghormati.

Mengunjungi Bunut Bolong bukan sekadar berjalan melewati pohon berlubang, tetapi mengalami pelajaran budaya dan spiritual yang hidup di tengah keindahan alam Bali Barat.

Bagi mereka yang menghargai cerita dan nilai yang tersimpan di balik legenda, Bunut Bolong menawarkan pengalaman yang sulit dilupakan, menegaskan bahwa mitos dan pantangan bukan sekadar dongeng, tetapi bagian dari cara manusia memahami kehidupan dan cinta. (*)

 

Apa Komentar Anda?