Aktivis: Perlu Suara Lebih Keras Peringatkan Krisis Iklim

Anak muda sudah bergerak atasi krisis iklim tapi kebijakan pemerintah belum memberi dukungan

DENPASAR, kanalbali.id – Laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) terakhir memperlihatkan trend kenaikan produksi karbon meski telah ada sejumlah kesepakatan dan keinginan dunia menurunkannya.

Situasi ini menjadi potret kondisi iklim yang makin memburuk saat ini.

“Kerusakan lingkungan saat ini menjadi code red for humanity, agar makin banyak pihak menjadikan kerusakan iklim sebagai krisis yang terjadi saat ini,” kata Agus Sari, CEO Lanscape Indonesia dalam acara Editor Forum yang diselenggarakan The Society Of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) bersama Yayasan Indonesia Cerah, akhir pekan lalu (20/8/2022).

BACA JUGA: Ini Usulan 5 Agenda Editorial Media tentang Krisis Iklim

“Pertanyaannya, apa yang dilakukan politikus menjawab permasalahan krisis lingkungan kita saat ini,” ujarnya.

Menurutnya, perlu adanya upaya membahasakan dan menyampaikan pesan kepada masyarakat mengenai kondisi lingkungan telah krisis. Salah satunya ialah mendekatkan isu-isu krisis pada kehidupan masyarakat.

Agus Sari, CEO Lanscape Indonesia – IST

“Misalnya saat polusi udara Jakarta pernah menjadi yang terburuk di dunia, masyarakat seharusnya diberi peringatan dan dilarang ke luar ruangan,” tegasnya.

“Medialah yang menyampaikan keresahan dan kegelisahan masyarakat tersebut,” terang Agus.

Sementara dari Jeda untuk Iklim mengungkapkan sebenarnya anak-anak muda (komunitas anak muda) sudah bergerak dan makin masif agar membunyikan krisis iklim.

Sederhananya, hanya ada dua pilihan hidup bagi anak muda saat ini, yakni tetap bertahan hidup dalam krisis iklim atau berjuang menjawab krisis iklim tersebut.

“Masalahnya, anak muda cenderung seolah sebagai subjek yang harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan penuh saat ini. Padahal situasinya anak-anak muda ini diwariskan tanpa ada kebijakan yang mendukung dan menopang, terutama kebijakan politik (generasi tua),” ujar Melissa Kowari, Koordinator Nasional Extinction Rebellion (XR) Indonesia, Jeda untuk Iklim.

Melissa Kowari, Koordinator Nasional Extinction Rebellion (XR) Indonesia, Jeda untuk Iklim – IST

Misalnya anak-anak muda memiliki kegiatan intensif mengendalikan sampah plastik, sementara Pemerintah masih terus mengizinkan mengimpor plastik yang menambah tumpukan sampah plastik itu sendiri.

“Generasi tua membuat generasi muda makin banyak pekerjaan memperbaiki kondisi iklim saat ini. Beban anak muda yang keresahan dan kegelisahan iklim yang terus memburuk ke depannya,” ujar Melissa.

Saat ini menyuarakan krisis iklim bukan hanya tentang krisis lingkungan, namun merupakan  krisis  kehidupan.

Dari  data   BNPB,   jumlah   korban   jiwa   yang terdampak makin meningkat, baik korban bencana hingga bencana ekonomi yang diakibatkan ketidakadilan sistemik.

“Upaya anak-anak muda ialah membangun kesadaran kolektif, mengaplikasi bagaimana anak-anak muda mesti panik dengan kondisi krisis lingkungan saat ini. Mendorong Pemerintah melalui people power tersebut,” ujar dia.

Anak-anak muda pun terus melakukan langkah politik baik dari tataran atas (top up) ataupun gerakan di tapak.

“Anak-anak muda pun telah banyak memulai, seperti startup ekonomi dan bisnis hijau, hingga gerakan-gerakan masif telah dilakukan dari langkah ditempuh seperti gerakan menyatakan darurat iklim hingga melaporkan kerusakan/krisis iklim merupakan pelanggaran HAM saat ini,” kata Melissa.

Kolaborasi sendiri sangat diperlukan anak-anak muda bersama media, bagaimana menyuarakan, menyebarluaskan contoh baik hingga membawa isu krisis iklim dalam setiap pembicaraan publik lintas isu.

“Kita butuh semua orang, untuk menyebarluaskan ini. Meski sebenarnya hal ini seharusnya dilakukan Pemerintah yang masih salah arah saat ini,” ungkap dia.

(kanalbali/RLS)

Apa Komentar Anda?

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.