
Jadi, lebih baik berdiam diri
di tengah sepi
agar terhindar kau dari sunyi kematian
NASIHAT bernada getir ini merupakan salah satu bait dari puisi karya sastrawan Made Adnyana Ole. Judulnya “Kawan Menulis Berita Hari Ini”. Ditulis saat pandemi Covid 19 menghimpit manusia. Tepatnya, di Singaraja pada Mei 2020. Puisi yang lahir sebagai respon nurani Ole atas wabah corona yang melumpuhkan nyaris seluruh sendi kehidupan.
Pandemi Covid-19 memang memaksa orang lebih baik berdiam diri. Duduk manis di rumah saja. Sebab, jika orang nekat pergi, kematian mengincarnya. Virus corona menyebar dalam sunyi, menyerang paru-paru, lalu tiba-tiba orang akan mati.Lantas benarkah Ole hanya berdiam diri dalam sunyi? Lalu, bagaimana dengan kreativitasnya sebagai sastrawan? Ternyata jiwa seninya tidak bisa pasrah.
Memang rumahnya di kawasan Jalan Pantai Indah Singaraja yang dijadikan Rumah Belajar Komunitas Mahima terpaksa berkurang aktivitasnya. Di hari biasa, selama hampir 24 jam, rumah yang dikelola Ole bersama istrinya yang juga sastrawan, Kadek Sonia Piscayanti, setiap hari penuh dengan kegiatan sastra.
Di sana, para pecinta dan pegiat sastra, termasuk mahasiswa, belajar puisi, menulis cerpen. Ada yang latihan musikalisasi puisi, yang lain latihan teater. Atau ada yang sekadar ngobrol tentang sastra, tentang seni. Di momen-momen tertentu di Rumah Belajar Komunitas Mahima itu dipentaskan baca puisi. Kadang-kadang digelar pagelaran teater, dari Singaraja maupun dari luar Singaraja, bahkan dari luar Bali. Di kali yang lain ada bedah buku, atau diskusi dengan tema-tema yang beragam.
Sampai akhirnya pandemi mematikan beragam kegiatan. Para pegiat sastra harus diam di rumah masing-masing. Para mahasiswa harus pulang ke kampungnya. Sedih bercampur rasa waswas mendera pasangan sastrawan, Made Adnyana Ole-Kadek Sonia Piscayanti. Untungnya, itu tidak berlangsung lama. Pandemi Covid-19 boleh membuat orang terkekang, tetapi tidak bagi kreativitas seniman. Pandemi Covid-19 boleh membuat orang terbatas aktivitasnya karena harus di rumah, tetapi tidak bisa membatasi kreativitas sastrawan. Virus corona bisa membunuh nyawa manusia, tetapi tidak bisa mematikan kreativitas seniman untuk berkarya.
Ole tidak bisa mengikuti nasihat getirnya seperti ditulis dalam bait puisinya, yakni lebih baik berdiam diri, di tengah sepi. Kreativitas tidak boleh diam, agar tidak terlempar ke dalam jurang sunyi kematian. Maka lahirlah puisi “Kawan Menulis Berita Hari Ini” tersebut. Dalam waktu hampir bersamaan, Ole juga menulis puisi “Ada Virus di Ludahmu”. Kedua puisi itu akan dibukukan dalam sebuah antalogi bersama sejumlah penyair. Antologi puisi-puisi corona.
Kreativitas Ole dan Sonia justru tumbuh subur di masa pandemi. Selain kedua puisi tersebut, Ole menggarap beberapa musikalisasi puisi secara virtual bersama Sonia. Di antaranya menggarap musikalisasi puisi Nyoman Rai Srimben (puisi karya Kadek Sonia Piscayanti) yang dipentaskan secara virtual oleh Dinas Kebudayaan Bali bersama karya seni lainnya serangkaian perayaan Bulan Bung Karno. Musikalisasi ini tergolong istimewa karena seting pengambilan gambarnya di rumah Nyoman Rai Srimben sendiri, di lingkungan Paket Agung, Singaraja, yang sudah tua.
Ada dua proyek musikalisasi puisi yang digarap Ole dan Sonia. Musikalisasi puisi kedua juga akan ditayangkan Dinas Kebudayaan Bali dalam pentas virtual di channel youtube bersama sejumlah pegiat seni lainnya.
Ole dan Sonia juga menggarap video pembacaan puisi. Seperti video puisi “Kado Pernikahan” yang ditulis pasangan sastrawan ini untuk memperingati 13 pernikahannya. Puisi ini ditulis satu malam, di tengah pandemi Covid 19, dan esoknya langsung pentas virtual di akun Facebook-nya. Saat ini, video tersebut sudah ditonton 6.000 orang, sebuah prestasi untuk sebuah video puisi.
