Croeso Bali Dyslexia Foundation: Belajar Inklusif dan Makan Siang Gratis di Inggris

Penulis: Ranggawisnu (Ambassador BDF/NBSA (2024)

SEBAGAI ambassador Bali Dyslexia Foundation (BDF/NBSA), sebuah yayasan pendukung anak- anak dyslexia dan kampus seni dengan metode pengajaran inklusif (inclusive teaching) dan ipembeljaran imersif (immersive learning) yang berlokasi di Buleleng, Bali, saya mendapat kesempatan mewakili BDF melakukan studi banding ke Inggris atas undangan sebuah Primary School of Swansea City, Wales-Inggris.

Tanggal 12 Juli 2024 saya dan seorang rekan dari Bali terbang dan berkunjung ke Wales, salah satu dari empat negara konstituen yang tergabung dalam Great Britain, Britania Raya.

Perjalanan melalui udara dari Jakarta ke London memakan waktu kurang lebih 19 jam. Setelah tiba di bandara Heathrow, saya langsung disambut oleh Martin yang menjemput dan langsung mengantarkan saya menuju Kota Swansea. Perjalanan darat dengan mobil dari London ke Swansea memakan waktu 4 jam.

Kunjungan saya ke Wales merupakan bagian dari program Pemerintah Wales Sektor Pendidikan, yaitu program “Taith”. Program “Taith” dibuat oleh Pemerintah Wales untuk masyarakat Wales dan suku bangsa lain agar bisa saling menginspirasi; bertukar wawasan, menambah pengalaman hidup, dan nantinya dapat membagikan pelajaran yang bermanfaat untuk masyarakat sekitarnya.

Keseluruhan biaya perjalanan dan akomodasi kami selama seminggu di Wales ditanggung oleh program Taith ini. Sungguh sebuah kehormatan dan kesempatan berharga bagi kami dapat mengikuti program ini.

CROESO (selamat datang). Begitu menginjakkan kaki di Swansea,Wales, kesan pertama saya dari tempat yang terkenal dengan legenda Raja Arthur ini adalah kota yang tenang, bersih, dan teratur. Tempat yang memberikan banyak ruang untuk bernapas. Walau lokasi kota tepat di pesisir pantai, namun udara sejuk menyelimuti seisi kota Swansea.

Di hari pertama, saya menikmati berjalan kaki di Swansea karena fasilitas trotoar untuk berjalan kakinya sangat memanjakan. Saya juga melihat geografi Wales dari atas hotel tempat saya tinggal, terlihat struktur tanah Wales yang berbukit-bukit dan area landainya berbatasan langsung dengan Samudera Atlantik, samudera luas berwarna biru pekat yang dinaungi langit Wales yang hampir selalu kelabu. Udara saat musim panas di Wales terasa sejuk, tapi angin berembus terasa dingin dan cuaca pun sangat cepat berganti.

Berbanding terbalik dengan dinginnya udara, perilaku orang-orang Wales ternyata lebih hangat, terbuka, dan rendah hati, terutama tuan rumah program ini dari Sekolah Dasar (Primary School). Selama di Wales, saya dipandu oleh Mr. James Knight Kepala SD Brynhyfrid dan Mr. Tim Dadds Kepala SD Haford, dua orang kepala sekolah yang bersahabat dan sangat perhatian.

Mereka yang menemani dan menyiapkan itinerary yang rinci dan menarik selama kami berada di Wales.

Di hari kedua, setelah sebelumnya cukup waktu beristirahat, kami diajak mengunjungi Kastil Pembroke yang dibangun oleh Roger Montgomery di tahun 1093, awalnya masih dalam bentuk kayu, kemudian dibangun dalam struktur batu oleh William Marshal pada tahun 1189. Meski sudah berusia ratusan tahun, kastil Pembroke masih berdiri kokoh.

Selain terpukau dengan sejarahnya, saya terpukau dengan arsitekturnya, terutama menara bulat besar yang berada di kastil. Melihat Kastil Pembroke seperti mimpi menjadi kenyataan karena selama ini saya hanya dapat melihat kastil-kastil dari film serial berlatar sejarah Inggris seperti Last Kingdom dan atau Games of Throne.

Di hari ketiga, itinerary selanjutnya adalah Kebun Raya Wales (Botanical Garden of Wales). Di Kebun Raya ini, mata saya dimanjakan oleh aneka tanaman yang terbagi menjadi beberapa segmen; bunga-bungaan maupun tanaman hijau. Yang unik di Kebun Raya ini ada segmen khusus hewan-hewan pemangsa (birds of prey) seperti rajawali, elang dan burung hantu.

