Puja Saraswati Bersumber dari Tradisi Bharata Warsa

Sugi Lanus - IST
Sugi Lanus - IST
Catatan Harian Sugi Lanus
5 September 2025 
Sungai Saraswati (Sárasvatī-nadī́ ) adalah sungai mitologis alam dewata, pertama kali disebutkan dalam Rigveda dan kemudian dalam teks-teks Weda lainnya dan teks pasca-Weda.
Sungai ini memainkan peran penting dalam para penganut berbagai aliran pemikiran dan kepercayaan yang berbasis Weda.
Rigveda (kitab suci yang telah ada sekitar 1500 – 1000 Sebelum Masehi) ini adalah sumber tertua yang menyebutkan Dewi Saraswati dengan berbagai puja mantra yang dijelaskan dengan sangat rinci. RV 7.95.1-2, menggambarkan Saraswati mengalir ke ‘samudra’.
Dewi Sarawasti disebutkan dalam banyak pujian (himne) dalam Rigveda, dan ada tiga himne yang didedikasikan untuknya (6:61 secara eksklusif, dan 7:95–96 yang ia disebutkan bersama Sarasvant). Dalam Rigveda 2.41.16 ia disebut: “Ibu terbaik, sungai terbaik, dewi terbaik”.
Dalam Mandala (bagian buku) 10 (10.17) dari Rigveda, Saraswati dirayakan sebagai dewi penyembuhan dan pemurnian air. Dalam Atharva Veda perannya sebagai penyembuh dan pemberi kehidupan lebih dipertegas. Dalam berbagai sumber, termasuk Yajur Veda, Saraswasti digambarkan telah menyembuhkan Indra setelah dia minum terlalu banyak Soma.
Dewi Saraswati dalam Rig Weda disebutkan sebagai Dewi yang memberikan kekuatan pikiran dan wicara. Pikiran tajam jernih dan mulia adalah ‘dhi’. Wicara halus teratur dan luhur adalah bermuara pada ‘vac’.
Saraswati sebagai Dewi mengatur dan pemberkah ‘dhī’ (Rigveda 1:3:12c.). ‘Dhī’ adalah pikiran yang diilhami (terutama yang dimiliki para rishi ), itu adalah intuisi atau kecerdasan – terutama yang terkait dengan kalimat suci dan agama. Saraswati dipandang sebagai dewi yang dapat memberikan dhī ( Rgveda 6:49:7c.) jika kita mohon dalam doa atau meditasi.
‘Dhi’ diperlukan untuk menuntun ‘Vac’. Ucapan (vac) membutuhkan pikiran yang diilhami, pikiran yang murni, dia juga terkait erat dengan ucapan dan dengan dewi ucapan, Vāc. Dalam kitab Shatapatha Brahmana, peran Saraswati-Vac meluas, menjadi jelas diidentifikasi dengan pengetahuan (yang dikomunikasikan melalui ucapan).
Disebutkan bahwa Dewi Saraswasti adalah “ibu dari Weda ” serta Weda itu sendiri.
Shatapatha Brahmana menyatakan bahwa ”seperti semua air bertemu di lautan… maka semua ilmu pengetahuan (vidya) bersatu (ekayanam) dalam Vāc” (14:5:4:11).
Kitab-kitab Purana dan kitab lainnya yang ditulis di India menjelaskan dan memuliakan Dewi Saraswati.
Bukan hanya dalam ajaran Hindu dimuliakan. Dalam agama Buddha, Dewi Saraswati dihormati dalam banyak bentuk, termasuk Dewi Cinta Kasih dan identik dengan Dewi Tara. Dalam Jainisme, Saraswati dihormati sebagai dewi yang bertanggung jawab atas penyebaran ajaran dan khotbah Tirthankara.

