
DENPASAR – Kemampuan tracing atau pelacakan kontak kasus COVID-19 di Provinsi Bali masih jauh dari standar organisasi kesehatan dunia (WHO). Bali hanya mampu melacak 9-12 orang dari 20-35 standar WHO jika dalam satu tempat ditemukan kasus positif.
“Jika ditemukan satu orang positif COVID-19 itu idealnya dilacak sampai ketemu 20-35 orang. Itu idealnya berdasarkan standar WHO. Tapi rata-rata di Bali kita belum mampu sampai angka segitu, baru kita bisa lakukan pelacakan pada 9-12 orang,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Ketut Suarjaya dalam Webinar, Kamis (26/11/2020) malam.
Suarjaya menuturkan, banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan tracing di Provinsi Bali masih jauh dari kata ideal. Salah satu yang paling mendasar adalah kurang tenaga tracing yang dimiliki oleh puskesmas, rumah sakit, hingga Dinas Kesehatan Provinsi Bali sendiri.
“Banyak hal dan kendala yang terjadi di lapangan, pertama kita kekurangan tim tracing di lapangan. Karena tim tracing di lapangan ini juga sering kesulitan dalam melacak satu kasus. Kesulitannya dimana, banyak masyarakat yang positif COVID-19 terus di tracing itu tidak jujur dan bahkan ada yang lupa ke siapa saja meraka pernah kontak erat,” ujar Suarjaya.
“Belum lagi, tracing ini juga tidak mudah, karena merEka harus memakai APD lengkap seperti masker dan lainnya, karena kan mau wawancara orang yang sudah PosItif, ini yang menjadi masalah,” tuturnya.

Selain itu, persoalan lain yang mempengaruhi rendahnya kemampuan tracing di Bali adalah adanya stigma dari masyarakat. Meski Bali telah melawan COVID-19 lebih dari 7 bulan lamanya, stigma negatif terhadap masyarakat yang terkonfirmasi positif COVID-19 masih terus terjadi.
“Jadi ketika sudah diidentifikasi kontak erat, itu ada stigma, akhirnya banyak yang takut untuk di swab karena alasan macam-macam. Takut kalau dia nanti benar-benar positif nanti dia di kucilkan, distigma, dan dijauhi, dan memang banyak sekali kasus orang yang positif itu dijauhi oleh lingkungannya,” jelasnya. “Inilah hambatan yang terjadi di lapangan, jadi menemukan 20-35 itu tidak mudah,” lanjutnya.
Menyiasati dua hal itu, Suarjaya mengaku pemerintah Provinsi telah menerjunkan relawan tracing yang kemudian telah ditempatkan di seluruh rumah sakit hingga puskesmas yang tersebar di seluruh Bali. Harapannya, lanjut Suarjaya, agar standar WHO itu bisa terpenuhi.
“Maka itu sekarang ditrrjunakan relawan di masing-masing puskesmas diberikan 3-5 orang relawan. Mudah mudahan dengan adanya relawan ini, kemampuan tracing kita bisa nambah. Tapi kalau masalah yang stigma itu, ya merupakan tugas kita bersama-sama untuk mengedukasi masyarakat,” pungkasnya. (Kanalbali/ACH)
Ini Konten yang Layak Diunggah di Medsos
Be the first to comment