DENPASAR, kanalbali.id – Himpunan Mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia (Himasindo) Universitas Udayana menggelar diskusi bertajuk “Basa Basi: Bahas Sastra Bahas Literasi” di Ruang Santay Coffee & Tea, Renon, Denpasar.
Temanya “Kata Menyela, Makna Menjelma”.
Kegiatan Himasindo Udayana ini membedah kumpulan puisi Jamuan Malam karya Eirenne Pridari Sinsya Dewi, S.S., M.Ed., sebagai bagian dari rangkaian Bulan Bahasa 2025.
Ketua pelaksana Bulan Bahasa 2025, Jeremy Albert Panjaitan, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan agenda tahunan Himasindo yang rutin digelar untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda sekaligus Hari Lahir Bahasa Indonesia.
Selain memperingati momentum kebahasaan, acara ini juga bertujuan untuk memperluas ruang dialog antara mahasiswa, akademisi, dan masyarakat umum dalam mengapresiasi karya sastra.
“Semoga dengan adanya Bulan Bahasa ini kita semua makin dekat dengan dunia literasi, tidak hanya membaca, tapi juga memahami isi dan pesan di baliknya,” ujarnya.
Acara yang dihadiri sekitar empat puluh orang ini diawali dengan sambutan panitia dan penampilan oleh Teater Cakrawala. Diskusi kemudian dipandu oleh Dian Pancawati, dengan menghadirkan tiga pembicara: Oka Rusmini (sastrawan), Prof. Dr. I Gusti Sri Rwa Jayantini, S.S., M.Hum. (dosen Universitas Mahasaraswati), dan S. Priyo (jurnalis sastra).
Dalam sesi diskusi yang hangat, ketiga pembicara memberi pandangan berbeda tentang Jamuan Malam. S. Priyo menilai karya tersebut kaya diksi dan sarat perenungan. “Puisi-puisi ini intim sekali, seperti berbicara dengan diri sendiri,” katanya.
Namun, dia juga melihat ruang yang masih bisa digarap lebih dalam, terutama ketika menyentuh tema sosial. “Karya ini masih dalam tahap transisi, penulisnya belum berani mengkritik secara langsung, tapi itu justru menandakan kematangan yang sedang tumbuh”
Sementara itu, Oka Rusmini menyoroti cara Eirenne menata puisinya. Baginya, penyair ini sudah melampaui tipikal penulis muda yang masih mencari bentuk. “Saya kira karena dia seorang dosen dan banyak membaca karya mahasiswa, dia sudah melakukan lompatan yang jarang dilakukan penulis pemula,” ujarnya.
Oka juga menyinggung beberapa bagian dalam Jamuan Malam yang menurutnya berhasil menghadirkan dinamika puitik. “Pada Sajian Anggrek lalu Sajian Lilin Hitam, ini bagus, ibarat membuat fiksi datar dulu lalu konflik. Judul-judulnya juga sangat puitik,” paparnya.
Pandangan berbeda datang dari Prof. Rwa Jayantini, yang melihat kekuatan utama buku kumpulan puisi ini justru pada perenungan personal sang penulis. “Bu Eirenne ini pandai memanfaatkan ruang perenungannya, lalu menulisnya.
Menurut saya, setiap puisi dalam Jamuan Malam bukan hanya kumpulan kata, tetapi juga ruang batin yang mengundang pembaca untuk ikut berhenti sejenak untuk menatap diri sendiri,” ujarnya.
Sebagai penutup, Eirenne mengungkap makna personal di balik karyanya. “Jamuan Malam adalah hadiah untuk diri saya sendiri. Puisi-puisi ini lahir dari kebiasaan saya merenung di tengah malam,” tuturnya.
Ucapan itu menutup malam dengan kesan yang sederhana, tetapi bermakna dalam. Di tengah derasnya arus digital dan singkatnya perhatian manusia terhadap kata, forum seperti Basa Basi menjadi pengingat bahwa sastra masih punya ruang untuk hidup.
Acara diakhiri dengan pembacaan puisi oleh penulis serta sesi foto bersama pembicara dan penulis. Suasana hangat menutup kegiatan yang menjadi bagian dari rangkaian Bulan Bahasa 2025 menuju acara puncak dan penutupan. ( kanalbali/RLS )


