Menyambut Tumpek Kandang, Saat Memuliakan Keberagaman Mahluk Tuhan

DR Ir Ni Made Ayu Gemuh Rasa Astiti, MP. Prody Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa (IST)

DENPASAR, kanalbali – Saniscara Kliwon Uye yang jatuh pada tgl 12 oktober 2019 akan jadi saat Tumpek Kandang . Kadang disebut juga dengan istilah Tumpek Wewalungan / Oton Wewalungan . Ini adalah hari selamatan binatang-binatang piaraan  atau binatang ternak (wewalungan).

“Sebenarnya ini adalah penghormatan terhadap keberagaman hayati dan wujud kasih sayang pada seluruh penghuni alam,” kata DR Ir Nyi Made Ayu Gemuh Rasa Astiti, MP, pengajar di Prody Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa, Rabu (9/10).

Adapun untuk bebanten selamatan bagi binatang tersebut berbeda-beda menurut  golongan binatang-binatang itu. Antara lain  untuk  sapi, kerbau, gajah, kuda, dan yang semacamnya dibuatkan bebanten: tumpeng tetebasan, panyeneng, sesayut dan canang raka. Kemudian, untuk selamatan bagi babi dan sejenisnya diperlukan  tumpeng-canang raka, penyeneng, ketipat dan belayag.

Selanjutnya,  bebanten sebangsa unggas  seperti ayam, itik, burung, angsa dan lain-lainnya dibuatkan bebanten berupa bermacam-macarn ketupat sesuai dengan nama atau unggas. Kemudian, dilengkapi dengan penyeneng, tetebus dan kembang payas.

“Di sanggah  atau merajan dilakukan pemujaan, pengastawa Sang Rare Angon yaitu dewanya ternak dengan persembahan (hayapan / widhi-widhana) berupa suci, peras, daksina, penyeneng, canang lenga wangi, burat wangi dan pesucian,” jelasnya.

Melalui ritual ini, menurutnya,  umat diharapkan mampu mengembangkan sektor peternakan untuk memperkuat sendi-sendi perekonomian. “Dalam Lontar Sunarigama dinyatakan Saniscara Kliwon Uye pinaka prakertining sarwa sato. Artinya, hari itu hendaknya dijadikan tonggak untuk melestarikan semua jenis hewan,” sebutnya.

Dia membantah, bila disebut perayaan ini adalah prosesi ritual untuk menyembah hewan. Tumpek Kandang merupakan perayaan keagamaan untuk memuja Siwa Pasupati, Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah menciptakan satwa. Dalam prosesi ritual itu umat memohon agar ternak peliharaannya diberkati kerahayuan.

Dalam Sarasamuscaya ada disebutkan ,“Ayuwa tan masih ring sarwa prani, apan prani ngaran prana, yang artinya jangan tidak sayang kepada binatang, karena binatang atau makhluk adalah kekuatan alam”. Hewan sangat berguna bagi kehidupan manusia. Misalnya, sapi atau kerbau bagi para petani memiliki peran yang sangat besar dalam membantu aktivitas agrarisnya.

Sapi juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Selain dipakai membajak sawah, sapi juga membantu petani untuk meningkatkan kesejahteraan. Harga jualnya cukup menggiurkan, sehingga bisa dijadikan modal oleh petani untuk meningkatkan pendidikan bagi putra-putrinya, dan membiayai keperluan hidup yang lain.

Demikian pula ternak yang lain seperti babi, kambing, ayam, itik. Bahkan, babi bagi masyarakat Hindu di Bali sering dijadikan semacam tabungan atau celengan. Ketika umat menyelenggarakan hajatan, babi tersebut dipotong atau jika kepepet uang, ternak yang sering disebut ubuhan tatakan banyu tersebut bisa dijual.

Sebagai hewan yang ditakdirkan sebagai ubuan tunu, ayam, itik, babi dan sebagainya sering dijadikan sumber protein untuk menunjang kehidupan manusia. Untuk kepentingan itu hewan ternak memang terus dikembangkan.

“Tetapi, khusus hewan-hewan yang lain, terutama satwa langka, umat mesti melestarikannya seperti penyu hijau, burung jalak Bali, menjangan, kera dan sebagainya. Hewan-hewan langka tersebut mesti dijaga agar tidak sampai mengalami kepunahan,” jelasnya.

Untuk menjaga kepunahan satwa langka, di Bali dikaitkan dengan mitologi. Hewan-hewan tertentu dikatakan sebagai duwe Ida Batara (milik Tuhan), seperti sapi putih duwe, bojog (kera) duwe, lelawah (kelelawar) duwe, lelipi (ular) duwe dan sebagainya.

Lewat mitologi seperti itu, kata dia, sesungguhnya umat diajak untuk menajaga dan melestarikan satwa lewat konsep religi. Mitologi seperti itu sepertinya jauh lebih kuat daripada seruan atau ajakan untuk melestarikan satwa langka.

“Dalam konsep Hindu tidak ada satu benda pun yang tanpa kekuatan Tuhan. Ada jiwatman di dalamnya,” katanya. Oleh karena itu, konsep pengembangan kasih sayang kepada semua makhluk ciptaan Tuhan mesti terus dilakukan. (kanalbali/IST)

Apa Komentar Anda?