
DENPASAR, kanalbali.id – Seorang penari meliukkan badannya. Luwes dan tak terbebani. Ia bergerak bebas sebebas imajinasi Ketut Jaya saat memindahkannya ke atas kanvas dengan menggunakan ujung kuasnya.
Perempuan Bali itu dibayangkan sebagai Ni Polok, penari yang menjadi sumber inspirasi bagi maestro almarhum Le Mayeur. Tapi perupa yang akrab disapa Kaprus pun tak melihat langsung si penari.
Ia menangkap gerakan penari dari foto yang dibuat Rudi Waisnawa Ketika dua tahun lalu digelar rekontruksi tokoh Ni Polok di ajang Pesta Kesenian Bali.
BACA JUGA: Kembali Digelar, Ubud Writers &Reader Festival 2024 Hadirkan Pemenang Nobel dari Filipina
“Aku lebih suka lukisannya. Kalau yang di foto kurang memancing khayalan kita tentang Ni Polok di masa hidupnya,” sebut Rudi saat ditemui pada pembukaan pameran karya Ketut Jaya, Jumat (18/10/2024) di Maya Gallery, Sanur.
Karya bertajuk “Tarian Sanghyang Dedari” juga menggunakan proses yang sama. Foto-foto eksklusif Rudi ditafsirkan Kembali oleh Ketut Jaya menghasilkan berbagai pose dengan latar belakang yang menarik.
Kesan mistris dan sakral pun terasa menyentuh batin yang melihatnya. Bukan sekedar sebagai dokumentasi sebuah peristiwa.

Kaprus menciptakan suasana itu dengan menciptakan kontras antara warna kostum penari yang didominasi dengan warna kuning menyala dengan latar belakang berwarna biru dengan gradasi yang berlapis.
“Disini susahnya karena penumpukan cat air terjadi saat masih basah dan kadang bergerak melampaui keinginan kita,” katanya. Namun justru dalam tantangan itulah dia menemukan warna atau bentuk baru yang dibiarkannya karena dirasa menciptkan nuansa yang punya nilai tersendiri.
Jauh sebelum karya-karya itu, Kaprus telah lama menekuni lukisan cat air sebagai tehnik yang disukainya. Kemana pun dia pergi, dia selalu membawa kuas dan cat air untuk sewaktu-waktu mengabadikannya di atas kertas bila bertemu dengan obyek menarik.
Melukis on the spot adalah salah-satu kegiatan favoritnya yang hasilnya sebagian juga dipamerkan dalam acara itu. Seperti seri lukisan tentang Pura di Bali, Pelabuhan dan juga lukisan tatkana ia melakukan perjalanan ke Nepal.
Pecinta seni Made Pria Dharsana menilai, karakter media cat air itu unik. “Harus .belajar sabar dalam proses berkarya. Penuh pertimbangan karena media putih kertas sangat peka dengan cat air,” katanya.
Dalam tahapan berkarya ada spontanitas dan bentuk-bentuk yang terjadi sering tak terencana. Ada kesan bermain dalam mencampur warna dan betul -betul merefresh perasaan.
Medium ini bisa menjadi refleksi diri untuk bersabar dan mengurasi kadar emosi. “Karena harus emnahan diri agar tak kebablasan,” tegasnya yang berprofesi sebagai notaris. (kanalbali/RFH)
Be the first to comment