
INI adalah tulisan lanjutan saya terkait hasil obrolan intens saya dengan Gung Rai ARMA, yang menjadi saripati untuk disajikan kepada kita semua.
Ilmu pengetahuan dan teknologi tidak selalu bergerak ke arah yang positif, kadang-kadang pada kenistaan dan malapetaka. Agung Rai mengingatkan bahwa ilmu pengetahuan dan tehnologi sering berhadapan dengan pertanyaan pokok tentang jalan yang harus ditempuh, dan ilmu sendiri tidak dapat menjawabnya.
Pertanyaan itu beragam di sekitar masalah pengendalian ilmu dan teknologi agar tetap melayani kebutuhan dan keselamatan manusia. Pertanyaan mengenai dirinya sendiri, tujuan dan cara pengembangannya harus mengarah pada moralitas, makna, dan tujuan hidup manusia yang semuanya berakar pada agama.
Arti penting agama adalah karena umat manusia sekarang merasa semakin tidak aman dan terancam. Mereka semakin gelisah dan takut karena perubahan yang begitu cepat dalam teknologi komunikasi dan informasi. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di Amerika Serikat, dalam waktu yang sama, dapat segera diketahui di Indonesia.
Informasi yang diperoleh dari kejadian di Amerika Serikat, besar atau kecil, tentu mempengaruhi alam pikiran bangsa Indonesia. Selain itu sekali pun Perang Dunia II telah berakhir dengan jatuhnya bom atom di Hirosima dan Nagasaki, namun, orang masih khawatir bahwa senjata yang lebih dhasyat, masih akan dapat menimpa umat manusia.
BACA JUGA: Kado Ultah untuk ARMA: Antara Religi dan Modernitas
Mereka tidak dapat memperhitungkan masa depan mereka sendiri. Lebih dari itu, tidak sedikit umat manusia yang merasa gelisah menghadapi pemerintahan yang zalim, ekonomi dan kesempatan kerja yang semakin sulit, dan kerusakan ekologi yang menjadikan kehidupan kurang sehat.
Ekstasi Campur Sabu Rasa Buah Nyaris Beredar di Bali, Pembawanya Dua Sejoli Asal Thailand
Dalam keadaan seperti itulah, pesan-pesan agama, baik perorangan maupun kelompok, muncul kembali dan menjadi penting.
Di kalangan umat beragama sendiri juga mulai dirasakan adanya kegairahan baru. Ada usaha-usaha mengadakan modernisasi, redefinisi, reformasi, reinterpretasi, kontekstualisasi, konseptualisasi agama dan relevansinya dengan kehidupan dan tantangan yang dihadapi manusia.
Berbagai dialog di kalangan para tokoh agama yang berlangsung di berbagai tempat merupakan bukti kegairahan tersebut dan bagaimana pun agama akan tetap diperlukan seberapa pun majunya progresivitas ilmu dan teknologi.
Sistem organisasi sosial di Bali, juga pada kebanyakan masyarakat tradisional Asia ternyata dibentuk oleh agama. Bahasa yang memiliki arti bagi sebagian besar penduduk Asia adalah bahasa agama.
Masyarakat, tidak akan dapat memahami dinamika sosial, menemukan jalan untuk memanfaatkan atau mengatasi dinamika tersebut dalam proses pembangunan tanpa memahami bagaimana agama meresap dalam hubungan-hubungan sosial dan tingkah laku masyarakat, baik kolektif mau pun individual.
BACA JUGA:
Agama Jadi Kekuatan Integrasi
Bagaimana pun harus diakui bahwa agama dapat menjadi kekuatan integrasi dan pemberi motivasi yang kuat. Bali, menurutnya, menjadi representasi yang paling komprehensif dalam konteks ini selain di negara-negara Asia lainnya.
Ketika ilmu dan teknologi makin pesat perkembangannya, agama sesungguhnya dapat mengambil peran yang strategis di ranah humanisme dan budaya. Bahkan agamalah yang paling bisa memainkan integrasi kemanusiaan karena sanggup merogoh inti kedalaman kemanusiaan itu.
Selain itu, menurutnya, agama juga sanggup memiliki daya adaptif terhadap perubahan zaman sebagaimana agama Hindu di Bali.
Sejalan dengan itu, Mohammad Hatta pernah menyatakan bahwa walaupun daerah agama dan daerah ilmu itu terpisah satu sama lain, namun, antara keduanya terdapat pertalian dan hubungan timbal balik yang kuat.
Walaupun agama yang menetapkan tujuan, namun, agama tetap belajar dari ilmu dalam arti yang seluas-luasnya, alat-alat yang dapat membantu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ilmu hanya dapat diciptakan oleh orang-orang yang jiwanya penuh dengan keinginan untuk mencapai kebenaran. Sumber perasaan ini tentu memancar dari daerah agama
Maka jika merujuk kisah pemutaran Gunung Mandara, jangan-jangan Iptek dan Agama adalah penggambaran raksasa dan dewa? Dalam kisah zaman Satyayuga itu disebutkan bahwa para raksasa dan dewa bersepakat bekerja sama memutar gunung Mandara untuk mencari air kehidupan atau tirta amerta!. (Kanalbali/IST)
Be the first to comment