Tak jarang, Ole bersama Sonia, bahkan bersama anak-anaknya, Putik dan Kayu, membaca puisi virtual yang live di Facebook dan channel youtube mereka. Kadang-kadang seting tempatnya di ruang tamu, atau di panggung mini di belakang rumahnya. Kadang-kadang di tengah sawah yang ada di depan rumahnya. Atau di pantai, tak jauh dari rumahnya. Hingga akhir Juni, sudah ada 25 pentas puisi virtual.
“Ini semua gara-gara Corona. Ini karena kita disuruh di rumah saja. Makanya ada keinginan bikin video-video puisi. Memvideokan baca puisi itu sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Tapi karena diam di rumah, karena pandemi, maka kami bikin video-video puisi. Bagi Komunitas Mahima, ini hal baru walupun sebelumnya banyak dilakukan penyair lain,” tutur Ole.
Bagi Ole dan Sonia, selama pandemi Covid 19, bagaikan tiada hari tanpa bersastra. Kreativitas bersastranya tambah menyala-nyala saat virus corona melanda. Dalam beberapa kesempatan Ole terlibat dalam event virtual #CintaPuisidiRumahAja yang digagas Arcana Foundation bersama Ditjen Kebudayaan Kemendikbud. Dalam acara tersebut juga tampil penyair-penyair terkemuka Indonesia. Tentu saja para penyair itu membacakan puisinya dari rumah masing-masing secara daring. Ole juga sibuk menjadi pembicara di diskusi-diskusi virtual tentang sastra.
Di tengah produktivitasnya bersastra, Ole dengan Penerbit Mahimanya, juga terus bergeliat. Selama pandemi Covid 19, setidaknya sudah menerbitkan lima judul buku. Ada buku sastra, kumpulan esai, serta buku kesehatan dan sosial. Saat ini masih ada lima buku lagi yang segera diterbitkan. Dua sedang proses di percetakan, sisanya masih editing dan proses layout.
Ole merasa, pandemi Covid 19 yang mengerikan itu, justru mendorongnya lebih kreatif. “Lebih ada keinginan untuk menjelajah media baru dalam bersastra,” katanya. Kalau sebelum pandemi, ia lebih asyik pentas di panggung, pandemi memaksanya melakukan hal berbeda. Sebab, keindahan panggung itu berbeda dengan keindahan virtual. Seting panggung itu berbeda dengan seting virtual. Untuk pentas sastra virtual, ia harus membayangkan bagaimana nanti orang menontonnya di HP, di laptop. Karena itu, dibutuhkan kreativitas lebih, dibandingkan kegiatan bersastra sebelum masa pandemi Covid 19.
Sonia sendiri, begitu pandemi menyebarkan sunyi, menggagas “Mendongeng dari Rumah”. Kegiatan bersastra yang ditayangkan secara live di Facebook setiap sore. Hingga minggu keempat Juni, “Mendongeng dari Rumah“ sudah memasuki edisi 81. Artinya sudah 80 lebih orang ikut mendongeng di acara tersebut.
Ada sederet nama sastrawan ikut terlibat, misalnya Cok Sawitri, selain juga Ole dan Sonia. Ada mahasiswa, wartawan, kepala desa, hingga orang-orang biasa. Juga ada profesor ikut mendongeng, misalnya Prof. Made Ratminingsih dan Prof. PK Nitiasih, guru besar di Jurusan Bahasa Inggris Undiksha Singaraja. Bahkan seorang Sekretaris Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Ni Wayan Giri Adnyana, ikut menjajal kelihaiannya mendongeng di “Mendongeng dari Rumah” tersebut.
Mendongeng di acara itu menjadi semacam pelepasan beban batin yang didera pandemi. Padahal, tidak semua yang ikut mendongeng, mengenal dongeng secara baik. Beberapa orang bahkan ketagihan mendongeng dan akhirnya membuat channel youtube sendiri untuk mem-publish dongengnya. “Mendongeng dari Rumah” menginspirasi banyak orang untuk kembali mencintai dongeng, dan lebih peduli dongeng. “Dari kegiatan ini, kami ingin nantinya lahir pendongeng-pendongeng Indonesia yang hebat. Dan, dongeng itu bisa dibuat profesional, seperti menyanyi,” kata Sonia, yang juga dosen di Fakultas Bahasa dan Seni Undiksha ini.
Begitulah kisah, pandemi menyalakan sastra di Singaraja, Bali Utara.(Yahya Umar)