Tidak ketinggalan selama tur saya juga bisa berwisata kuliner, menikmati makanan tradisional di Inggris yaitu fish and chips, roti-rotian, Joe’s ice cream yang manis tapi nagih, dan kue khas Wales. Porsi makanan di Wales cukup besar dan mengenyangkan. Rasanya cukup enak dan bisa diterima di lidah, dan banyak resto dari bangsa lain seperti Resto Garuda yang khas masakan Indoneis, juga resto khas Yunani atau Turki. Yang paling berkesan adalah saat dijamu makan siang di rumah orangtua Mr. James Knight, seorang senior warga Wales. Bahan

masakan yang disajikan empunya rumah bersumber dari kebun keluarga yang ditanam sendiri, seperti tomat chery, daun salada, kacang-kacangan, buah bit juga mentimun.

Itinerary hari keempat hingga ketujuh adalah kunjungan utama ke ke Brynhyfryd Primary School dan Hafod Primary School. Saya perhatikan kualitas antara sekolah negeri dan swasta di Wales tidak begitu jauh berbeda jika dibandingkan dengan di Indonesia.

Ruang kelas di sekolah ini dibuat lesehan dengan matras yang nyaman untuk anak-anak yaitu dari alas busa spons yang empuk. Antar ruang kelas saling terhubung sehingga setiap guru dapat saling membantu dan mengawasi. Di ruangan juga ada tempat khusus untuk anak-anak mengenal potensi mereka;-ruang seni dengan peralatan musik dan lukis, -ruang dengan bermacam-macam profesi yang dilengkapi berbagai macam alat peraga, seperti display robotic atau perlengkapan para chef, dan lain sebagainya.

Setiap ruang kelas juga dilengkapi dengan alat edukasi yang lengkap dan canggih; seperti layar televisi yang terhubung dengan internet dan electric white board. Secara kurikulum, Wales mewajibkan usia wajib belajar hingga usia 16 tahun. Dan baru lima tahun ini mereka menggodok kurikulum pendidikan mereka sendiri yang tadinya mengikuti kurikulum pendidikan dari pusat.

Bagaimana mereka membuat kurikulum pendidikan sendiri di Wales menjadi perbincangan yang sangat menarik. Sejak lima tahun yang lalu, Sektor Pendidikan Pemerintah Wales membuat kebijakan agar setiap sekolah dapat membuat kurikulum mandirinya, tidak lagi terpusat pada kurikulum yang Inggris sentris seperti sebelumnya.

Hal ini untuk merespon perkembangan di masyarakat, yaitu banyaknya warga imigran dari berbagai suku bangsa yang berdomisili di kota-kota Wales seperti Swansea, Cardiff, dan lainnya. Hingga sekolah-sekolah di wales dituntut memberikan pendidikan inklusif, baik sistem pengajarannya hingga sarana prasarana belajarnya.

Saya dibuat kagum oleh metode pengajaran di sekolah, di mana mereka benar-benar fokus pada kemampuan dan kenyamanan anak. Hal ini dimulai dari proses assessment awal yang tidak hanya pada kemampuan anak membaca atau berhitung, melainkan latar belakang anak dari sisi suku bangsanya, kebiasaaan di keluarga dan atau kepercayaan yang dianut, hingga diet khusus yang sebagian harus vegetarian misalnya. Penerapan dari kajian awal ini terlihat

dari setting kelas yang selain untuk pengajaran secara umum juga disediakan untuk anak yang belum bisa berbaur dan lebih suka menyendiri. Program makan siang gratis di sekolah-sekolah Wales juga terbilang baru lima tahun terakhir diterapkan.

Selain sangat memperhatikan kebrsihan dan kesehatan, juga diperhatikan diet keluarga dan masalah alergi anak-anak. Sehingga risk management – quality assurance terlihat agar kualitas penyajian makan siangnya berjalan baik dan berhasil optimal.

Terus terang pengamatan selama di Wales itu langsung saya korelasikan dengan situasi pendidikan di Indonesia, baik sistem yang telah berjalan puluhan tahun maupun kebijakan Menteri terbaru yaitu Merdeka Belajar. Kurikulum yang lebih inklsif inilah yang dipilih oleh kampus BDF/NBSA.

Anak-anak yang terdeteksi dyslexia di Buleleng oleh BDF diberikan kursus Bahasa Inggris secara gratis. Mereka pertama-tama diorientasi mengenai metode inklusif yaitu tidak membatasi cara belajar hingga imersif yaitu penggunaan teknologi seperti Virtual Relaity – Augmented Reality.

NBSA memiliki 25 alat VR dari hibah, dan telah diterapkan sesuai kebutuhan misalnya pengenalan tentang “adaptasi perubahan iklim” dengan VR, membuat anak yang dyslexic sekalipun dengan cepat memahami dan implementatif. Seandainya pengajaran inklusif dan pembelajaran imersif ini bisa direplikasi dan dijadikan praktik baik di seluruh sekolah di Indonesia, seperti yang sudah dilakukan oleh sekolah NBSA Buleleng-Bali. (KANALBALI/IST)

 

Apa Komentar Anda?

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.