
UBUD, kanalbali.id – Wamen Kebudayaan Giring Ganesha hadir di Museum Puri Lukisan Ubud pada Sabtu (19/7/2025) untuk mengahdiri press conference pameran karya seniman multidisiplin, Sherry Winata, bertajuk ‘Inner Sacred Alchemy’.
“Saya sangat senang karena menampilkan lukisan dari hasil meditasi. Kebetulan saya sendiri telah mempraktekkan meditasi secara intens dan menjaid kebiasaan sehari-hari,” katanya mengenai pameran yang merupakan hasil kerjas sama perupa dengan dengan G3N Project itu.
Karya-karya Sherry, kata dia, mengungkapkan pengalaman pribadi pelukisnya sebagai pelaku meditasi yang mendapatkan ketenangandna kedamaian dengan cara itu.
Pameran bertajuk ‘Inner Sacred Alchemy’ akan menampilkan 23 lukisan dan dimulai pada Minggu, 20 Juli 2025, dan berlangsung hingga 10 Agustus 2025.
GM G3N Project Andry Ismaya Permadi mengatakan lukisan Sherry sangat istimewa, karena tidak hanya menggunakan pewarna yang lazim seperti akrilik atau cat minyak, tetapi juga media campur seperti batuan, mineral, kristal, resin, glitter, dan lain-lain.
Dalam karya abstrak Sherry yang sangat memperhitungkan warna dan estetika itu, material yang digunakan bukan jadi elemen fisik saja, tetapi juga mediator energi yang menjembatani manusia dengan semesta raya.
“Sherry juga dikenal sebagai sosok unik dalam lanskap seni kontemporer Indonesia. Ia bukan hanya seorang pelukis, tetapi juga penulis, pematung, guru meditasi, penyembuh dengan sound healing, dan praktisi spiritual,” kata Andry.

Ia menyebut G3N Project telah beberapa kali bekerja sama dengan Sherry untuk unjuk karya dalam sejumlah pameran termasuk di Museum Puri Lukisan ini.G3N Project yang didirikan pada 2023 ini juga berkolaborasi dengan sejumlah seniman terkemuka untuk berkontribusi terhadap perkembangan seni rupa Indonesia dan membawanya ke ranah global.
Sherry mengakui lebih dari empat dekade menekuni perjalanan batin yang mendalam untuk menggali berbagai tradisi penyembuhan dan kebijaksanaan kuno dari berbagai penjuru dunia.
Bagi Sherry, melukis bukan sekadar kegiatan artistik, melainkan proses spiritual yang menyatu dengan jiwanya. Lukisan menjadi jembatan antara dirinya dan alam semesta, tempat ia menyalurkan energi yang telah melalui berbagai lapisan kesadaran—sadar, bawah sadar, hingga suprasadar.
“Saya percaya bahwa keindahan sejati berasal dari dalam diri: dari keberanian untuk menerima diri seutuhnya, termasuk luka, sisi gelap, dan kerentanan,” kata Sherry.
Lewat perpaduan warna, simbol, dan pola yang intuitif, karya-karya Sherry merekam perjalanan batin dan pencarian cinta tanpa syarat. Ia tidak melihat rasa sakit dan emosi negatif sebagai beban, melainkan sebagai katalis penting dalam proses transformasi diri.
Sherry menegaskan, baginya, seni adalah bentuk doa dan pengabdian—sarana untuk membangkitkan kembali suara jiwa yang mungkin telah lama terabaikan.
Kurator Asmudjo J. Irianto dalam katalog pameran menyebut Sherry sebagai sosok yang berhasil menemukan bahasa visualnya sendiri meski tanpa latar belakang seni rupa formal. Karyanya, baik lukisan maupun objek tiga dimensi, muncul dari proses mendalam yang lebih merupakan perpanjangan dari tubuh spiritualnya ketimbang sekadar eksplorasi estetika.
Menurut Asmudjo, karya Sherry membuka ruang bagi pengalaman spiritual dalam seni kontemporer yang tidak terikat oleh dogma agama, pasar seni, maupun sejarah seni modern.
“Lukisan-lukisannya menyentuh sisi afektif dan intuitif, mengundang penonton untuk terhubung dengan dimensi terdalam dari dirinya sendiri—melalui warna, gestur, dan resonansi emosi yang mengalir bebas,” kata Asmudjo yang juga dosen Seni Rupa ITB.
Pameran ‘Inner Sacred Alchemy’ bukan hanya perayaan atas perjalanan kreatif individu, melainkan juga undangan untuk menjelajahi seni sebagai ruang lintas kesadaran—di mana suara hati, intuisi, dan getaran cinta tanpa syarat dapat hidup dan saling menyentuh.
Sebagaimana diungkap Sherry kita semua adalah bagian dari jalinan besar kehidupan. Melalui seni dan keheningan, kita bisa kembali merangkai siapa diri kita sebenarnya.
( kanalbali/RFH)