TANTANGAN pengendalian rokok di Indonesia menunjukkan gejala makin kuat. Salah-satunya dengan adanya Keputusan Menteri Keuangan yang baru Purbaya Yudhi Sadewa untuk tidak menaikkan Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2026.
“Keputusan Kemenkeu tersebut sangat disayangkan dan menunjukkan keberpihakan kepada kalangan industry,” tegas Kepala Pusat Studi Center of Human dan Development (ched) ITB-AD, Roosita Meilani Dewi yang diwawancarai Sabtu (22/11/2025).
Menurutnya, kebijakan itu kurang mempertimbangkan aspek pengendalian konsumsi sebagai fungsi utama cukai dan beban kesehatan pada makro ekonomi negara tidak diperhitungkan.
“Padahal selama ini kenaikan Cukai per Tahun baru 10-15% jauh dibanding negara-negara tetangga kita,” tegasnya
Batalnya kenaikan cukai ini membuat harga rokok murah dan akan tetap terjangkau oleh anak-anak dan remaja maupun masyarakat rentan lainnya (miskin).
“Penyakit tidak menular semakin banyak, gizi keluarga tegerus oleh pengeluaran rokok, sehingga generasi pada RT menengah bawah tidak akan beranjak tumbuh dan layak kehidupannya,” tegasnya.
Mengenai alasan pemerintah mempertimbangkan pekerja industry dan petani, menurutnya, dapat dimitigasui dengan menggunakan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).
Adapun mengenai maraknya rokok ilegal, menurutnya, menunjukkan penegakan hukum yang masih lemah sehingga jalan keluarnya adalah meminta aparat kepolisian untuk lebih serius melakukan penanganan.
Sementara itu Ketua Udayana CENTRAL yang bergerak dalam masalah pengendalian rokok di Bali Putu Ayu Swandewi Astuti menyatakan, saat ini memang muncul berbagai pernyataan yang terkesan aneh. “Ini menunjukkan kurangnya pemahaman mengenai masalah pengendalian rokok,” tegasnya.
Mengenai pernyataan Menkeu, menurutnya, bisa jadi karena merupakan pejabat yang baru sehingga perlu untuk mendapatkan informasi penyeimbang.
Namun demikian, menurutnya, ada pula tokoh dan pejabat yang memang sejak awal pro pada industri dan menghendaki agar pengendalian rokok dilonggarkan. “Seperti anggota DPR yang menyatakan tidak ada kematian yang didiagnosa akibat perilaku merokok itu,” tegasnya.
Dia menegaskan, perilaku merokok apalagi yang sudah dilakukan sejak usia muda merupakan faktor resiko bagi penyakit yang dapat berujung pada kematian seperti pada penyakit jantung dan kanker. (kanalbali/RFH)


