
DENPASAR, kanalbali.id – Dengan tersedianya obat Anti Retroviral (ARV) secara gratis yang sangat mudah diakses, Orang yang hidup dengan HIV (ODHIV) sejatinya dapat hidup normal dan terus menjaga kesehatannya.
Namun banyak ODHIV yang enggan untuk terus menerus mengakses pengobatan ini sehingga rawan menderita sakit hingga mengalami kematian. Mereka memilih putus obat dengan berbagai alasan. Lost Follow Up (LFU), begitu istilahnya dalam program penanggulangan HIV.
KPA Denpasar memberi perhatian khusus kepada kelompok ini karena akan sangat mempengaruhi target pencegahan kematian terkait HIV.
“Karena itu kami melibatkan LSM untuk menjangkau kembali ODHIV yang berstatus LFU melalui program swakelola tipe III,” kata Sekretaris KPA Denpasar Tri Indarti dalam diskusi dengan media di Denpasar, Senin (16/9/2025).
Program LFU dipadukan dengan program Notifikasi Pasangan dimana ODHIV diminta memberikan dorongan untuk mendorong pasangannya agar menjalani test HIV sehingga akan diketahui statusnya.
Program yang pada tahun 2024 dianggarkan senilai Rp 68,8 Juta itu dilaksanakan oleh Yayasan Spirit Paramacitta.
Direktur Yayasan Spirit Paramacitta adalah Putu Ayu Utami Dewi menyatakan, program LFU pada 2024 menyasar 100 orang ODHIV dengan melibatkan 5 petugas Penjangkau Lapangan (PL) yang juga dari kalangan ODHIV.
Dari 100 ODHIV yang dijangkau diketahui 6 orang yang telah meninggal, 9 orang menolak dirujuk untuk menjalani pengobatan ARV, 48 klien menunda pengobatan, 23 klien bersedia kembali menjalani pengobatan dan 14 klien tidak ditemukan alamatnya.
“Alasan menolak atau menunda karena merasa sudah sehat dan menjalani pengobatan alternatif atau karena kondisi pekerjaan yang tidak memungkinkan,” sebutnya.
Program ini akan dilanjutkan pada tahun 2025 dengan target 50 – 70 persen akan mau mengakses kembali layanan kesehatan. “Dari program tahun 2024, kami telah merumuskan berbagai strategi yang mungkin bisa diterapkan di lapangan,” tegasnya.
Misalnya, PL bisa membawa foto kondisi mereka saat putus obat atau penggambaran bagaimana resiko keluarga ketika ODHIV mengalami sakit. “Jadi dari PL sendiri memang harus bisa mendekati klien sehingga meras nyaman untuk mengungkapkan kondisi mereka yang sebenarnya,” katanya.
ODHIV yang terindentifikasi pun sudah dikategorikan tingkat kesulitannya sehingga bisa disiapkan strategi yang berbeda. Biaya yang dianggarkan mencapai Rp 57,3 Juta.
Kasus HIV dan layanan ARV
Temuan Kasus HIV di Denpasar tiap tahun berkisar antara 800- 900 kasus baik dari kalangan heteroseksual, homoseksual, pecandu, penularan dari ibu dan anak, dan lain-lain. Dominasi dari segi usia masih di usia produkrif. “Sampai Juli pada tahun ini ada 518 kasus,” sebut Sekretaris KPA Denpasar Tri Indari.
Di Denpasar sendiri ada 33 Layanan Voluntary Consulting Test (VCT) baik di Puskesmas, Rumah Sakit dan Klinik milik Yayasan. 31 diantaranya juga sudah menyediakan layanan ARV. Hal ini menunjukkan kesiapana Denpasar dari segi infrastruktur layanan kesehatan. (kanalbali/RFH)