
Meski ramai di area Pesta Kesenian Bali (PKB) 2025, Art Center, Denpasar, Bali, mereka seakan berada di pojok yang sepi. Padahal mereka eksis di tengah riuh suara tetabuhan gamelan, riuh tawa penonton drama gong hingga riuhnya pengunjung menjajal kudapan kuliner tradisional.
Teks dan Foto-foto : KanalBali.id/Ayu Sulistyowati
Tak hanya di tempat sunyi, mereka juga tengah melawan teknologi mesin kecerdasan buatan (AI). Mereka tetap bersemangat. Lalu apa jurusnya untuk melawan itu semua?
Ya, mereka adalah kartunis-kartunis yang tergabung di komunitas Bali Cartoonist Association (Balica). Tahun demi tahun sejak setia hadir di PKB mulai tahun 1987, tantangan pun berganti setiap tahunnya.
“Tahun ini, kami mendapatan lawan dari teknologi AI. Tak sedikit pengunjung yang masuk dan pergi dengan berkata bisa menggunakan AI untuk sketsa wajah kartun. Dan katanya, AI bisa lebih bagus dari sentuhan langsung tangan-tangan kartunis,” kata Koordinator Balica Jango Pramartha, Sabtu (19/7/2025).


Man Ata (kiri) & Wayan Tama. Setiap hari ada dua kartunis yang siap menseketsa wajah Anda menjadi kartun di ruang pameran kartun, selama PKB dan Bali Jani 2025 hingga 28 Juli 2025.



Penyempurnaan. Wayan Tama menyempurnakan sketsa wajah kartun seorang anak. Ia menyelesaikannya secara hati-hati dengan hati dengan memoleskan kuasnya tipis-tipis yang telah dicelupkan tinta warna hitam.

10 menit. Kedua kartunis membutuhkan 10 menit untuk memulai hingga menyelesaikan satu wajah sketsa.

50 K Rupiah per wajah. Koordinator Balica Jango Pramartha bersyukur jurus sketsa kartun dengan harga Rp 50.000 per wajah ini masih mampu menarik perhatian pengunjung di PKB serta Bali Jani 2025 yang berlangsung hingga 28 Juli 2025, di Art Center, Denpasar. Meski ia mendapat tantangan dari beberapa pengunjung yang lebih tertarik menggunakan aplikasi dari kecerdasan buatan (AI) ketimbang sentuhan tangah.

Udah jadi. Beberapa sketsa yang sudah selesai on the spot, maupun pemesanan via WhatsApp para kartunis. Koordinator Balica Jango Pramartha optimis jika sentuhan tangan dalam mensketsa kartun wajah itu tak akan tertandingi dengan kecerdasan buatan (AI). Karena kartunis mensketsa dengan hati dan penuh hati-hati, dibandingkan mesin AI yang tak memiliki hati seperti manusia.

Dokumentasi. Usai mensketsa, Man Ata mendokumentasikan hasilnya bersama si pemilik wajah. Meski semakin terdesak dengan adanya teknologi AI, para kartunis Bali tak patah semangat memperkenalkan kartun ke anak-anak.

Jango tetap bangga dan optimis sentuhan tangan-tangan kartunis lebih bagus dan hidup ketimbang mesin AI. Kartun itu, lanjutnya, perlu unsur estetika, narasi dan etika. “Dan kami bukan mesin AI. Karena kami membuat kartun dengan hati dan penuh kehati-hatian,” kata Jango. (KanalBali.id/KYB)
Liputan dan tulisan ini merupakan bagian dari Pelatihan Jurnalistik yang didukung ABCid.