
DENPASAR, kanalbali.id – Dipentaskan berkali-kali dalam berbagai versi, tari Barong tetap menjadi daya pikat di panggung Pesta Kesenian Bali 2025.
Seperti pada Kamis, 17 Juli 2025, saat Sanggar Seni Sa Wirasa dari Banjar Pengembungan, Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Badung, menghadirkan sebuah drama tari yang sarat makna berjudul “Memanying-manyingan” di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Provinsi Bali.
“Memanying-manyingan” dalam Bahasa Indonesia berarti bermanja-manjaan. Sebuah penggambaran unik hubungan kasih sayang antara dua karakter barong dalam balutan dramatari yang ekspresif dan penuh simbol.
Mengangkat kisah dua barong — Barong Macan Bagus Kembar dari Pura Penataran Bukit dan Barong Ket Bhetari Batur dari Pura Batur Bongkasa — garapan ini mengemas tema kasih sayang dalam nuansa sakral yang dipadukan dengan estetika pertunjukan yang memikat.
I Wayan Ari Sueka Darma, penata tabuh, menjelaskan bahwa garapan ini merupakan adaptasi dari tradisi sakral yang biasa dipentaskan saat Ida Bhatara dan Ida Bhatari napak pertiwi. Untuk PKB, ditampilkan dalam bentuk duplikat atau versi balih-balihan, namun tetap diawali dengan upacara mohon keselamatan oleh para pemangku, menjaga nilai kesakralannya.
Waduh, 25 WNA Terjaring Razia Motor di Bali
“Ini adalah warisan budaya turun-temurun dari Desa Bongkasa yang masih lestari hingga kini. Walau tampil dalam versi hiburan, maknanya tetap kuat. Semangat Jagat Kerthi kami hadirkan lewat rasa kasih, karena dunia tak akan seimbang tanpa cinta dan kelembutan,” jelasnya.
Drama tari ini memadukan karakter keras dan tegas dari Barong Macan Bagus Kembar dengan kelembutan Bhetari Batur dalam kisah cinta yang mengalir di tengah kehijauan alam. Lewat kolaborasi tari, tabuh, dan cerita yang menyentuh, penampilan ini tidak hanya menghibur, tapi juga memperkenalkan kekayaan tradisi Desa Bongkasa sebagai desa wisata budaya.
Garapan tari yang disutradarai Ngurah Oka Sudamala ini diramu dengan pola lantai dan gerak yang dinamis, sarat pesan moral dan artistik. Para penari muda tampil total, menciptakan suasana magis yang menghipnotis penonton.
Lewat “Memanying-manyingan”, Sanggar Sa Wirasa membuktikan bahwa tradisi bisa dikemas modern tanpa kehilangan akar spiritual dan filosofisnya. Sebuah persembahan yang tak sekadar pertunjukan, tapi juga refleksi kasih dalam bingkai budaya Bali. ( kanalbali/RLS/RFH )