Pemuliaan Dewi Saraswati Era Majapahit

KAKAWIN DHARMASUNYA dalam Wirama Ragakusuma secara jelas menulis bahwa yang disebut sebagai Pujangga Agung adalah seseorang yang batinnya telah dikuasai oleh Dewi Saraswati sungguh-sungguh tiada terpisahkan:
1. Batin sang pujangga ulung jernih bagaikan samudera, bersinar suci bersih.
Hendak bebas dari saripati keindahan yang menjadi kumpulan segala rasa.
Pengetahuan Tertinggi merupakan puncak ajaran tertinggi. Beliau merupakan pendeta utama.
Bagaikan lingga dunia, sebagai lampu, karyanya telah terkenal kemana-mana.
2. Orang yang telah mahir dalam kenyataan seperti itu berhak menciptakan kakawin di masyarakat.
Sungguh Hyang Siwa-Budha menganugrahi beliau tentang kesucian batin.
Dan lagi Dewi Saraswati sungguh-sungguh telah menguasai batinnya tiada terpisahkan.
Itulah sebabnya beliau berhasil dalam segala ucapannya. Beliau itulah dinamakan Pujangga Agung.
Dalam karya sastra Kawi lainnya yang ditulis era Kerajaan Majapahit keberadaan Dewi Saraswati sangat sentral menempati posisi inti dalam kependetaan dan kesusastraan. Kakawin Dharmasunya, kakawin didaktis dalam bahasa Jawa Kuno, yang diperkirakan ditulis pada pertengahan abad ke 15 Masehi, sebagai salah satu contoh.
Dalam tradisi suci penulisan Kakawin baik era kerajaan Majapahit atau sebelumnya, yang dipuja dan dimuliakan adalah Dewi Saraswasti sebagai ‘Weda’, sebagai pemberi kejernihan ‘Dhi’ dan ‘Vac’ — hanya ketika sang penyair atau Sang Kawi Sastra sudah ‘kesusupan’ atau telah mendapat anugrah Dewi Sarasawati atau Sang Hyang Sarasawati, atau Hyang Haji Sasraswati, baru disebutkan siddhi dan layak disebut Pujangga Agung. Karya KAKAWIN DHARMASUNYA bagian Wirama Ragakusuma di atas terang benderang menyebutkan hal tersebut. Kakawin-kakawin lain yang lebih tua, pun menyebutkan hal yang sama. Bahwa manusia yang pikiran dan batinnya mulia dan mampu berucap disebut sebagai diberkati ‘dhi’ dan ‘vac’ oleh Hyang Saraswati.
Bahkan kalau kita urai karya Jawa Kuno secara lebih jauh maka Dewi Saraswati menempati posisi penting dari tahun 800 Masehi dan selanjutnya bersambung ke tradisi sastra Kawi era Teguh Dharmawangsa dan Kerajaan Kediri, serta era setelahnya, Singosari dan Majapahit.

