
BULELENG, kanalbali.id – Sekelompok mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) berinisiatif menghadirkan program kreatif untuk membantu para remaja yang mengalami masalah trauma mental.
Melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-PM), mereka meluncurkan program bertajuk “Merangkai Senyum Baru: Upaya Meminimalkan PTSD pada Remaja Korban Kekerasan di Panti Asuhan Ananda Seva Dharma.”
PTSD adalah singkatan dari Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Kondisi ini kerap dialami remaja korban kekerasan rumah tangga maupun perceraian, yang kemudian menutup diri, kehilangan keceriaan, hingga kesulitan menjalin hubungan sosial.
Komitmen Majukan Pertanian, Bupati Buleleng Serahkan 47 Ton Bantuan Benih Padi dan Jagung
Menurut para peneliti, PTSD merupakan gangguan kecemasan yang muncul setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis.
Bentuknya bisa bermacam-macam, mulai dari pelecehan seksual, kekerasan fisik, kecelakaan lalu lintas, hingga bencana alam. Namun, kasus yang paling sering memicu PTSD pada remaja adalah kekerasan dalam rumah tangga.
“Kondisi ini, jika tidak ditangani, dapat mengganggu tumbuh kembang mereka. Trauma yang berlarut-larut membuat remaja kehilangan kepercayaan diri, enggan bersosialisasi, dan sulit membangun masa depan yang sehat,” ujar Ari Mascini, Selasa (23/9/2025).
Pendekatan Terapi Unik
Menjawab persoalan tersebut, tim PKM-PM Undiksha menghadirkan kombinasi konseling kelompok dengan play therapy. Pendekatan ini sengaja dipilih karena lebih ramah bagi remaja, sekaligus mampu mencairkan suasana saat mereka diminta mengungkapkan perasaan.
Program ini dirancang melalui enam tahapan yang diberi nama SENYUM: Sinergi, Eksplorasi, Nikmati, Yakinkan, Utuhkan, dan Mengatasi. Lewat tahapan tersebut, remaja diajak untuk saling mendukung, berbagi cerita, serta menemukan kembali rasa percaya diri mereka.
Selain sesi konseling, kegiatan juga diwarnai aktivitas kreatif seperti menggambar, melukis kotak kenangan, hingga permainan sederhana yang menyenangkan. “Kami ingin merancang kegiatan yang dapat mendukung remaja untuk meminimalkan tingkat PTSD, sehingga mereka bisa mengembangkan kemampuan antarpersonal,” kata Ari Mascini.
Program “Merangkai Senyum Baru” tidak dilakukan secara singkat. Tim Undiksha melaksanakan kegiatan ini secara intensif selama tiga hingga empat bulan. Seluruh rangkaian didampingi langsung oleh Dr. Putu Nanci Riastini, S.Pd., M.Pd., dosen pembimbing yang memastikan kegiatan tetap sesuai nilai edukatif, partisipatif, dan inklusif.
“Pendekatan jangka panjang ini diharapkan mampu memberi dampak nyata, bukan sekadar kegiatan seremonial. Dengan waktu yang cukup, para remaja di Panti Asuhan Ananda Seva Dharma punya kesempatan lebih luas untuk mengekspresikan diri dan menata kembali kepercayaan diri mereka,” pungkas Ari Mascini.
Dukungan untuk Kesetaraan dan Perlindungan Anak
Program yang digagas mahasiswa Undiksha ini juga sejalan dengan komitmen kampus dalam mendukung penguatan kesetaraan gender, perlindungan hak-hak perempuan, anak, dan penyandang disabilitas. Fokus utama diarahkan pada remaja korban kekerasan yang selama ini kerap terabaikan.
Lewat “Merangkai Senyum Baru,” para mahasiswa tidak hanya berusaha menurunkan tingkat PTSD, tetapi juga menyediakan ruang aman bagi para remaja. Di ruang ini, mereka dapat membicarakan apa yang selama ini terpendam, menemukan teman sebaya yang mendengarkan, dan belajar menumbuhkan keberanian menghadapi masa depan.
Meski program ini masih berjalan, sejumlah remaja peserta mulai menunjukkan perubahan positif. Mereka lebih terbuka saat sesi konseling, berani bercerita tentang pengalaman yang sebelumnya ditutupi, bahkan mulai mengekspresikan diri melalui karya seni. Aktivitas menggambar dan melukis kotak kenangan menjadi media sederhana yang membantu mereka melepaskan beban emosional.
Keberhasilan awal ini menjadi bukti bahwa pendekatan psikososial berbasis kreativitas dapat membantu pemulihan trauma pada remaja. Tim Undiksha pun optimistis, hasil program ini dapat dikembangkan lebih luas di masa depan untuk membantu korban kekerasan di berbagai daerah.
Kekerasan pada anak dan remaja memang tidak bisa diberantas hanya dengan satu program. Namun, inisiatif kecil seperti “Merangkai Senyum Baru” memberi secercah harapan. Bagi para mahasiswa Undiksha, program ini juga menjadi pengalaman berharga untuk mengabdikan ilmu mereka langsung di masyarakat.
Dengan keberlanjutan program serupa, diharapkan semakin banyak remaja yang mampu bangkit dari trauma dan kembali menemukan senyum mereka. Sebab, setiap senyum yang kembali dirangkai adalah tanda harapan baru bagi masa depan mereka.( kanalbali/AWJ)