
UBUD, kanalbali.id – Yayasan Ardhanari Dharma Chitta menggelar Nusantara International Folklore Festival (NIFF) 2025 pada 24–27 September 2025 di Arma Museum & Resort, Ubud, Bali.
Festival tahunan ini menghadirkan perayaan budaya dan seni tari dunia, sekaligus menjadi ruang untuk merawat warisan seni tradisi di tengah tantangan globalisasi.
“Kita ingin merayakan keberagaman budaya nusantara dan sekaligus mendialogkannya dengan budaya internasional,” kata Maria Darmaningsih, pendiri Indonesian Dance Festival yang menginiasi acara inipada jumpa pers, Kamis (25/9/2025).
Cafe, Flexing dan Jebakan Batman
Sebelumnya, pada tahun 2019, yayasan ini sukses menyelenggarakan Jakarta International Folklore Festival (JIFF) di Taman Lapangan Banteng, Jakarta, yang diikuti oleh 28 grup seni pertunjukan dari delapan negara.
Acara itu didanai oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta (sekarang Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta).
Berangkat dari kesuksesan JIFF, semangat itulah yang kini diteruskan secara independen lewat NIFF.
NIFF 2025 merupakan penyelenggaraan pertama dan diharapkan dapat berkembang menjadi festival tahunan yang kali ini hadir dengan tema Global Rhythms, Shared Stories.
Direktur ARMA Ubud Agung Yudi menyatakan, event ini sesuai dengan konsep ARMA sebagai Living Museum sehingga bukan hanya memajang koleksi-koleksi seni yang bersejarah.
“Tapi kami juga memfasilitasi tradisi dan seni budaya yang masih hidup dan berkembang seperti dalam bentuk tarian,” ujarnya.

Tujuan Festival
NIFF 2025 dirancang untuk menjadi platform komunitas internasional dalam mempersembahkan warisan budaya mereka di Indonesia, sekaligus menyuguhkan kekayaan seni tradisional Indonesia kepada peserta mancanegara dan warga asing yang tinggal di Indonesia.
Festival ini juga dimaksudkan sebagai bentuk kontribusi nyata dalam upaya perlindungan budaya tradisional.
Lebih dari itu, NIFF berupaya mendorong terciptanya saling pengertian antarbangsa, memperkuat perdamaian dunia melalui pertukaran seni, serta melestarikan dan menghidupkan kembali warisan budaya tak benda sebagai identitas kolektif yang berharga.
“Karena sifatnya adalah kesenian rakyat maka bobotnya lebih ke tradsional, tapi kami juga memberi ruang pada berbagia pembaharuan,” kata Maria.
Tokoh di Balik NIFF 2025
Sejumlah tokoh terkemuka hadir mendukung festival ini. Maestro tari lintas tradisi Indonesia Didik Nini Thowok, akademisi tari tradisional Bali Dr. Ni Nyoman Sudewi, dan seniman sekaligus penulis Prof. Dr. I Wayan Dibia menjadi bagian penting dalam jajaran pengarah festival.
Director; Sita Tyasutami, penari sekaligus produser seni pertunjukan, sebagai Festival Director; serta Budhi Suryanata, produser acara dengan pengalaman lebih dari 30 tahun dan Johan Didik H, keduanya berperan sebagai Festival Producer. Selain itu, festival ini juga dikurasi oleh Jasmine Okubo, Bhisma Wrhaspati, dan Eriza Trihapsari, yang membawa kontribusi lintas disiplin seni.
Festival tahun ini menargetkan 1.000 penonton langsung dengan keterlibatan 100 partisipan internasional, 200 partisipan nasional, 20 pelaku UKM, serta 30 relawan budaya.
NIFF menyasar audiens yang beragam, mulai dari produser seni pertunjukan nasional maupun internasional, seniman, peneliti, pelajar, mahasiswa, wisatawan mancanegara, ekspatriat, hingga jurnalis dan lembaga pemerintah. Festival ini juga ditujukan bagi masyarakat umum yang memiliki ketertarikan pada seni dan budaya tradisional.
“NIFF bukan sekadar panggung pertunjukan. Ini adalah ruang perjumpaan, di mana tradisi dan inovasi bertemu, serta di mana kisah-kisah budaya dari berbagai bangsa bisa dibagikan, dipahami, dan dirayakan bersama,” kata Sita Tyasutami, Festival Director NIFF 2025. (kanalbali/RFH)