Pemuliaan Dewi Saraswati di Bali

Pemuliaan Dewi Saraswati diperkirakan dibawa serta ke Bali dari Jawa ketika tradisi Kakawin diperkenalkan dari Jawa ke Bali, setidaknya era Raja Udayana yang menikah dengan Ratu Mahendradatta (keturunan Mpu Sindok) yang disebutkan secara tradisi telah membawa Kitab Kakawin Ramayana dan karya-karya kakawin lain yang telah dikenal di Jawa di era ini.
Kalau dilihat dari gelar dan nama raja-raja Bali seperti Kesari dan Ugrasena bersumber dari tradisi teks yang sudah ada relief ceritanya di Candi Prambanan, ada kemungkinan pemuliaan Saraswati di Bali sudah dikenal di era tersebut.
”Sri, Ratih, Girisuta, Saraswati, nā sirānung atidibya dewatī..”
Demikian disebutkan dalam Kakawin Ramayana bahwa Saraswati adlaah dewati yang dimuliakan… Kakawin Ramayana, yang diperkirakan telah ditulis dalam era Mataram Hindu pada masa pemerinthan Dyah Balitung sekitar tahun 820-832 Saka atau sekitar tahun 870 M, dibawa salinanya ke Bali setidaknya di era Raja Udayana. Sekalipun belum ada bukti peninggalan atau pura pemujaan khusus atau bukti temuan arca Saraswati di Bali dari era Bali Kuno, tapi kemungkinan sudah dikenal setidaknya di kalangan bhujangga dan lingkar kerajaan.
Karya Sastra yang diwarisi di Bali sampai saat ini, seperti: Kakawin Sutasoma, Kakawin Bhomantaka, Tantri Kamandaka, Kakawin Arjunawijaya, Kakawin HARISRAYA, Kakawin- Adiparwa, Bhismaparwa, Tantu Panggelaran, Siwarätrikalpa, Sumanasantaka, Nawaruci, Kakawin Nirartha Prakreta, dll mengandung uraian pemuliaan Dewi Saraswati. Sekian banyak kakawin atau teks sastra yang memuliakan Saraswasti yang mengalir dari tradisi Kawi atau Jawa Kuno, tentu tidak lain merupakan kelanjutan aliran pemikiran Weda dan pemuliaan Saraswati yang bersumber dari tradisi Rigveda yang telah ada sekitar 1500 – 1000 Sebelum Masehi yang berkembang di tanah Bharata Warsa.
Karya-karya Kakawin tersebutlah yang menyusup menjiwai tradisi Hindu Bali. Bersama karya-karya Kakawin dan teks sastra Hindu di Nusantara tersebut terdalam pula lontar-lontar berisi kompilasi mantra dan mengandung secara khusus Mantra Puja Saraswasti.
Mantra yang pendek salahsatunya yang muncul dalam lontar mantra puja Saraswati:
OṂ Gaṅgā-Sarasvatī-Sindhuvatī-Vipāśā-Kośikā-Yamunā-Sarayū-yanamaḥ svāhā.
Mantra Pemercikan Tirta Saraswati:
   OṂ SAṂ Sarasvatī-śveta-varṇāya[i] namaḥ svāhā
   OṂ BAṂ Sarasvatī-rakta-varṇāya[i] namaḥ svāhā
   OṂ TAṂ Sarasvatī-pīta-varṇāya[i] namaḥ svāhā
   OṂ AṂ Sarasvatī-kṛṣṇa-varṇāya[i] namaḥ svāhā
   OṂ IṂ Sarasvatī-viśva-varnāya[i] namaḥ svāhā
Tabik pikulun Hyang Dewi Saraswati, inilah mantra pemuliaan Saraswati yang teramat disucikan dan dipujakan untuk memuliakan dan memohon pemberkatan yang terdapat dalam lontar-lontar rahasya di Bali:
1  OṂ Sarasvatī namas tubhyaṃ, varade kāma-rūpiṇi
siddhārambhaṃ1 kariṣyāmi, siddhir bhavatu me sadā.
2 Praṇamya sarva-devāṃś ca, Paramâtmānam eva ca
rūpa-siddhi-prayuktā yā, Sarasvatīṃ namāmy aham.
3 Padma-pattra-viśālākṣī, padma-kesara-varṇinī4
nityaṃ padmālayā devī, sā māṃ pātu Sarasvatī.
4 Brahma-putrī mahā-devī, brahmaṇyā Brahma-nandinī6
Sarasvatī saṃjñayanī, prayānāya Sarasvatī.
5 Kāvyaṃ vyākaraṇaṃ tarkaṃ, veda-śāstra-purāṇakam
kalpa8-siddhīni tantrāni, tvat-prasādāt samārabhet9.
Terjemahannya:
1 Ya Dewī Saraswatī, sembah kehadapan-Mu,
Yang melimpahkan anugerah, Yang mengubah bentukMu atas kemauanMu;
Aku akan menjalankan / melakukan suatu usaha suci yang berhasil / sukses,
keberhasilan / sukses haruslah terus-menerus apa yang kulakukan (demi kebaikan).
2 Setelah menundukkan kepala kepada semua para dewa dan Sang Diri Tertinggi,
  Aku menyembah Dewī Sarasvwtī, Yang indah mempesona nan pandai.
3 MataNya terbuka lebar bagaikan daun-daun bunga teratai,
warnaNya bagaikan kawat-pijar dari sekuntum teratai merah;
Oh Dewī terus-menerus berdiam di dalam sekuntum teratai.
Dewī Saraswatī ini kumohon perlindunga-Mu  (lindungilah aku).
4 Putri Dewa Brahmā, Dewī nan Agung,
Yang mengabdikan diri kepada Brahman, Yang membuat bahagia dan bergembira Dewa Brahmā;
Dewī Saraswatī yang penuh dengan kebijaksanaan (?),
bagi suatu perjalanan / kepergian (?)3……………. saraswati.
5 Dengan keanggunanMu (sese-)orang boleh menjalankan / melakukan
studi (pendalaman) atas syair-syair, tatabahasa, logika (ilmu mantik)
Weda, peraturan-peraturan tatatertib (disiplin), Purāṇa-Purāṇa,
dan Tantra-tantra dari adat dan pengetahuan yang sempurna.
Demikianlah lontar-lontar suci di Bali dipenuhi pemuliaan akan Saraswati.
Selamat merayakan (setiap hari) Dewati yang membimbing ‘Dhi’ dan ‘Vac’, yang senantiasa memberikan terang pikiran dan kemurniaan penuh tulus dalam wicara ucapan kita sehari-hari. (kanalbali/IST)
Apa Komentar Anda?